Namun pada prakteknya pengusaha lebih memilih mengikuti ketetapan pemerintah ketimbang melihat buruhnya tidak konsentrasi kerja , apalagi ada buruh-buruhnya yang ikut mudik bersama yang diprakasai oleh BUMN maupun perusahaan swasta.
Bagaikan buah simakalama bagi pengusaha, jika tidak memberikan cuti bersama kepada buruhnya, cost dari produksinya akan jauh mahal karena buruh harus overtime dan secara psikologis hasil produksinya tidak berkualitas tinggi karena faktor keinginan pulang kampung dari buruh lebih besar ketimbang bekerja dengan overtime.
Ada dampak positif dan negatif dengan adanya keputusan pemerintah untuk menambah libur lebaran. Â Pengusaha ritel harus menggenjot produksinya sebelum lebaran dan pengusaha logistik juga demikian, namun akan merasakan pengurangan produktivitas dari pegawainya selama liburan panjang.
Jika ditilik dari pasar modal atau Bursa Efek, libur panjang  , maka bursa akan kehilangan momentum transaksi yang bagus karena bisnis internasional tidak mengenal libur.  Beberapa hari saja mereka tidak bertransaksi akan bisa dihitung kerugiannya.  Bagi para broker atau pialang di Bursa kerugian tidak adanya pendapatan dari transaksi, padahal mereka harus membayar sewa kantor dan gaji pegawai yang tetap sama di bayar.  Jika nilai transaksi per hari di BEI itu sekitar 9 triliun rupiah, kalikan saja berapa hari libur dan itulah kerugian yang dialami oleh bursa .
Dampak libur panjang lebaran dimana warga semua banyak yang mudik, maka perputaran ekonomi dengan konsumsi masyarakat dan sektor ritel di saat liburan lebih banyak di daerah .Â
Efek negatifnya, investasi,industri, ekospor dan aktivitas bisnis secara umum turun. Â Walaupun konsumis rumah tangga itu kontribusi 56 persen terhadap PDB tetapi isis penegeluar ekspor berperan 20 persen, ivnestasi langsung 32 persen terhadap PDB. Â
Melihat besarnya efek dari masing masing sektor ke ekonomi, maka selayaknya Pemerintah juga mempertimbangkan kembali hubungan libur dengan produktivias dunia usaha. Apalagi jika target ekonomi Indonesia ingin bertumbuh tinggi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H