Suatu harmonisasi yang terjadi ketika persilangan budaya itu terjadi. Mereka saling memberi, menerima. Ternyata hanya satu nebula yang tidak bisa dirubah yaitu orang Chinese. Mereka ini berlapis-lapis. Disebut berlapis karena ada beberapa ras yang meliputinya seperti ras mongoloid, ras papua, polynesia  Ini terjadi karena proses imigran yang berbeda.
Melayu Polynesia datang bergelombang, bersamaan juga dengan orang Chinese ke Indonesia. Khususnya untuk orang Chinese mereka hanya lelaki saja yang datang ke Indonesia. Â Mereka menikah dengan Melayu . Â
Dari hasil pernikahan campur itu sudah dapat dipastikan bahwa terjadi ras baru. Kesimpulannya tidak ada lagi orang Melayu asli atau orang Chinese asli. Mereka berbaur memiliki DNA yang juga punya darah berbagai macam ras.
Tantangan kedepannya adalah jangan menganggap sebagai seseorang dari satu suku bangsa merasa superior dari yang lainnya. Semuanya sudah jadi terintegral , tidak ada diskriminasi untuk membedakan satu suku dengan yang lainnya.Â
Diperlukan proses afirmasi untuk terus menghilangkan marginalisasi. Bagi kaum Tionghoa pun demikian juga mereka harus membaurkan diri untuk mengakui bahwa mereka bukan suku yang superior dalam ekonomi karena sebenarnya sudah ada proses perjumpaan yang ada antara beberapa suku dalam satu wadah. Bukan lagi minoritas atau mayoritas, tetapi konektivitas dan perjumpaang itu jadi penting adanya.
Dari Prof Ariel Haryanto , beliau sangat jelas mengatakan bahwa tema "Identity & Pleasure" dimaknai sebagai kaitan nasionalisme. Memiliki identitas suatu suku bukan berarti untuk melakukan diskriminasi atau reaksi terhadap diskriminasi. Tetapi justru sebaliknya bahwa identitas itu menjadi titik balik untuk mencari keseimbangan.
Contohnya tidak lagi memperdebatkan soal etnis siapa yang berhak untuk melakukan hak politik tertentu, tetapi lihatlah payung besarnya yaitu apa masalah di negera ini dan bagaimana mengatasinya. Bukan mempermasalahkan hal-hal fisik dan identitas yang sudah usang.
Cara pandang mengenai kebangsaan harus dibenahi:
Pandangannya harus secara alamiah. Konteks waktu yang jadi patokannya, apa yang akan dibuat untuk 200 tahun ke depan. Sesuatu baru bukan yang lama diungkit-ungkit kembali.
Yang sekarang berbeda dengan yang lalu. Kebangsaan itu nantinya adalah warisan untuk generasi yang akan datang. Bukan melihat ke belakang terus sebagai sesuatu ras yang istimewa. Kebangsaan juga dipahami sebagai proyek kerja "barang" atau kerja sama secara adil dan setara.
Sejarahwan, Didi Kwartanada lulusan Master dari Gajah mada ini sangat inspiratif dengan dokumen-dokumen kuno yang otentik tentang orang Tionghoa yang datang dari daratan China. Foto-foto menunjukkan hanya lelaki Tionghoa yang datang sebagai imigran di tanah Jawa, Kalimantan, Papua, Nusa Tenggara. Mereka tersebar ke seluruh pelosok di tanah air. Mereka tak membawa istrinya yang ditinggalnya di China. Â