Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Perguruan Tinggi Perlu Adaptif terhadap Kesulitan e-Learning

6 September 2020   13:54 Diperbarui: 7 September 2020   10:58 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat belum terjadi Covid,  pembelajaran di hampir semua perguruan tinggi di Indonesia dilakukan dengan tatap muka.   Para mahasiswa dan dosen selalu datang ke kampus.  Ketika kuliah diberikan kepada mahasiswa secara tatap muka.   Dengan metode tatap muka, mahasiswa sangat mudah memahami apa yang dijelaskan oleh dosen .  Mudahnya interaksi antara dosen dan mahasiswa saat tatap muka.  Dalam tatap muka, kebanyakan materi masih dilakukan dengan cara offline misalnya dengan pelbagai multimedia.

Beberapa materi yang harus dilakukan dengan praktek di laboratorium, masih sangat mudah dilakukan oleh mahasiswa karena mereka bisa  datang  ke laboratorium yang tersedia.

Demikian juga interaksi dengan dosen, apabila mahasiswa ada kesulitan dalam memahami materi, dia tinggal menanyakan dan mendapat respond dari dosen dengan penjelasan yang dilakukan tatap muka sampai mahasiswa itu mengerti dan memahami.

Sebelum adanya e-learning atau kuliah online,  rasio antara dosen mengajar dan mahasiswa sebesar 1:20 untuk bidang eksata dan 1:30 untuk bidang ilmu sosial humoniara.

Badai Covid datang:

Siapa pun tidak pernah menyangka bahwa covid datang juga ke Indonesia.  Dunia pendidikan pun kena imbasnya. Hampir enam bulan setelah adanya PSBB di semua perguruan tinggi  di Indonesia memberlakukan untuk menutup kuliah tatap muka. Sebagai penggantinya para mahasiswa harus lakukan kuliah dengan online. 

Begitu diterapkan e-learning atau kuliah online, rasio dosen dibandingkan dengan mahasiwa bisa mencapai sekitar 1:1000.  

Apakah hal ini suatu tanda yang membahagiakan prestasi ?   Memang benar ada peningkatan jumlah para mahasiwa yang kuliah secara online begitu besar .  Dari perbandingan 1:20  sebelum e-learing, menjadi 1:1000 setelah e-learning, adalah peningkatan yang luar biasa.  

Hampir sekitar 98% perguruan tinggi di Indonesia telah memberlakukan e-learning atau pembelajaran digital /daring .   Termasuk -perguruan tinggi UT yang telah punya model pembelajaran e-learning sebelum adanya covid.  UT telah mengembangkan UT-TEL Learning deliveries yang meliputi pembelajaran metode  ber sinkron, asinkron, i-lecturing, UT TElevisi, kursus berbasis multimedia, modul berbasis laman, perpustakaan digital, iRadio Learning segments, UT Digital courseware, dan modul audio.

Angka mahasiswa yang ikut serta dalam kuliah e-learning ini ternyata bukan semata-mata hal yang positif saja karena memang secara kuantitasnya bertambah tapi kualitasnya  belum tentu  membaik.

Rasio kenaikan mahasiswa untuk ikut e-learning itu ternyata tidak sejalan dengan Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan tinggi Indonesia baru mencapai sekitar 34,58 persen tahun 2019.

Angka ini termasuk rendah dibandingkan dengan negara-negara Asean lainnya, Singapura mencapai 78 persen dan Korea Selatan 98 persen.

Besarnya APK Indonesia ini disebabkan karena banyaknya anak yang putus sekolah di jenjang menengah masih besar dan anak langsung bekerja selesai pendidikan menengah, bahkan anak putus kuliah.

Persoalan besar adalah bagaimana anak-anak yang masih kuliah daring ini tidak jenuh atau justru menambah APK?

Beberapa alasan dari para mahasiswa yang mengeluh tentang kesulitan kuliah daring ini.

Metode Pembelajaran:

Awalnya pembelajaran tatap muka, dosen akan menggunakan beberapa multimedia untuk menyampaikan materi.   Bentuknya bermacam-macam, mulai dari bentuk video, power point, youtube sampai lembaran file yang berisi materi dan tugas.

Namun, sulitnya adalah pemberian materi yang disusun dalam file online itu tidak disertakan instruksi yang jelas. Bagi mereka yang punya gaya belajar auditori pun ikut resah karena tak memahami sepenuhnya apa maksud dari instruksi pemberian tugas itu.  Banyak waktu yang digunakan untuk mencari tahu.

Ketika ada survey yang dilakukan oleh Tim Litbang Program, menunjukkan 86% mahasiswa kurang memahami saat diskusi dalam kuliah online.    Hal ini rentan terjadi kesalah-pahaman baik antara dosen dengan mahasiswa.

Materi yang disampaikan bukan pas jam kuliah saja, tetapi di luar jam kuliah atau jam belajar dikirim.   Mahasiswa sulit menentukan, membagi waktu untuk belajar.   Saat libur dan tanggal merah pun jadi waktu belajar, bahkan belajar di saat libur terjadi.

Pembagian waktu antara kuliah online dengan tugas-tugas yang lain jadi berantakan dan tidak bisa diatur sedemikian rupa.  

Apalagi jika menghadapi kuliah praktek yang seharusnya dilakukan dalam laboratorium, tetapi hanya melihat dari daring saja, sulit sekali membayangkannya.  Jadilah perlu visualisasi super besar dan focus yang sangat dalam untuk bisa melakukannya.

Jaringan internet:

Tidak semua mahasiswa tinggal bersama orangtuanya. Saat kuliah mulai daring, memang sebagian besar mahasiswa luar kota pulang kampung. Tapi yang di kota asal atau kampung halamannya, tidak semuanya punya wifi atau koneksi internet yang kuat.

Pembelajaran online itu butuh jaringan internet yang lancar dan kuat.   Jika tidak pasti proses belajarnya akan terganggu. Untuk dapat jaringan lancar dan kuat perlu kuota internet yang cukup dan provider yang mumpuni.

Nach, bagi mahasiswa dari keluarga kurang mampu hal ini jadi masalahnya.

Tugas yang Menumpuk:

Selain pekerjaan kuliah, pekerjaan di rumah pun tentu harus dilakukan. Ketika setiap mata kuliah  mengharuskan menyelesaikan tugas yang diberikan setiap harinya, dan tidak kunjung selesai, maka membuat para mahasiswa kelelahan.

Kegiatan kuliah jadi tidak kunjung selesai. Jadwal offline yang teratur jadi berantakan ketika kuliah online.

Solusi:

Kuliah daring atau online memang bukan hal yang mudah bagi semua perguruan tinggi. Hambatan baik untuk dosen yang belum siap untuk mengajar terampil dan berinteraksi dengan mahasiswa, tetapi juga kesulitan bagi mahasiswa sendiri.

Kenapa tidak dibuatkan blend learning?  Apa itu blend learning?

Secara sederhana blended learning adalah perpaduan tatap muka dengan materi yang diberikan secara online.  Mahasiswa diberikan ksempatan untuk ttap muka dengan dosen di dalam kelas, mereka juga bisa akses materi yang diberikan secara online dimana pun mereka berada.

Keuntungan dari blended learning adalah differentiated instruction (perbedaan instruksi) dan pacing and attendance (kenyaman dan kehadiran).

Sumber:
1. "Perpaduan Tatap Muka dan Kulina Online melalui Blended Learning" :   Kompas.com

2. "Perguruan Tinggi Perlu Lebih Adaptif"  :   e-kompas

3.  BEnarkah Kuliah Online SOlusi Pendidikan Masa kini? Ini Kata Dosen UNAIR :  Sevima.com

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun