Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Life Hack Artikel Utama

Belajar Resiliensi dari Penjaja Jajanan Pasar dan Pemulung

8 Desember 2021   20:03 Diperbarui: 20 Januari 2022   14:56 595
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penghidupan atau ekonomi di masa pandemi serasa sangat sulit sekali. Adanya kebijakan PPKM dan Protokol Kesehatan yang cukup ketat di tahun 2020 dan semester I 2021, roda perekonomian serasa berjalan melambat.

Bagi mereka yang bekerja sebagai pegawai ada pengetatan luar biasa, baik itu pengurangan jam kerja dan pengurangan gaji. Pengurangan gaji karena bisnis beberapa perusahaan juga mengalami kemunduran dalam produksi atau penjualannya. Otomatis jumlah pemasukan yang berkurang drastic membuat perusahaan terpaksa mengurangi biaya gaji para karyawannya.

Kebutuhan hidup tetap besar sementara gaji berkurang. Itulah yang jadi keluh kesah karyawan/karyawati.

Nasib karyawan atau karyawati yang masih bekerja secara formal memang lebih beruntung dibandingkan dengan mereka yang bekerja di sektor informal.

Belajar dari Penjaja Jajanan Pasar

Instagramina_tanaya
Instagramina_tanaya

Di sektor informal, pendapatannya tidak tetap, bahkan bisa minus atau tidak ada pendapatan bisa terjadi. Mereka lebih mengandalkan kepada faktor keberuntungan ketimbang pendapatan yang pasti.

Salah satu contoh dari pekerja informal adalah penjaja jajanan pasar. Sebelum pandemi terjadi, sebutlah Namanya Siti (bukan nama sebenarnya), setiap hari berjualan jajanan pasar dengan berjalan kaki dari rumahnya. Rumahnya kos cukup jauh.

Sambil menjunjung dagangannya yang cukup berat berisi bermacam-macam jajanan pasar seperti getuk coklat, getuh putih, ketan hitam, cenil, tiwul , klepon dan lupis , Siti menyusuri jalan perumahan dari satu gang ke gang lainnya. 

Siti memasak sendiri jajanan pasar pagi buta, lalu selesai memasak biasanya dia mulai berjalan kaki sekitar jam 9 di sekitar tempat saya. Dengan teriakannya yang khas, "getuk, cenil, tiwul.....", saya langsung mengenali suaranya itu.

Dia pasti merasa letih, penat, panas untuk melakoni hidup seperti ini. Tapi apa boleh buat karena itu satu-satunya pilihannya.

Sayangnya, saat pandemi, dia terpaksa berhenti karena pembeli yang sepi dan tak ada pendapatan yang masuk membuatnya dia memutuskan untuk mencari pekerjaan lain.

Namun, tiba-tiba Siti muncul kembali dengan teriakannya yang khas. Saya bergegas ke luar rumah dan memanggilnya. Ternyata penampilannya sudah sangat berbeda.

Sepeda baru berwarna ungu muda dengan segala perangkatnya membuat dirinya jauh lebih ceria. Cerita yang mengharukan tercetus. Seorang ibu yang iba dan prihatin terhadap kesulitan hidupnya, memberikan hadiah sepeda sebagai alat untuk menawarkan dagangannya. 

Sepeda itu sangat penting bagi Siti. Dia tak perlu lagi bersusah payah berjalan kaki menyusuri dari satu gang ke gang lainnya. Bahkan saat hujan, saya melihat dirinya masih bisa berjualan dengan menaiki sepeda, dipasangkan payung yang ditegakkan di tengah stang sepedanya.

Pengembangan diri dan kemajuan itu menjadi langkah kecil untuk dirinya memperbesar harapan menatap masa depan, yang jauh lebih sulit dari mereka yang punya pendapatan tetap.

Belajar dari Pemulung

dokumen pribadi
dokumen pribadi

Salah seorang dari pekerja non formal yang setiap hari saya jumpai adalah pemulung. Setiap kali saya selesai membeli sayuran dari aplikasi online, selalu ada tempat-tempat kemasan plastik, karton dos besar pembungkusnya.

Sampah inorganik ini saya kumpulkan dan saya berikan kepada pemulung. Saya mengenal pemulung itu awalnya dia juga selalu berjalan kaki dengan membawa kantong dari plastic besar untuk mengumpulkan semua barang-barang sampah.

Barang-barang sampah ini akan dipilah lagi dan dibersihkan dan dibawa ke pengepul. Jika beruntung, dia akan mendapatkan jam bekas, alat-alat elektronik bekas yang masih dapat dijual atau didaur ulang ke pengepul.

Selama pandemic, kegiatan pemulung lebih terbatas karena setiap gang di beberapa tempat tinggal /kluster ditutup atau dilarang untuk pemulung. Mereka tak boleh masuk ke pemukiman. Hal ini sangat berdampak bagi mereka.

Namun, setelah pandemi mereda, tiba-tiba pemulung yang saya ketahui itu sudah berubah . Dia tak berjalan kaki lagi, tapi dia menggunakn motor yang dimodifikasi, di depannya ada gerobak kecil untuk meletakkan barang-barang sampah inorganik yang dikumpulkan.

Para pemulung tak kenal Lelah, tak gentar dengan perubahan zaman, tetap menjalankan profesinya meskipun hasilnya tak memadai. Mereka mampu melawan kerasnya kehidupan.

Apa itu resiliensi?

Belajar tentang resiliensi. Dalam masa yang sulit, hanya orang yang tangguh dan memiliki resiliensi yang mampu bertahan atau "survive" untuk hidup. Jika kita tidak punya daya tahan atau resilensi, biasanya orang akan langsung merasa putus asa dan tidak punya harapan hidup.

Resiliensi adalah kemampuan untuk mengatasi dan beradaptasi atas kejadian atau peristiwa berat yang menimpa dalam hidupnya.

Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiliensi :

1.Caring relationship

Dukungan keluarga, teman yang berdasarkan cinta tanpa syarat dan kepercayaan. Caring relationship dianggap sebagai dasar penghargaan yang positif, contohnya memegang pudak, tersenyum, memberi salam.

2.High expectation massages

Adanya harapan yang jelas, positif, dan terpusat kepada seseorang. Harapan merupakan petunjuk bagi perkembangan seseorang. Harapan positif membuat seseorang dapat mengkomunikasikan secara positif dan membangun kepercayaan dan memberikan semangat untuk mencapai apa yang diinginkan.

3. Opportunities for participation and contribution

Kesempatan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan memiliki tanggung jawab. Selain kesempatan untuk memberikan kesempatan untuk melatih kemampuan problem solving dan pengambilan keputusan.

Sumber:

Mengenal Resiliensi Dalam Ilmu Psikologi, Antoninan Pantja Juni Wulandari, Dosen Psikologi Binus

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Life Hack Selengkapnya
Lihat Life Hack Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun