Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menilik Keuntungan dan Kerugian Kebijakan Libur Bersama Lebaran

3 Juni 2019   15:33 Diperbarui: 3 Juni 2019   15:43 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
tribuneBanjarmasin.com

Saya baru menyadari liburan lebaran 2019 ini sangat panjang ketika hari Jumat tanggal 31 Mei 2019 datang ke kantor suatu bank.  Saya bertanya kepada salah satu pegawai bank:  "Libur dari tanggal berapa sampai tanggal berapa?" 

"Tanggal 3 hari Senin sampai dengan tanggal 7 Hari Jumat dan kantor masuk tanggal 10 Juni 2019", jawabnya.

Begitu mendengar penjelasan itu, saya cukup kaget karena tidak menyangka bahwa ada 5 hari kerja ditambah 2 x Sabtu dan 2X Minggu total 9 hari libur yang diperoleh oleh para pegawai baik PNS maupun swasta.

Libur yang lama itu utamanya adanya kebijakan dari Pemerintah untuk Libur Bersama tanggal 3 dan 4 Juni, sedangkan lebaran tanggal 4 dan 5 Juni diberikan tambahan cuti bersama 1 hari lagi tanggal 7 Juni. 

Kebijakan Pemerintah Libur Bersama untuk Lebaran ini ditanda-tangani oleh Presiden Jokow Widodo pada 27 Mei 2019 dan untuk PNS dituangkan dalam SKB oleh tiga Menteri yaitu Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negaran dan Reformasi Birokrasi Syafruddin.

Bagi PNS, cuti bersama ini tidak mengurangi atau tidak memotong cuti tahunan. Sementara untuk swasta, tergantung dari kebijakan dari perusahaan masing-masing. Umumnya untuk swasta dan asing , cuti bersama akan mengurangi cuti tahunan walaupun ada beberapa yang tidak mengenakan pengurangan cuti tahunan.    

Bagi karyawan PNS dan swasta yang merayakan Idul Fitri dan mudik ke luar kota, bisa menikmati   mudik dengan leluasa karena liburan Lebaran 9 hari itu menjadi kesempatan untuk bisa lama di kampung halamannya.   Mereka bisa jauh lebih santai untuk merencanakan pulang dan balik liburan Lebaran. 

Tapi bagi sementara orang yang tidak mudik, liburan hanya dihabiskan di rumah sungguh hal yang membosankan. Akhirnya, mereka tentunya lebih memilih kegiatan ke luar kota atau pergi menghabiskan liburan di tempat-tempat yang tak direncanakan.

Namun, dari sisi lain , pengusaha maupun negara, apakah liburan lama itu menjadi ekonomis atau efektif?

Awalnya , keinginan tahu saya apakah semua perusahaan swasta harus mengikuti peraturan /kebijakan pemerintah dalam libur bersama.   Menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan No.12/2003 di Pasal 79 mengatur istirahat dan cuti sebagai berikut:

  • (a) Istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja. 
  • (b) Istirahat mingguan 1 hari untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu atau 2 hari untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu.
  • (c) Cuti tahunan sekurang-kurangnya 12 hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 bulan secara terus menerus.
  • (d) Istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 bulan bagi pekerja/buruh yang telah bekerja selama 6 tahun secara terus menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 tahun.

Dengan membaca peraturan di atas,  perusahaan swasta tidak wajib memberikan libur sesuai ketetapan Pemerintah.

Namun pada prakteknya pengusaha lebih memilih mengikuti ketetapan pemerintah ketimbang melihat buruhnya tidak konsentrasi kerja , apalagi ada buruh-buruhnya yang ikut mudik bersama yang diprakasai oleh BUMN maupun perusahaan swasta.

Bagaikan buah simakalama bagi pengusaha, jika tidak memberikan cuti bersama kepada buruhnya, cost dari produksinya akan jauh mahal karena buruh harus overtime dan secara psikologis hasil produksinya tidak berkualitas tinggi karena faktor keinginan pulang kampung dari buruh lebih besar ketimbang bekerja dengan overtime.

Ada dampak positif dan negatif dengan adanya keputusan pemerintah untuk menambah libur lebaran.  Pengusaha ritel harus menggenjot produksinya sebelum lebaran dan pengusaha logistik juga demikian, namun akan merasakan pengurangan produktivitas dari pegawainya selama liburan panjang.

Jika ditilik dari pasar modal atau Bursa Efek, libur panjang  , maka bursa akan kehilangan momentum transaksi yang bagus karena bisnis internasional tidak mengenal libur.   Beberapa hari saja mereka tidak bertransaksi akan bisa dihitung kerugiannya.   Bagi para broker atau pialang di Bursa kerugian tidak adanya pendapatan dari transaksi, padahal mereka harus membayar sewa kantor dan gaji pegawai yang tetap sama di bayar.   Jika nilai transaksi per hari di BEI itu sekitar 9 triliun rupiah, kalikan saja berapa hari libur dan itulah kerugian yang dialami oleh bursa .

Dampak libur panjang lebaran dimana warga semua banyak yang mudik, maka perputaran ekonomi dengan konsumsi masyarakat dan sektor ritel di saat liburan lebih banyak di daerah . 

Efek negatifnya, investasi,industri, ekospor dan aktivitas bisnis secara umum turun.  Walaupun konsumis rumah tangga itu kontribusi 56 persen terhadap PDB tetapi isis penegeluar ekspor berperan 20 persen, ivnestasi langsung 32 persen terhadap PDB.  

Melihat besarnya efek dari masing masing sektor ke ekonomi, maka selayaknya Pemerintah juga mempertimbangkan kembali hubungan libur dengan produktivias dunia usaha. Apalagi jika target ekonomi Indonesia ingin bertumbuh tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun