Suatu ketika saya sedang  berbicara lancar dengan anak saya. Tanpa mengatakan suatu apa pun, tiba-tiba, dia mengalihkan mukanya dengan gadget/ponselnya dan membaca sesuatu di ponsel. Bagi saya, hal ini kurang beretika karena tanpa permisi, seolah-olah pembicaraan saya dan anak itu dianggap tak penting.  Lebih penting berita yang ada dalam gadget, padahal belum tentu berita itu penting.
Itulah yang disebut dengan "Phubbing". Â Sebaliknya, apabila saya berbicara dengan teman secara tatap muka, tanpa mengatakan apa-apa, saya langsung ambil gadget saya dan menatap dan membalas berita yang ada dalam gadget. Â
Jelas sekali bahwa relasi tatap muka yang begitu penting sekali, seolah diabaikan oleh lawan bicara hanya masalah keterikatan dengan gadget dan terus terfokus oleh gadget.
Kebiasaan "phubbing" Â itu telah diidentifikasi oleh survei di Amerika Serikat yang menemukan bahwa 17 persen orang melakukan "phubbing" setidaknya 4 kali sehari. Â Dari survei itu diketahui bahwa 32 persen responden merasa setidaknya 2 atau 3 kali sehari diabaikan oleh lawan bicara mereka , karena mereka selalu terfokus pada ponselnya.
Mengapa kebiasaan "phubbing" itu terjadi?
Orang yang lekat sekali dengan gadget dan tidak mampu membedakan mana yang lebih penting antara bicara atau komunikasi verbal tatap muka dengan komunikasi lewat gadget.
Fokus terhadap gadget yang tak pernah berhenti  (totalitas keterikatan ) dari pagi hari, siang, hingga malam membuat seseorang jadi candu pada gadget dan fokusnya hanya satu saja.
Adanya notifikasi di gadget, jadi bagian yang tak lepas dari "Phubbing". Â Sibuk dan khawatir tidka bisa lepas dari ponsel. Khawatir akan melewatkan telepon. Â Kurang yakin atau tidak merasa nyaman jika belum update media sosial.Â
Padahal komunikasi itu bukan sekedar di gadget, ada komunikasi tatap muka yang juga sangat penting. Ketika kita bicara tatap muka , kita mampu melihat gestur tubuh lawan bicara sehingga pembicaraan lebih lancar .Â
Pembicaraan tatap muka lebih mudah dipahami oleh lawan bicara ketika respon yang didapatkan berbeda dengan apa yang diharapkan.
Bahkan, saya pernah mengalami bahwa dengan bicara secara tatap muka itu jauh lebih efektif karena dapat menyelesaikan masalah pelik ketika kita bicara dengan efektif, menyampaikan dengan emosi, lugas, dan harapan yang dimengerti lawan bicara.
Dampak "Phubbing"
Saat orang sedang berbicara dengan orang lain, pada saat yang sama kamu juga melirik ponselmu , melihat ada apa di Instagram, atau membuat balasan kepada orang yang ada di Whatsapplication.
Meskipun perilaku "phubbing" dianggap sepele, namun penelitian menunjukkan bahwa "phubbing" dapat mengurangi atau menurunkan kualitas relasi sekaligus kesehatan mental kita.
Pembicaraan singkat dan membalas dengan singkat itu bukan ketrampilan komunikasi. Â Ketrampilan komunikasi yang baik dan efektif adalah kita dapat bertukar informasi, ide, menghasilkan perubahan sikap yang terjalin dengan adanya pemberi pesan dengan penerima pesan.Â
Dalam komunikasi itu berbicara efektif , penuh motivasi, dan perhatian, menggunakan indera kita  sehingga lawan bicara dapat respon dengan baik pula.
Bagaimana mengatasi "Phubbing"?
Saya sendiri tak bisa menjamin apakah kelekatan terhadap ponsel dapat dikurangi atau tidak. Â Tetapi tetap berharap bahwa tantangan 7 hari detoks notifikasi ini jadi solusinya.
- Pada hari pertama anda mulai unfollow akun orang yang tidak berkaitan atau relevan dengan Anda. Unsubscribe surel-surel yang tidak diinginkan.  Hapus aplikasi yang tidak digunakan.
- Pada hari kedua, Anda menonaktifkan "Push Notification".
- Pada hari ketiga, Anda harus berani melespaskan keinginan untuk mengecek ponsel begitu bangun tidur.
- Pada hari keempat, jauhkan diri dari tempat mengisi ulang daya ponsel. Hindari bermain ponsel sebelum tidur.
- Pada hari kelima, stop untuk membuka media sosial.
- Pada hari keenam, pergi makan atau tempat lain tanpa membawa ponsel.
- Pada hari ketujuh, mematikan ponsel seharian.
Tantangannya berat, bukan? Â Jika ada kemauan, tentu bisa. Â Tinggal kita memilih apakah kita mau atau tidak. Semua berpulang kepada keinginan dan kemauan untuk mengubah kebiasaan yang kurang baik.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI