"Oh, iya Bu!" katanya.
Tak lama kemudian saya lihat dia bawa bungkusan dari pasar. Saya sudah mengintip apa yang dibelinya, ada sepatu untuk anaknya  dan sarung bagi si Mbah.Â
2 minggu jelang Lebaran, pembantu sudah minta izin pulang kampung. Â Saya bilang , hati-hati yach, tidak usah ngebut dan selalu banyak istirahat, jangan sampai ngantuk. Â
Rasanya nasehat saya terlalu banyak. Senyumannya sungguh penuh arti. Â Saya paham benar sebagai orangtua selalu mengkhawatirkan banyak hal
3 minggu selesai Lebaran barulah pembantu balik dari mudik. Tapi yang ngga disangka-sangka itu oleh-olehnya begitu banyak. Kacang panjang dan gula aren. Â Kacang panjang yang masih sangat "fresh" dari panen di kampung di bawa ke kota buat oleh-oleh.Â
Juga gula aren itu dari hasil metik pohon aren dan diolah di kampungnya.  Sehari-hari ibu dan ayah pembantu saya itu adalah petani yang punya ladang cukup produktif. Wah saya terharu banget dibawakan oleh-oleh dari kampung yang memang sangat saya sukai untuk  dimasak.
*****
Idul Fitri tahun lalu saya jadi pengamat Lebaran yang setia memantau lebaran teman-teman saya. Â Terus terang, saya tak suka ke tempat di luar kota berdesakan orang banyak. Â Lebih baik menikmati Lebaran tenang di rumah, tapi saya merasakan sensansi euphoria dari teman-teman yang akan dan sedang mudik.Â
Saya chat kepada teman-teman, apakah mereka sudah memiliki tiket kereta/pesawat untuk mudik. Â Sebagian besar menjawab bahwa mereka tidak berminat beli tiket pesawat atau kereta api.
Saya agak terheran-heran mendengar jawabannya. Â
"Loh, daripada kalian bermacet ria berkilo meter ngantri di toll dan dimana saja sampai di tempat mudik pun masih ngantri".