Suatu waktu saya sedang belanja di salah satu toko di mall di Jakarta Selatan. Â Ketika sedang antri untuk membayar di kasir, di depan saya ada seorang anak perempuan muda yang mengeluarkan dompetnya. Â
Begitu dompet dibuka, saya melihat dengan mata sedikit terbelalak, begitu banyak deretan kartu-kartu yang berada di dompetnya.  Entah itu kartu ATM, kartu kredit, kartu debit, kartu  e-money, kartu e-money yang lainnya.Â
Lalu dia mengeluarkan salah satu kartunya, yang langsung mata saya menangkapnya sebagai kartu kredit. Lalu menggesek dan memasukkan pin untuk pembayaran.
BEgitu berlalu, saya berpikir sejenak, apakah kartu-kartu yang begitu banyak itu symbol dari gaya hidup post modern. Â Semua serba kartu dan tidak ada uang tunai lagi. Â Ketika uang tunai sudah tidak laku lagi, sebagai penggantinya adalah kartu-kartu ATM dari berbagai bank , kartu kredit dan pelbagai kartu e-money.
Ada yang menarik di sini, semua kartu itu tentunya punya fungsi untuk pembayaran, tapi mengapa begitu banyak kartu yang harus dimiliki. Kadang-kadang ketika kita buka rekening di satu bank, otomatis kartu yang dimiliki adalah ATM atau kartu debit. Â
Nach, setelah itu ada penawaran berbagai macam yang ditawarkan oleh bank atau justru keinginan kita untuk memiliki jenis kartu yang lainnya seperti kartu kredit, Cash Card, Charge card .Â
Tiap jenis punya bermacam-macam tipenya contoh kartu kredit ada kartu kredit silver, gold, platinum (tergantung dari limitnya), juga kartu debit punya ada berbagai jenisnya untuk pelajar, anak, pekerja, pebisnis dan masing-masing ada limitnya).
Belum lagi kartu-kartu untuk transportasi, Â Kartu Multi Trip KRL, Kartu Prabayar Bank X E-Toll Bussway, Â Kartu Flazz Bank eMoney, Kartu Jak Lingko untuk MRT. Â Begitu banyaknya jenis kartu untuk tiap transportasi cukup membingungkan.
Ada cerita yang lucu sekali tentang kartu transportasi.  Anak saya,  selesai kuliah dari Melbourne, harus bekerja di Jakarta, dia selalu tertukar antara kartu kereta dan kartu untuk  Busway.  Kebingungan ini terjadi karena di Melbourne cukup hanya satu kartu baik itu untuk kereta maupun untuk bus.
Suatu ketika dia ingin top up kartu Multritrip KRL,  dia memberikan  KTP kepada kasir.  Tentunya kasir menolak.  Dia tak sadar bahwa kartu yang diserahkan kepada kasir adalah kartu yang salah. Dia hampir marah, beruntung dia sadar setelah memperhatikan kartu yang diberikan itu ternyata KTP.
Apa makna banyak Kartu?
Setiap orang yang punya kartu di dalam dompetnya perlu menyadari apakah semua kartu harus dibawa semua sekaligus dalam satu dompet?
Sebenarnya hanya diperlukan satu kartu ATM dari sebuah bank, jika punya dua ATM dari dua bank, sisihkan yang satu di rumah saja. Â KTP tentu harus dan wajib dibawa. Â Kartu kredit sebaiknya ditinggal di rumah , apabila memang berencana untuk membeli barang yang perlu kartu kredit barulah dibawa. Â
Kartu transportasi yang masih cukup bervariasi dan beragam terpaksa harus dibawa karena diperlukan sekali.  Diharapkan pemerintah terutama DKI yang telah berhasil mengintegrasi transportasi KRL dengan transportasi lainnya seperti bus, taxi  dan online , juga akan mengintegrasikan pembayaran dengan hanya satu kartu saja.
Masalah banyak kartu:
Suami saya pernah ketinggalan dompetnya ketika tidak menyadari dompetnya jatuh. Â Beruntung hal itu terjadi di negara tetangga. Â Begitu melapor kepada polisi, dompet dan beserta isinya masih utuh tanpa diambil oleh orang yang menemukannya.
Tidak bisa membayangkan apabila dompet yang banyak kartunya dicuri orang (terjadi dengan teman saya). Teman saya yang seharusnya harus pergi ke kantor, terpaksa pagi-pagi harus menelpon dan mendatangani semua bank dari kartu-kartu yang dimilikinya untuk memblokirnya. Â Alangkah repotnya sampai dia sendiri merasa tidak nyaman untuk membawa banyak kartu setelah peristiwa itu.
Banyak kartu bukan "bonafid"
Seorang teman yang punya gaya hidup "urban" dan  lifestyle jetset, ingin memamerkan identitas dengan kartu-kartu kredit yang dimilikinya.  Ketika membayar makan-makan bersama temannya, dia selalu menyodorkan kartu kredit kategori papan atas. Â
Namun, apa yang terjadi , ketika akhir bulan dan tagihan datang, dia sendiri bingung, mengapa jumlah tagihan kartu-kartunya membengkak. Â Dia tak pernah melakukan rekonsiliasi atas pengeluaran yang tak disadarinya menggunakan berbagai macam kartu. Â Setelah itu dia pun mulai menyadari cukup punya satu kartu dan selalu tertib untuk melakukan rekonsiliasi setiap kali bertransaksi.
Dengan adanya elektronik banking yang mempermudah pembayaran, kita pun tidak perlu bawa kartu sedemikian banyaknya. Â Selain mengurangi risiko, juga mengurangi pekerjaan untuk reskonsilitasi dari semua transaksi yang dibuat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H