Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Satia, Bocah Penderita Obesitas Itu Telah Wafat

29 September 2019   21:22 Diperbarui: 29 September 2019   21:35 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Orangtua terutama ibu-ibu tentunya akan merasa senang  jika anaknya suka makan . Suka makan saat masa kembang anak memang diperlukan  karena biasanya  anak-anak itu sulit makan. Justru anak ingin makan hanya yang dia inginkan dan apa yang diinginkan itu bukan makanan sehat seperti, gorengan, fast food . 

Salahnya, paradigma ibu yang penting anaknya mau makan, entah itu makanan sehat atau tidak tidak peduli.  Akhirnya, anak itu terbiasa makan dengan hal-hal yang tidak sehat. Ketika tiba-tiba anak itu makan dengan jumlah banyak tetapi tidak sehat, hal ini akan menimbulkan obesitas.  Obesitas yang tidak terkontrol berakhir dengan penyakit seperti tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, stroke, serangan jantung, diabetes tipe 2, penyakit pernafasan, gangguan pola tidur, penyakit perlemakan hati non-alkoholik, gangguan pada tulang.

Obesitas itu adalah suatu kondisi medis berupa kelebihan lemak tubuh yang terakumulasi sedemikian rupa sehinggal meimbulkan dampak merugikan bagi kesehatan, dan kemudian menurunkan harapan hidup dan /atau meningkatkan masalah kesehatan.

Masih ingat dengan bocah yang bernama Satia asal Desa Pasirjaya,Kecamatan Cilamaya Wetan, Kabupaten Karawang.  Usia Satia masih 7 tahun, namun  berat badan hampir 90 kg dan dua bulan terakhir sudah hampir mencapai 101 kg. 

Setiap hari Satia makan enam kali dengan porsi yang sangat luar biasa besarnya ditambah dengan ngemil seperti bakso.   Tentu cara  makan besar ini sudah dimulai sejak dia kecil.  Namun, sayang sekali sang ibu tidak membatasinya sehingga terjadilah obesitas yang berkelanjutan. Tiga tahun terakhir badanya terus menggelembung mulai dari 105 kilogram menjadi 110 kilogram, naik 5 kilogram.  Komariah menyebut beberapa bulan lalu, saat dibawa ke RSUD Karawang, Satia dinyatakan sehat. Ia hanya menderita obesitas.

Hari Jumat kemarin Satia merasa sakit batuk dan sesak nafas, lalu dibawa ke Puskesmas.  Dokter telah menyarankan Satia dibawa ke Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

Sabtu siang, Satia mengadu kesakitan karena tidak bisa bernafas ,  belum sempat dibawa ke RSHS, Satia telah menghembuskan nafas terakhirnya pada hari minggu.

Ada empat bocah yang menderita obesitas di Karawang , tiga diantaranya telah meninggal dunia termasuk Satia.  Hanya tinggal satu bocah yang bernama Aria . Aria bisa bertahan karena usus besarnya telah dioperasi sehingga nafsu makannya telah banyak direm.

Menurut penelitian dari WHO dan UNICEF, Indonesia memiliki persentase yang cukup besar yaitu sebesar 12 persen untuk anak obestias dan anak malnutrisi (gizi buruk).

Obesitas pada anak terjadi apabila berat badan mereka melebih berat normal berdasarkan tinggi badan. Kondisi ini sangat berbahaya karena membuat mereka berisiko tinggi mengidap penyakit kronis dan stres.

Obesitas berbeda dengan kelbihan berat badan. Penentuan diagnosa obestias dilakukan oleh dokter  dengan mengukur berat dan tinggi badan anak dan mengkalkulasi Indeks Massa Tubuh /IMT anak.  Hasil ini dibandingkan dengan nila standar normal.

Faktor pemicu Obesitas:

Beberapa faktor yang jadi pemicu obesitas sangat berkaitan satu dengan yang lainnya:

  • Gaya hidup: Pola makan tidak sehat banyak kaloriiiii yang berlebihan dan tidak aktif bergerak. Mengonsumi makanan kaya kandungan lemak jenuh dan gula (eskrim, coklat, permen), makanan siap saji dan kebiasaan tidak bergerak hanya lihat TV berjama-jam dan main game .
  • Faktor genetis:  ada anggota keluarga yang mengidap obesitas sehingga anaknya juga menderita obesitas dan gaya hidup orangtua ditularkan sama dengan anaknya.
  • Faktor psikologis: ada anak-anak remaja yang menjadikan makanan sebagai pelarian dari rasa frustrasi atau stres karena pelajaran sekolah, masalah, bosan dan bentuk emosional yang lainnya.

Bagaimana mendiagnosis Obesitas:

Dengan memeriksakan kepada dokter sebelum terlambat.   Ibu sebagai orang terdekatnya melihat kebiasaan , perilaku, aktivitas anak yang memungkinkan obesitas.  Ibu mencatat makanan apa saja yang sering dikonsumi anak selama sepekan, juga catatan obat dan vitamin yang dikonsumi anak.  Dokter biasanya akan menananyakan aktivitas dan pola makan keluarga sehari-hari dan riwayat anggota keluarga yang mengidap obestias.

Mendamping Anak dengan Obesitas:

Pastikan orangtua atau ibu selalu memberikan pola makan yang sehat dan bergizi kepada anak.   Ajak anak bermain fisik palsing tidak seminggu sekali agar berat badan turun. 

Penurunan berat badan harus turun dalam jangka panjang secara bertahap. Perlu konsultasi kepada dokter anak, seberapa jauh penurunan berat badan yang dieal , umumnya 0,5-0,9 kiligoram satu bulan untuk obesitas tidak parah.

Ajak anak berolahraga dan berikan contoh bagaimana gaya hidup sehat dengan makan sehat, tidak merokok, berolahraga teratur.

Selalu periksakan secara berkala ke dokter untuk menjalani penghitungan IMT guna mendeteksi risiko obestias terutama jika anak Anda terlihat kelebihan berat badan. Contohnya seorang anak laki-laki berusia 8 tahun dengan berat badan 50 kilogram, dan tinggi badan 1,2 meter, maka IMT-nya adalah:

50 kg/(1,20 m)2 = 50/1.44 34,7 kg/m2

Mendorong anak untuk mau menerapkan pola hidup sehat dan mencegahnya supaya tidak terjadi gangguan kesehatan serius nantinya.

Pola tidur yang berkualitas.  Kurang tidur adalah faktor utama penyebab obesitas.  

Durasi tidur yang tepat sesuai dengan usia:

12-18 tahun: 8,5 per jam/hari
5-12   tahun:  10 -11 jam  /hari
3-5 tahun    : 11 -13 jam /hari
1-3 tahun:  12 -14 jam/hari

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun