Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Jakarta Terancam Tenggelam

1 April 2019   14:07 Diperbarui: 1 April 2019   14:25 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berita ini bukan hoax, bukan pula ancaman tidak mendasar. Ini benar-benar ilmiah loh! Sudah sering mendengar perubahan cuaca atau climate change? Perubahan cuaca yang terus menghangat bahkan melebihi normal sudah bukan asing di Jakarta. Jika biasanya suhu normal pada musim panas hanya 28-32 derajat celsius, sekarang bisa mencapai 33-35 derajat celsius.  

Dampaknya pada perubahan cuaca di Jakarta ini adalah kenaikan suhu itu akan menimbulkan hujan lebat yang melebihi dari biasanya/normal, sedangkan hampir seluruh sungai di Jakarta itu tersumbat dengan kotoran sampah plastik, akibatnya banjir pun tak terhindari.  

Tanda-tanda ancaman itu telah disampaikan dalam pertemuan singkat minggu yang lalu antara Mark Watts, Direktur Eksekutif C40 dan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, didampingi oleh Milag San Jose-Balleteros, Direktur Regional Asia Tenggara Bagian Timu.

Apa C40?

C40 adalah jaringan kota-kota besar di dunia yang berkomitmen untuk perubahan iklim. Jakarta telah tergabung dalam C40 bersama dengan 94 kota-kota besar lainnya seperti London, New York.

Program dan komitmen yang telah ditanda-tangani 3 tahun yang lalu yaitu "Paris Climate Agreement", menyatakan bahwa mereka berkomitmen bersama-sama untuk mengurangi  kenaikan suhu global  maximum 1,5 deraja celsius. Sekarang batas waktu atau tenggat waktunya sudah hampir dekat sekali yaitu tahun 2020 artinya sudah berjalan 2 tahun untuk melihat perkembangan atau progress sampai dimana sudah dilakukan komitmen itu.

Para negara industri sudah serius sekali melakukan upaya untuk mengurangi kenaikan suhu global melalui kebijakan dari pemerintah kota. Mereka memberlakukan langkah kongkrit untuk mengurangi emisi dengan mengurangi kendaraan pribadi menggantinya dengan transportasi massal, menggunakan bus yang memakai bahan bakar non fosil (misalnya bus listrik),  menggunakan sepeda untuk ke kantor.  

Kita sudah melihat seriusnya warga-warga di Belanda, Swedia untuk tetap menggunakan sepeda sebagai alat transportasinya. Kesadaran penuh bahwa perubahan iklim ini adalah tanggung jawab bersama. Apalagi komitmen negaranya juga ingin dibuktikan dengan nyata.

Kembali kepada pertemuan antara 2 pejabat C40 dan Bapak Anies, Jakarta telah menyumbang 4-4,5 ton karbon dioksida (CO2) equivalen per orang. Menurut target C40 adalah 3 ton per orang. Untuk target pencapaian di beberapa kota dunia hal itu sudah mencapai target, namun untuk Jakarta hanya bisa tercapai pada tahun 2025-2030.

Perlunya  Pemerintah Jakarta untuk bersedia memenuhi berbagai standar.  Standar hanya dapat dicapai jika dibuatkan rencana dan dilaksakan dengan full commitment.

Diingatkan sekali lagi prioritas untuk Jakarta adalah mengurangi emis dengan kebijakan dengan menguatkan transportasi publik.  Sekarang sudah ada MRT. Ayo gunakan MRT dengan semangat untuk kurangi emisi bukan semangat untuk pamer selfie atau wefie. Jika semangat untuk kurangi emisi artinya penggunaan MRT dilakukan secara reguler dan berkesinambungan dan bukan hanya sekali-kali.

Jika penggunaan kendaraan pribadi turun maka otomasti akan mengurangi emisi. Penggunaan kendaraan publik seperti MRT selain itu juga bus terintegrasi seperti Trans Jakarta. Lebih baik lagi apabila Bus itu juga memakai bahan bakar listrik atau gas.

