Nilai tukar rupiah kita terhadap dollar AS mengalami pasang surut.  Dimulai tahun 2003 hingga 2005 masih di rentang 8.285, memasuki tahun 2006 sampai tahun 2009 masuk ke angka  10.995, lalu di tahun 2010 sampai tahun 2015 memasuki angka merosot  cukup tajam 14.657.Â
Terakhir di tahun 2016 sampai akhir 2018 nilai tukar berkisar dari 14.657 sampai 13.756.
Namun, tiba-tiba di akhir april 2018, nilai rupiah makin mengkhawatirkan menjadi 13.900 dan mendekati 14.000 lagi.Â
Pelemahan nilai tukar rupiah karena membaiknya perekonomian AS dan prediksi pasar uang bahwa Bank Sentral AS akan empat kali menaikkan suku bunga sepanjang tahun ini.Â
Para ekonomi dan Bank Indonesia  mengatakan bahwa faktor eksternal mengakibatkan rupiah jadi lemah  . Faktor eksternal dari perkembangan ekonomi Amerika Serikat yang ekonominya membaik dalam hal kemajuan investasi, konsumsi , lapangan kerja.
Faktor kenaikan suku bunga AS membuat sebagian investor asing yang berada di pasar modal Indoensia menjual sahamnya untuk mendapatkan keuntungan kembali ke pasar modal  di Amerika serikat dengan adanya  kenaikan dari bunga di Amerika Serikat.
Dampak Pasar Modal dan domestik :
Walaupun berkali-kali dikatakan dengan argumentasi bahwa faktor eksternal itu tak mempengaruhi karena kondisi fundanmental ekonomi di Indonesia secara domestik tetap masih kuat dan kinerja emiten di kuartal pertama menunjukkan positif  tetapi ada faktor lain yang perlu dicermati dengan lemahnya nilai tukar rupiah.
Pasar Modal :
Setelah sebagian besar investor menjual sahamnya  maka kondisi IHSG pun ikut anjlok dalam seminggu ini .  Kondisi membuat sebagian saham ikut berguguran harganya.  IHSG yang pernah menembus di angka  6.243-6258 , tiba-tiba  selama lima hari ini merosot tajam 2.81% atau 170.65 poin di level 5.90.20 pada hari kamis tanggal 26 April 2018.  Â
Memang setelah hampir lima hari kondisi IHSG dan beerapa saham ikut melorot turun, ada rebound sedikit demi sedikit, mencapai di zona hijau
Di hari kamis, di bursa selama dibuka ada 565 saham diperdagangkan , 47 saham menguat, 340 saham melemah dan 1340 saham melemah dan 188 saham stagnan.
Para investor domestik masih percaya bahwa di saat harga beberapa saham pilihan turun, itulah saatnya mereka untuk membelinya. Â Mereka tak merasa khawatir karena mereka adalah investor jangka panjang.
Juga para emitmen mulai aksi membeli kembali sahamnya. Â Kepanikan pasar disebabkan oleh tidak adanya kepastikan ekonomi global.
Stabilitasi Nilai Tukar Rupiah
Perlunya tindakan dari otoritas penjaga stabilitasi nilai tukar rupiah yaitu Bank Indonesia. Intervensi Bank Indonesia agar nilai tukar rupiah tetap terjaga stabil adalah dengan dua cara.
Pertahanan lapis pertama dengan adalah melihat kondisi cadangan devisa, apabila cadangan devisa makin turun karena adanya capital /modal yang keluar dari pasar keuangan Indonesia, maka kenaikan tingkat suku bunga  acuan BI 7-day Reverse Repo Rate dari posisinya saat ini adalah 4.35%.
Apabila pertahanan pertama gagal, maka pertahanan kedua pun harus diambil dengan cara memanfaatkan fasilitas bilateral swap agreeement (BSA) dengan bank stral Jepang, bilateral currency swap agreement (CSA) dengan China dan Korea Selatan. Dan Chiang Mai Initiative Multiteralization dengan negara kawasan ASEAN, China,Korea, Selatan, Jepang dan Hongkong.
Langkah kedua ini untuk memenuhi liquiditas dalam jangka waktu pendek sehingga pasar keunangan domestik tetap stabil.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H