Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Surprise" Menerima Ucapan Terima Kasih dari Kompas Saat Ultah ke-55

28 Juni 2020   18:36 Diperbarui: 28 Juni 2020   18:39 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada perbedaan dari masing-masing, tapi ada istimewa dari masing pribadi.  

Jakob Oetomo dikenal dengan nama manusia bonafide.   Bonafide yang bukan berarti memiliki uang banyak dan kekayaan yang wah, tetapi beliau adalah orang yang dapat dipercaya, jujur , tulus dan satu kata dengan perbuatannya.   Mungkin tepatnya adalah integritas tetapi ada nilai tambah yaitu beliau sangat piawai untuk mencapai tujuan bersama.  Beliau seorang achiever penggapai prestasi yang belum tentu dimiliki oleh mereka yang punya integritas.

Wajah Kompas yang berubah:

Saya mau kembali kepada wajah Kompas, setelah mengikuti hampir puluhan tahun dengan wajah hitam putih, Kompas berubah layoutnya dengan warna warni.  Cerah dan sering kagum dengan foto-foto yangdisajikan di halaman belakang .

Rupanya perubahan wajah ini bukan semata-mata demi kepentingan bisnis saja, tetapi juga atas keinginan dari pembacanya yang setia. Setiap tahun saya mendapat permintaan survei tentang layout dan segala detail tentang Kompas.  Pernah saya diundang ke Kompas untuk membahas tentang details dari layout dan isi  (saya terpilih dari sekian ratusan ribu pembacanya).

Bukan sekedar wajah, tapi juga inovasinya untuk mengikuti zaman digital pun diikutinya.  Setelah mempertimbangkan beberapa kali, saya sebagai pembaca setia Kompas cetak, mulai mempertimbangkan untuk ganti dengan kompas digital premium. Sulitnya pertimbangan saya karena menyentuh kemanusian loper koran. Loper koran yang bertahun-tahun mengirimkan koran cetak itu datang kepada saya untuk kembali berlangganan Kompas Cetak bukan Kompas digital.  "Ngga apa dikurangi komisi saya, yang penting Ibu tetap langganan Kompas cetak!", katanya memelas.

Pertama kali membaca, luar biasa sulitnya. Maklum saya sudah tua, jadi format yang dibuatnya itu bukan dari atas ke bawah, tapi dari kiri ke kanan. Saya harus menggeser perlahan, sering terjadi, harus ke kiri dan kekanan, repotnya luar biasa.

Saya tak pernah komplain sama sekali. Namun, empat bulan terakhir, saya bersyukur karena wajah atau layout Kompas digital berubah, baik dari segi penataannya dari atas ke bawah maupun konten tentang Indonesia yang jauh lebih banyak. Kompas jadi Indonesia kecil yang sedang membangun.  Bahasa dan heterogenitas dari pembacanya menjadi acuan Kompas.

Kompas memang tak bisa meninggalkan peran dari orang yang berjibaku di belakang layar seperti tukang loper koran, entah apa yang terjadi setelah disrupsi. Pertimbangan matang Kompas apa yang harus dilakukan untuk mengikuti derasnya zaman digital, tapi juga mengerem tentang kemanusian yaitu orang berjasa dalam keberlangsungkan Kompas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun