Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Remaja Jadi Kontributor Pemutus Rantai "Stunting"

2 Oktober 2021   16:55 Diperbarui: 3 Oktober 2021   09:35 526
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika kita melihat angka stunting di Indonesia di tahun 2013 sebesar 2013 37,8 persen, kemudian dapat ditekan menjadi  27,67 persen di tahun 2019, apakahhal  itu  dianggap suatu keberhasilan?

Belum.  Ternyata  angka stunting itu masih jauh lebih tinggi dibandingkan toleransi maksimal stunting yang ditetapkan oleh Badan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yaitu 20%.

Tidak main-main loh, Indonesia berada di urutan ke empat  dunia dan urutan ke-2 di Asia Tenggaran terkait dengan balita stunting.

Sebelum membahas stunting lebih jauh, baiklah kita semua sepakat dulu untuk memahami ap a itu stunting.

Stunting atau yang lebih dikenal dengan nama balita pendek atau  status gizi pendek atau tengkes.    Ciri-ciri dari mereka yang disebut dengan stunting adalah  pertumbuhan tubuhnya melambat  (tidak normal)  dan pertumbuhan otak juga tidak normal.

Ketika kita sering menjumpai orang pendek, apakah orang itu disebut "stunting"?   Belum tentu, ada orang dengan gen tertentu, memang  pertumbuhan fisiknya tidak normal, alias pendek. 

Namun, penyebab stunting itu terutama adalah sebuah siklus yang terjadi mulai dari orangtua yang tidak mengasup gizi dengan baik ketika hamil.   Kekurangan gizi saat hamil bisa disebabkan karena social ekonomi yang rendah, atau ketidak pahaman akan pengetahuan atau juga karena tidak ada perhatian dari lingkungannya.

Begitu anak lahir,ibu itu tak bisa memberikan  ASI kepada anaknya.  Tanpa ASI, ibu juga tidak memberikan gizi pengganti bagi bayi yang lahir. Akibatnya bayi akan tumbuh kembangnya tidak normal atau tidak seimbang .  Masa golden years terlewati.

Ketika  anak itu remaja dan tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang  asupan nutrisi yang baik bagi perkembangannya,  dia sering makan fast food, makan kekinian yang  asupan gizinya tidak ada, bahkan sering meniru gaya hidup  remaja lain, makanan yang gampang dan tak bervariasi, bahkan sering lupa makan dan diet yang tidak sesuai dengna pola gaya hidup sehat.    Akibatnya tentu remaja itu bisa juga terdampak stunting, dia terkena anemia  dan  status gizi pendek dan sangat pendek.

Siklus panjang dari stunting itu begitu panjang , mulai dari seorang ibu yang hamil, melahirkan bayi yang kurang asupannya, hingga remaja yang juga tidak peduli dengan asupan gizi.

Masalah pada remaja yang belum teratasi cukup besar:

Riskedas2018
Riskedas2018

32% Remaja Anemia :   3-4 dari 10 orang Remaja mengalami Anemia

25,7% Remaja usia 13-15 tahun memiliki status gizi pendek dan sangat pendek.

26% Remaja usia 16-18 tahun memiliki status gizi pendek & sangat pendek

8,7% Remaja usia 13-15 memiliki status gizi kurus (sangat kurus)

8,7% Remaja usia 16-18 tahun memiliki status gizi kurus (sangat kurus)

16% Remaja usia 13-15 tahun memiliki status overweight.

13.5% Remaja usia 13-15 tahun memiliki status overweight dan obesitas

Ternyata permasalahan remaja dengan status  gizi pendek itu cukup besar .  Yayasan Tanoto, suatu yayasan yang bergerak dalam pendidikan tidak mau berpangku tangan untuk membantu mengatasi hal ini.   Suatu program yang disebut dengan  Program SIGAP, Siapkan Generasi Anak Berprestasi.

Dalam program ini para remaja  digandeng sebagai kader dari penyuluh tentang  stunting.

Tujuannya tentu agar para remaja yang punya masalah tentang asupan gizi itu juga bertanggung jawab untuk menyuluh atau memberikan perhatian kepada remaja, ibu-ibu, anak-anak untuk memperhatikan asupan gizi dan mengubah  pola makan.

Saat ini remaja yang hidup di era kekinian sering melupakan kesehatannya . Mereka makan dan minum  dan mengonsumsi makanan yang ada di lingkungan.  Selain di tengah kemajuan teknlogi mereka juga kurang beraktivitas fisik dan hanya berada di suatu ruang digital higga larut malam.

Gaya hidup remaja yang stagnan tanpa gerak, harus dirubah, agar mereka juga banyak bergerak. Pola makan, pola gerak dan pola tidur, dan manajemen stress.  Dengan mengubah manajemen gaya hidup, maka remaja berkontribusi untuk memutus rantai  stunting. 

Saat remaja memiliki gizi baik , maka ketika dia jadi ibu, mereka pasti tak mengalami malnutrisi. Zat gizi yang baik itu akan disalurkan ke janin di dalam tubuh mereka.

Perlu diketahui tengkes  baru dapat diketahui setelah bayi itu berusia dua tahun.  Ketika diperiksa, ternyata banyak organ yang tidak bertumbuh kembang sesuai dengan standar. Pada usia itu bayi itu juga sudah mengalami 70 persen otak yang tak berkembang.  Potensi tengkes muncul pada 1.000 hari pertama kehidupan.

Sumber: Short &Long term effects of early nutrition
Sumber: Short &Long term effects of early nutrition

Menyelamatkan generasi mendatang dengan memperbaiki asupan protein yang baik ,  menjaga berat badan , bahkan otak pun perlu distimulasi dengan baik.   Semua hal ini perlu diintervensi dengan sangat hati-hati dan baik.

Kontribusi para remaja sangat diperlukan dan diharapkan demi dapat menyelamatkan  generasi  mendatang agar tidak jadi beban pembangunan .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun