Hari Minggu tanggal 8 Maret 2020, itu bukanlah hari Minggu seperti biasanya. Â Ada peristiwa penting yang menggugah perasaan saya dan anak saya.
Setiap minggu sehabis ibadah Gereja, saya bersama anak, berbelanja di satu supermarket untuk belanja mingguan. Â Begitu sampai di depan gerai supermarket, kami tertegun, heran melihat banyaknya orang yang antri di pembayaran kasir. Â Antrian mengular panjang itu karena mereka membeli begitu banyak sembako di dalam troly keranjang . Â Bukan main ada yang membeli beras 2 karung dari ukuran 10 kg, minyak goreng 5 botol, 5 roll tissue gulung, 4 kg gula pasir.
Peristiwa yang sulit dipahami oleh kami itu, membuka pembicaraan dengan anak. Â "Loh, ini khan belum puasa atau lebaran? tanya anak saya dengan terheran-heran.
"Iya betul, lebaran masih lama. Â Mamah pikir ini semua terjadi karena "panic buying". Â Ingat beberapa hari yang lalu ada pidato pak Jokowi yang mengatakan ditemukan 2 pasien positif covid -19".
"Tapi kenapa mereka borong makanan, sembako seolah-olah tidak ada hari esok. Â Apakah tokonya akan tutup?" tanya anak saya.
"Tidak toko tidak akan tutup. Â Seperti tadi mamah jelaskan ini namanya "panic buying". Â Ketika orang mendengar sesuatu berita jelek, otak merespon dengan hal-hal yang tidak rasional. Kecemasan akan ketidakpastian, orang jadi panik dan tidak bisa mengkontrol lagi."
"Apabila semua orang borong barang, apa yang terjadi jika mereka yang tidak punya uang dan terlambat belinya!" seru anak.
"Panic-buying dapat menimbulkan kerugian sosial dan ekonomi dalam masyarakat.  Jika permintaan barang banyak, sedangkan persediaan sedikit, harga akan melambung naik.  Bukan hanya harga saja, tetapi berakibat fatal yaitu stabilitas ekonomi  nasional jadi rusak. Â
Mamah masih ingat waktu peristiwa resesi 1998, begitu cepat pulang kerja, penjarahan toko sembako, gerai yang jual kebutuhan sehari terjadi. Â Setelah itu, orang sulit lagi cari bahan makanan, bahkan kondisi mencekam karena lembaga keuangan pun ikut mengalami kesulitan dalam likuiditas. Semua orang "rush" mencairkan dananya, depositonya dan ambil uang di ATM. Takut nanti tidak bisa ambil uang karena kehabisan uang."
BERPERILAKU CERDAS
- Bela Rasa
Begitu Bapak Jokowi memerintahkan agar masyarakat  Bekerja, Belajar dan Beribadah di rumah, maka respon orang pun berbeda-beda.  Pengaruh dari himbauan "physical distance" ini dimaknai oleh sejumlah orang dengan melihat realitas hidup yang sangat sulit sekali ketika berada di rumah.Â
Ketika semua kegiatan berpusat  di rumah,  bagi pekerja informal hal  itu adalah yang paling sulit dan rentan terimbas  pandemi Covid-19. Pendapatan terjun bebas, terutama mereka yang jadi pedagang kecil berjualan makanan, tukang ojek online, pedagang-pedagang di Tanah Abang yang harus menutup lapaknya demi "physical distance".
Ketika saya harus ke dokter di suatu rumah sakit, supir dari pengemudi mobil online, itu memulai percakapan dengan keluh kesah tentang sulitnya pesanan selama dua pekan ini. Â Panggilan atau pesanan menurun drastis, sedangkan ia harus menghidupi anak-anaknya ditambah dengan cicilan mobil yang tiap bulan harus dibayarnya.
Keluh kesah ini tentunya tidak berarti jika kita semua hanya berpangku tangan, tidak ada bela rasa dari sekian pelanggan atau orang yang mau bersedia berbagi .  Berbagi kepada orang lain walaupun dia sendiri dalam kondisi sulit atau pada titik nadir. Teringat seorang bernama Bambang Erbata Kalingga. Dia seorang buka usaha membuat produk pendukung bermacam-macam industri.  Ketika dia melihat ada wabah Covid-19 merebak, tanpa diminta oleh siapa pun, dia buatkan wastafel berbiaya Rp.1,25 dari koceknya sendiri.  Padahal, pekerjaan sedang turun drastis dan dia harus bayar hutang , iuran listrik dan lain-lainnya.  Kesigapan dan hati yang empati dari Bambang itu membuat namanya dikenal dan akhirnya dia mendapatkan  25 pesanan wastafel dari pelbagai propinsi.
- Sehati Menangkal Pandemi
Pandemi Covid-19 tidak dapat diatasi oleh Pemerintah atau pejabat Kementrian Kesehatan saja.  Ada orang-orang atau institusi  yang harus mau menyingsingkan baju untuk bekerja sama , bersatu padu menangkal dan melawan Covid-19.
Pemerintah akan membuat langkah-langkah kebijakan dalam Covid 19 dengan keuangan negara untuk mengatasi dampak sosial dari physical distance yang diterapkan.Â
Alokasi dana dari APBN khusus untuk menangani Covid-19 dianggarkan sebesar Rp.75 triliun untuk asuransi dokter, perawat, tenaga medis dan Alat Pelindung diri (APD).
Juga ada paket perlindungan sosial berupa stimulus Social Safety Net (SSN) berupa tariff listrik gratis untuk 24 juta rakyat miskin pengguna listrik 400VA selama tiga bulan.
Bansos yang merupakan program SSN menyasar kepada keluarga miskin PKH (Program Keluarga Harapan) dengan dinaikan jumlah jadi 20 juta dari 15 juta dan pemberiannya dari Rp.150.000 jadi Rp.200.000
Recovery Bond atau surat utang pemerintah dalam bentuk rupiah dibeli oleh Bank Indonesia dan investor baik swasta maupun BUMN di pasar primer.Â
Begitu banyak kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah. Lalu bagaimana peran rakyat yang merasa sulit hidupnya. Â Tentu tidak hanya berkeluh kesah ada kreativitas dalam setiap usaha.
Annae Avianti seorang designer yang terkenal pun turun tangan untuk mengatasi kekurangan APD dari rumah sakit untuk tenaga medis. Â Dia tidak bekerja untuk kepentingan bisnis, tapi dia menerima pesanan khusus dari rumah sakit yang membutuhkan. APD ini harus dibuat cepat dalam jumlah banyak karena rumah sakit dan semua fasilitas kesehatan membutuhkannya.
- Kreativitas dalam Krisis
Melihat kondisi krisis ekonomi karena lumpuhnya kegiatan ekonomi, bukan dimaknai dengan sedih, menyalahkan kepada Pemerintah , komplain kepada Pemerintah yang lambat bekerja.
Sebaliknya, ada jiwa kreativitas yang muncul apabila kita mau berjuang sampai krisis berakhir.
Seorang teman yang buka kuliner, restonya terpaksa harus tutup karena kebijakan pemerintah untuk physical distancing. Â Namun, dengan daya kreativitas yang tinggi, dia menerima makanan yang sudah divakum sehingga orang tinggal mudah memasaknya. Pesanan order pun berdatangan karena selain diolah dengan higenis juga cara kreatif dalam kemasan maupun penjualannya.
Di tempat saya tinggal, tukang sayur di pasar, sangat kreatif melihat penurunan omzet pembeli. Dia menyebarkan flyer kepada kami melalui Dinas Perdagangan Tangerang Selatan untuk beli atau pesan secara online, barang akan diantar.  Ide yang sangat luar biasa yang tak pernah terpikirkan sebelumnya.
- Membantu UMKM kecil
UMKM kecil seperti pedagang sayur, pedagang makanan kecil yang selalu rajin berjualan di pasar adalah orang yang mengalami dampak besar saat Covid-19. Â Hasil penjualannya turun drastis karena pembeli sepi . Mereka takut ke pasar bahkan pembeli lebih suka beli sayur di gerai besar atau mall. Â Inilah saatnya bagi saya untuk membantu mereka untuk membeli kebutuhan rumah tangga di tempat pelanggan saya maupun pedagang sayuran di pasar. Â Meskipun harga sayur lebih mahal dari biasanya, demi keberlangsungan kehidupan para pedagang kecil, saya tetap beli dari pedagang sayur di pasar.
Peran Bank Indonesia dalam Krisis Covid-19
 Bank Indonesia tidak berpangku tangan melihat kondisi krisis keuangan yang melanda Indonesia karena Covid-19 .  Krisis keuangan sekarang (tekanan global lebih besar daripada tekanan lokal)  ini berbeda dengan apa yang terjadi di tahun 1998 yaitu Krisis moneter, demikian komentar  Bapak  Perry Warjiyo, Gubenur Bank Indonesia .
Menjaga stabilitas Makroprudensial dengan ketat:
 Makroprudensial merupakan kebijakan yang fungsinya agar sistem keuangan nasional efektif dan efisien.  Bertahan ketika terjadi kerentanan internal (Covid-19)  dan eksternal (tekanan investor asing) .Â
Kebijakan makroprudensial ini tujuannya mengawasi dan mengatur sistem keuangan nasional secara makro.
Sistem Keuangan nasional itu itu menyeluruh mulai dari lembaga keuangan, Pasar Keuangan (Bursa Efek), infrastruktur keuangan (OJK), Perbankan, Lembaga non keuangan, sampai Rumah Tangga.
Agar supaya semua stakeholder keuangannya sehat dan terjaga, Bank Indonesia memiki cara untuk mengidentifikasi risiko-risiko yang mungkin bisa menimbulkan potensi risiko sistemik.
Pengaturan itu diterapkan kepada seluruh stakeholder agar tidak berperilaku yang berlebihan saat ekonomi sedang kontraksi, lumpuh . Pertumbuhan ekonomi yang diprojeksikan 5,2% itu sudah menurun menjadi 2,3% Â atau -0,4% dalam skenario terburuknya.
Bank Indonesia selalu mengingatkan kita semua sebagai warga agar tidak "panic-buying" yang akan memparah kondisi perekonomian . Pembelian barang dengan "over-buying", menimbun barang untuk kepentingan bisnis,  akan menimbulkan harga di pasar jadi tidak wajar, akibatnya  lainnya juga lembaga yang menangani barang misalnya beras ditangani oleh BULOG, harus impor beras sebelum waktunya. Risiko impor ini semakin memberatkan angka impor kita sekarang sudah di angka -16.65%.  Apabila keuangan satu lembaga hancur, akan berakibat fatal merembet kepada keuangan negara secara keseluruhan.
Tidak tinggal diam, untuk mengurangi dan mencegah risiko-risiko sistemik yang ditimbulkan oleh pandemi Covid-19, Â Bank Indonesia pun telah mengambil langkah-langkah yang progresif.
Empat langkah yang telah dilakukan BI dalam rangka pandemi Covid 19:
1.Menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan Meredakan Outflow Aliran Modal Asing
 Menurut Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, Nilai  tukar Rupiah bergerak dalam mekanisme pasar yang baik.  BI telah memenuhi kebutuhan valas melalui pembelian spot dan transaksi Domestik Non-Deliverable Forward (DNDF).Â
Meredanya aliran outflow asing, berakhir seminggu terakhir. Â Bank Indonesia selalu memonitor cadangan devisa baik penggunaannya maupun pemasukannya. Â Demi stabilitas selalu dimonitor agar cadangan dapat memenuhi kebutuhan paling sedikit tiga bulan.
2. Menjaga kelancaran sistem pembayaran
BI, OJK, Industri Perbankan, PJSP, PJPUR menjaga kelancaran sistem pembayaran dan transaksi keuangan untuk mendukung kegiatan ekonomi
Adanya penyesuaian jadwal kegiatan operasional per 30 Maret , koordinasi antara BI dengan perbankan dengan melakukan split operation, BI memastikan kebutuhan tunai tercukupi, BI menghimbau masyarakat untuk melakukan transaksi non-tunai.
3. Melakukan komunikasi dengan investor global dan otoritas moneter di regional
BI  menjaga komunikasi investor global dari otoritas moneter global tentang perkembangan ekonomi Indonesia dan langkah stabilisasi  pasar dan moneter.  BI meyakinkan  kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia dengan stabilitas sistem keuangan tetap terjaga.
 4. Perkuat stabilitas moneter dan pasar keuangan        Â
BI memastikan bahwa lembaga-lembaga keuangan, perbankan memiliki kondisi keuangan yang baik dibandingkan dengan krisis moneter Asia dan Global Financial Crisis.  Perbankan harus tetap mempertahankan CAR di Januari 2020, 23,3% dan rasio kredit bermasalah tetap rendah 2,77% .
BI akan tetap berkoordinasi dengan Kementrian Keuangan, OJK, LPS memonitor secara cermat dinamika penyebaran Covid-19 dan dampak dari skenario dari kebijakan Kementrian Keuangan dan Presiden Jokowi bagi rakyat Indonesia. Contohnya adanya relaksasi dan perpanjangan pembayaran  kredit bagi UKM dan debitor kecil kepada pemberi kredit (Bank, Perusahaan Leasing ).
Semoga kita semua jadi pelaku-pelaku Cerdas dalam menyikapi pandemi Covid19.
Referensi:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H