Sumber: aqicn.org
Sumber: aqicn.org

Polusi udara di Jakarta sudah sedemikian parahnya sampai Indeks Kualitas Udara mencapai 161 pada tanggal 30 Uly 2018. Bahkan sampai mencapai 195 dimana terburuk dibandingkan dengan Beijing dan New Delihi kota yang terkenal polusinya tertinggi di dunia. Tugas pemerintah Jakarta dan warga Jakarta sendirilah yang harus menurunkan tingkat emisi.

Apabila hal ini tidak dilakukan sampai waktu yang telah ditentukan , pasti Jakarta akan berpelung tenggelam. Tanda-tanda penurunan muka tanah sudah terlihat dan terutama di Jakarta Utara akan berada di permukaan air laut kalau tidak dilakukan langkah yang dramatis dan mencegahnya.   Dalam jangka waktu 50 tahun 80 persennya akan dibawah air laut.

Apa kebijakan negara lain seperti China?

Beijing sebagai kota terbesar di China telah melakukan investasi terbesar untuk publik transportasi. Bahkan mereka menggunakan teknologi maju dan sistemnya yang juga sangat canggih dan berbayar cukup mahal untuk bertansportasi dengan kendaraan pribadi. Sebagian penduduknya sudah mengganti transportasinya dengan sepeda karena pemerintah juga menyediakan tempat lalu lintas untuk sepeda.

Sayangnya,  kebijakan pemerintah nya masih mendua hati. Pemerintahnya menginginkan agar kotanya terlihat maju dengan memperbolehkan penggunaan mobil. Akibatnya Beijing pun menjadi kota yang berpolusi udara terburuk.

Akhirnya, kebijakan publik dalam transportasi itu tidak boleh mendua hati, jika mendorong warga gunakan sepeda, tentunya tidak memberikan kelonggaran lagi untuk pengendara kendaraan pribadi. Beijing segera berbenah diri membuat jalur-jalur untuk pengguna sepeda dan melarang sama sekali penggunaan mobil di jalan-jalan terntu dan menetapkan jalan berbayar dan investasi besar-besaran untuk MRT dan juga armada bus listrik dan taksi listri dan sepeda listrik.

Bagaimana warga Jakarta menyikapi kebijakan transportasi?

Saya seringkali harus mengelus dada karena para ibu pergi ke pasar  yang jaraknya hanya 5-10 m pun harus naik mobil. Alasannya karena untuk belanja, membawa barang yang banyak tidak bisa jalan kaki atau kendaraan umum.  

Alasan bisa dibuat sedemikan rupa, apakah belanja tidak bisa belanja secukupnya dan gunakan kendaraan umum? 

Mengantar anak sekolah pun dapat dilakukan dengan menggunakan "pool car".  Artinya menyewa bus bersama-sama dengan anak yang lain (sharing) yang rumahnya searah dengan rumah ke sekolah sehingga tidak perlu setiap anak diantar oleh satu kendaraan.  

Masih banyak warga yang belum bisa menggunakan sepeda, ini masih dapat dipahami karena tidak ada jalur khusus yang disiapkan oleh pemerintah setempat /lokal. Namun, tidak ada salahnya jika para ibu pun masih dapat menggunakan jasa belanja online sehingga tidak perlu mengeluarkan mobil, uang parkir, uang tol bahkan membuang emisi yang begitu besar karena menambah kemacetan.

Sekarang sudah ada MRT, Pemerintah sedang meningkatkan integrasinya dengan kendaraan lain. Harga tiket pun sangat terjangkau untuk warga karena memang Pemerintah ingin agar animo warga Jakarta gunakan MRT itu tetap terus meningkat.

Budaya transportasi massal memang tidak mudah bagi sebagian warga yang biasanya selalu mengunakan pribadi karena kenyamanan.

Namun, apakah kenyamanan itu akan terbayar apabila nantinya Jakarta harus tenggelam?

Mestikah kita mementingkan diri sendiri dibandingkan dengan kepentingan seluruh warga DKI Jakarta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun