Setiap tanggal 10 November, semua orang mengenalnya sebagai Hari Pahlawan. Bahkan, hari ini tanggal 10 Nopember 2019 pun Hari Pahlawan itu diperingati dengan cara yang sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Upacara penghormatan di Kalibata untuk pahlawan yang telah gugur untuk perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia atau perjuangan mempertahankan Kemerdekaan.
Tidak ada yang salah dengan semua peringatan formal yang telah bertahun-tahun diadakan. Namun, selayaknya kita juga perlu disadarkan bahwa makna pahlawan itu bukan sekedar melawan perjuangan fisik untuk kedaulatan negara. Tetapi mereka yang ada di belakang layar yang bekerja untuk kepenting orang lain .
Apalagi, Kementrian Sosial mencanangkan dan mengusung tema untuk Hari Pahlawan kali ini dengan judul "Aku Pahlawan Masa Kini".
Kebetulan hari Pahlawan berdekatan dengan hari International Anti Impunitas terhadap kekerasan Jurnalis , 2 Nopember 2019. Data dari Unesco Observatory of Killed Journalist menyatakan bahwa sejak 2 Juni 1993 hingga 10 Oktober 2019 yaitu selama hampir 26 tahun ada 1360 jurnalis tewas terbunuh. Jika dihitung secara matematika, dalam 26 tahun tiap tahun ada rata-rata 52 jurnalis yang tewas.
Kasus pembunuhan jurnalis yang tewas itu memang sangat memprihatinkan karena hampir semua pelaku pembunuhnya tidak dihukum. Betapa tragisnya dan besarnya risiko yang dihadapi para jurnalis di dunia dalam menjalankan pekerjaannya.
Ancaman Jurnalis
Tidak hanya menuliskan dan mengumpulkan beriat, jurnalis juga harus menuliskan berita dan menyajikan fakta di lapangan bukan karangan atau bias . Ketika berada di lapangan itulah, tugas dan beban pekerjaan tiap jenis pekerjaan jurnalis pasti ada risikonya.
Sebagai jurnalis yang punya martabat tinggi dan junjung etika mereka itu pasti meliput peristiwa atau kejadian sesuai dengan fakta, tidak bisa ditutupi . Mereka bekerja dengan etika yang tinggi. Mereka seharusnya tidak bisa disuap untuk menuliskan suatu liputan hanya berdasarkan pesanan dari mereka mampu membeli liputannya.
Ketika liputan yang mereka sajikan itu mengandung unsur suatu kebenaran yang tidak disukai oleh suatu kelompok atau mereka yang terlibat di dalam pemberitaan, pasti akan muncul suatu ancaman bagi jurnalis.
Seperti halnya dua orang perempuan jurnalis yang terbunuh. Seorang jurnalis perempuan terkemuka Afganistan, Minal Mangal.
Saat itu Mirna sedang menunggu di jemput mobil di suatu jalan dekat pasar. Tiba-tiba ada penyerangan dari seorang pria bersenjata yang menumpang sepeda motor dan menembakan empat peluru ke atas dan juga menembakkan peluru mengenai dada Mangal.
Memang sebelumnya dia telah mendapat ancaman dari sekelompok orang yang menyatakan ketidak sukannya atas pernyataan hak-hak perempuan yang sering diabaikan di Afganistan.Â
Pernah menonton Privae War? Cerita kehidupan nyata dari seorang wartawati, Marie Colvin, meliput ganasnya medan peperangan. Tidak hanya sebagai pejuang penulis peperangan yang tak kenal takut, dia juga memberikan fakta-fakta kebenaran terhadap orang yang lemah dan terjebak dalam perang.Â
Sayang, nasib Marie Colvin yang matanya sudah tinggal satu akibat terkena peluru perang, itu harus bernasib tragis. Walaupun biasanya dia bisa lolos dari tembakan tentara, kali itu nasibnya sungguh malang , peluru itu telah menghilangkan nyawanya.
Bekerja untuk Kepentingan orang lain
Selain wartawan, ada beberapa profesi yang patut kita acungi jempol dan kita bisa anggap sebagai pahlawan. Mereka itu adalah para petani, pejuang lingkungan hidup , pejuang yang menyelamatkan rakyat dari penindasan.
Contohnya, Loir Botor Dingit, penerima Goldman Environmental Prize 1997. Dia seorang petani rotan Daya Berntian, Kalimatan Timur. Loir Botor memperjuangkan hak-hak dasar yang dilanggar oleh korporasi kayu perusak hutan adat. Dia terus menggalang dan menggerangkan adata Dayak Bentian untukt idak menyerah kepada kekuasaan dan minta petisi kepada Pemerintah Indonesia tentang penerbitan sertifikat kepemilikan tanah untuk wilayah hutand adat.
Dengan beraninya dia mempimpin masyarat adat Dayak Bentian bertemu dengan Kementrian Transmigrasi untuk mengeluarkan pernyataan publik menghormati hak suku bangsa Kalimatan. Akhirnya, ia diakui sebagai Ketua Dewan Adat Dayak Bentian, dan daerahnya dijadikan proyek percontohan pengelolaan 10.000 hektar hutan.
Semoga masih banyak pahlawan tanpa tanda jasa yang terus bekerja untuk kepentingan masyarakat dan bangsa Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H