Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Siapkah untuk Tinggalkan "Comfort Zone"?

13 Maret 2018   14:41 Diperbarui: 13 Maret 2018   18:05 542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebelum membuat keputusan yang sangat penting untuk meninggalkan comfort zone, kita perlu memikirkan, mempertimbangkan dengan matang apakah keputusan itu benar-benar sesuai dengan realitasnya.

  • Kemampuan vs realitas: Setiap orang harus punya alat untuk mengetahui parameter batas kemampuannya .  Kemampuan yang tinggi tapi tak punya mentalitas baja, akan menggagalkan diri kita. Mentalitas baja untuk menempuh kesulitan yang dihadapi. Juga apakah pengalaman kerja kita cukup meyakinkan untuk mencari peluang baru yang sangat tinggi tantangannya karena masa depan kita ditentukan oleh langkah kita sendiri.
  • Kekhawatiran akan masa depan di perusahaan tempat kita bekerja karena merasa sudah lama tidak ada perbaikan baik itu gaji maupun reward yang lainnya.   Alasan  kekhawatiran ini sungguh  tidak mendasar. Justru kebalikannya,  kita harus mengetahui sampai sejauh mana kita sudah bekerja di perusahaan lama ini.   Apakah kita sudah berusaha semaximal mungkin di pekerjaan yang lama sesuai kapasitas kita. Jika belum melakukan pekerjaan secara optimal, kita tidak bisa meninggalkan "comfort zone". Pekerjaan yang  baru kita masukimengandung unsur  "danger zone", penuh dengan tanda tanya apakah kita mampu berhasil dalam pekerjaan baru ini karena tantangannya jauh lebih besar.
  • Danger Zone: Sebagian orang yang dulunya bekerja di suatu perusahaan, lalu beralih jadi free lancer atau jadi entreprenur itu  harus berhati-hati dalam mengambil keputusan. Alih-alih ingin mendapatkan suasana yang lebih nyaman atau mendapat pekerjaan yang lebih "chalenging", kita bisa terpeleset ke dalam "danger zone". Danger Zone itu artinya setelah kehilangan pekerjaan yang baik dan tetap, tiba-tiba kita tidak mendapat apa yang diinginkan.  Bahkan kehilangan pekerjaan baru yang sedang dirintis. Oleh karena itu persiapan untuk merintis pekerjaan baru perlu wawasan yang luas, mencoba dengan teguh dan tidak cepat putus asa. Belajar dari orang-orang yang telah berhasil , trick dan pengalamannya dalam berbisnis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun