Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bergelimpangan Pahlawan Devisa

19 Februari 2018   16:36 Diperbarui: 19 Februari 2018   18:25 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Satu lagi seorang perempuan bernama Adelina Jemarah Sau, Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ilegal berusia 23 tahun berasal dari Desa Abi,Kecamatan Oenino,Kabupaten Timur Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur pulang ke kampungnya sebagai jasad bukan sebagai orang yang berhasil bekerja di negeri orang.

Ketika ambulans yang mengantar jenazah Adel, panggilan dari Adelina Sau sampai ke rumahnya, hanya jeritan tangis dari ibunya yang tak kuasa menahan kepedihan. Kepedihan seorang ibu kehilangan seorang anak yang dikasihinya dan dicintainya sepenuh hati.

Ade,  dari keluarga yang miskin. Ayahnya, Marthen Sau  sedang bekerja memberi makan ternak dan ibunya, Yohana Banunaek sedang berada di sawah saat Ade dibawa oleh calo untuk berangkat ke Malaysia sebagai TKI ilegal. Dengan pemberian uang sebesar Rp.500,000 kepada orangtua Ade sebagai iming-iming, calo itu membawa Ade yang saat itu  usia Ade 15 tahun.

Calo yang mengurus keberangkatan Ade itu telah memalsukan dokumen keimigrasian, passportnya dengan KTP palsu dan Kartu Keluarga palsu.  Calo itu tidak menempatkan Ade di keluarga yang benar dan tidak ada kontrak atau persetujuan apa pun tentang pekerjaan seperti gaji, dan hak-haknya sebagai seorang TKI.  

Sayang seribu sayang, Ade terjebak pada pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga dengan majikan yang tak punya perikemanusiaan.   Dia tidur bersama anjing, dibiarkan kelaparan tanpa makan sama sekali selama berhari-hari. Kondisi fisik menjadi lemah, dan ketika visum dibuat ada tanda penyiksaan baik secara fisik maupun non fisik pada tubuhnya.  Ia sempat dirawat di Rumah Sakit Bukit Mertajam, Malaysia tapi akhirnya meninggal dan dibawa ke kampung halamannya pada hari Jumat pagi .

Beda Adelina dengan Demafelis:

Peristiwa dan nasib yang sama terjadi pula pada seorang TKI bernama Demafelis .  DemJoanna Daniela Demafelis , berusia 29 tahun dan berasala dari Filipina.   Mayat Demafelis ditemukan pada tanggal 6 Pebruari 2017 di sebuah apartemen di Kuwait City.  Kondisi jenazahnya sangat mengenaskan karena ditemukan beberapa tanda-tanda penyiksaan dan cekikan .Jenazahnya dimasukkan ke dalam lemari es lebih dari satu yang lalu .

Peristiwa yang mengejutkan itu membuat Presiden Rodrigo Duterte gusar dan langsung bertindak keras . Beliau tahu bahwa hampir sepersepuluh dari 100 juta pendduuknya bekerja di luar negeri untuk jadi TKI. Tapi dia tak menerima kematian Demafelis seperti mayat yang tidak berharga.

Tindakan yang diambilnya dengan mengambil langkah sangat tegas yaitu melarang pengerahan tenaga kerja baru dan memulangkan semua tenaga kerja yang berada di Kuwait   bahkan memerintahkan penerbangan Filipina untuk menerbangkan pekerja Filipina yang ingin pulang dari Kuwait.

Tindakan berani itu membuat otoritas Kuwait terhenyak dan kaget. Mereka tidak menyangka bahwa Filipina begitu tegas dalam melakukan aksinya untuk suatu kematian yang tidak bertanggung jawab.  Filipina minta agar moratorium dengan Kuwait tentang tenaga kerja pun harus segera dicabut.  

Kembali kepada kasus Adelina, sayangnya Pemerintah Indonesia hanya menghimbau kepada Malaysia agar kasus ini dibawa saja ke ranah hukum. Tentu Pemerintah Malaysia sudah melakukan penangkapan majikan Adelina dan sudah menahannya dan segera dimasukkan ke dalam pengalilan. Tapi bagaimana dengan nasib dari TKI-TKI illegal Indonesia yang masih banyak berada di Malaysia. Apakah kondisi mereka aman setelah peristiwa ini? Kelihatannya tidak, karena masih banyak ketimpangan yang belum dibenahi oleh otoritas Indonesia

Sebagaimana kita ketahui  tata kelola penempatan dan perlindungan di dalam negeri saja masih lemah. Apalagi diplomasi di luar negeri yang seharusnya moratorium tentang TKI dan perdagangan manusia antara Indonesia dan Malaysia itu segera ditanda-tangani, sampai sekarang belum juga ada penanda tangananan.

Pemerintah Indonesia belum berhasil untuk menggertak Pemerintah Malaysia yang tidak punya kesepakatan hubungan industrial antara majikan dan pembantu atau asisten rumah tangga.   Ketika ada pembantu atau asisten rumah tangga berada di Malaysia, tidak ada perlindungan sama sekali. Bahkan, KBRI pun tidak megetahui semua  keberadaan TKI itu illegal .  Ketika ada masalah barulah KBRI harus mencari data dan menggali sumber-sumber mana yang bersalah.  Sebaiknya,  setiap warga Indonesia yang berada di luar negeri baik itu bekerja, sekolah didata dengan baik oleh KBRI. Sosialisasi bagi semua warga negara yang mau berangkat ke luar negeri pun perlu diberikan.

Suatu ironi yang perlu dituntaskan agar Pemerintah Indonesia juga perlu tugas untuk menghentikan pengiriman tenaga TKI illegal ke negara Malaysia maupun Timur Tengah. Para calo di luar negeri pun harus dihentikan.

Keadaan kemiskinan para TKI itu harus dibenahi dengan membuat suatu tempat pelatihan pendidikan. Pusat pelatihan pendidikan yang dapat menciptakan para tenaga muda itu belajar dari tingkat SD sampai SMK. Mereka tidak perlu lagi berangkat ke luar negeri untuk mencari uang. Cukup di dalam negeri dengan rasa aman yang ada.

Putuskan rantai dari informal menjadi formal dan jadikan para TKI ini benar-benar pahlawan di negaranya sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun