Ketika menikah di usia yang cukup, saya menghitung kembali biaya pendidikan putri saya hingga perguruan tinggi. Â
Saya berusaha semampunya untuk bisa menutupi biaya pendidikan dan pelunasan rumah yang saya miliki.
Apa yang terjadi ketika saya di tengah jalan terpaksa untuk pensiun dini di usia 52 tahun? Bagaimana keadaan putri saya baru tingkat II di perguruan tinggi?  Alokasi dana  untuk pendidikan perguruan tinggi yang sangat besar itu tidak mungkin saya gunakan untuk dana pensiun. Saya tetap gunakan sesuai peruntukannya.
Saat pensiun tiba, barulah terpikir "dari mana dana pensiun saya". Lupa untuk alokasi karena terfokus kepada dana pendidikan. Â
Perusahaan tempat saya bekerjabukan BUMN Â yang mana seperti PNS bisa mendapatkan dana pensiun secara bulanan. Sedangkan saya hanya sebagai pegawai swasta asing, tentu tidak ada jaminan dana pensiun.
Jadi, ketika saya mendengar bahwa perusahaan sedikit memberikan dana pensiun dan Jamsostek (dulu disebut Jamsostek, sekarang JHT), Â bisa saya ambil saat usia 56 tahun. Perasaan lega yang sangat luar biasa saya rasakan.
Saya mengurus klaim Jamsostek itu begitu saat saya pensiun dini. Tetapi dana disalurkan ke rekening saya tepat saya berusia 56 tahun. Â Â
Dengan adanya dana pensiun dari Jamsostek, Â saya merasakan manfaat yang besar sekali untuk kehidupan masa tua saya.Â
Bayangkan jika saya mengambil JHT di tengah jalan, apa yang bisa saya pakai untuk kehidupan masa tua saya?
Dengan Jaminan Hari Tua (JHT), saya bisa mengelolanya untuk mendapatkan pendapatan di usia tua dan bisa digunakan saat sudah tidak bekerja lagi alias pensiun.
Win-win solutions
Tentu kasus saya akan berbeda dengan situasi dari buruh dan karyawan saat ini. Â Tetapi satu hal yang ingin saya berikan rekomendasi atau "insight" bagi pemerintah maupun bagi teman-teman adalah negosiasi dengan win-win solution.