Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Kemacetan di Jakarta antara Dilema dan Realita

6 November 2017   15:50 Diperbarui: 9 November 2017   15:37 1184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seandainya  jumlah jalan-jalan di Jakarta itu bertumbuh kembang seperti jumlah kendaraan maka  kondisi kemacetan di ibukota Jakarta tidak akan seperti saat ini.  Setiap tahun jumlah kendaran roda empat maupun roda dua bertambah 12 %  sementara pertambahan jalan hanya 0.01%.   Dari jumlah ini terlihat ketimpangan yang sangat mencolok sekali, jalan dipenuhi dengan kendaraan bermotor, apalagi pada saat jam padat atau kerja pagi dan sore hari.

Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya, jumlah kendaraan bermotor di Jakarta dan sekitarnya bertambah sebanyak 5.500 hingga 6.000 unit.

dki.com
dki.com
dki.com
dki.com
Kendaraan roda empat dan dua sangat mendominasi jalan protokol atau jalan-jalan raya tempat perkantoran.  

Untuk membandingkan pertumbuhan itu, saya teringat pada tahun sekitar tahun 1990,  saya harus mengendarai mobil sendiri dari rumah ke kantor, lalu ke tempat kuliah dan kembali ke rumah. Jarak cukup jauh, berangkat harus pagi dan pulang juga malam hari. Namun, saat itu kondisi jalan belum begitu padat dan macet seperti saat ini.  Saya  masih mampu untuk menyetir  jarak dari rumah ke kantor 16,4 km  dengan waktu tempuh pulang pergi  1 jam.

Berjalannya waktu,  sekitar tahun 2001, saya tetap menyetir karena kuliah telah selesai.  Saya berpikir tidak ada kegiatan lagi selain berangkat dan pulang dari rumah ke kantor. 

Namun, kagetnya bukan main, dulu  waktu  tempuh dari  tempat  tinggal itu tidak pernah macet tapi sekarang sudah berubah.  Untuk keluar dari tempat tinggal saja, harus mengantri hampir 30 -40 menit untuk keluar dari kompleks.    Semua orang berebut jalan dan kendaraan yang keluar pada pagi hari jauh lebih banyak karena kendaraan dipenuhi oleh orangtua yang mau bekerja plus anak yang mau berangkat ke sekolah.

Bukan hanya keluar kompleks saja yang macet,  di sepanjang perjalann menuju kantor sudah penuh padat , padahal hari masih pagi sekitar jam 6.30 .  Rupanya semua orang berpikir sama, ingin menghindari macet tapi tetap terjebak macet.  Jumlah kendaraan yang begitu banyak membuat orang kecewa dan kesal karena tiap kali mau berangkat pagi, justru kemacetan tetap menghadang.

Belum lagi jika pulang kantor, seolah-olah jalan protokol baik itu  di jalur cepat atau jalur lambat,  penuh dengan banyaknya kendaraan.  Kepadatan pun membuat semua kendaraan berjalan sangat lambat atau merayap.

Rupanya fisik saya yang sudah lelah pada waktu berangkat macet, sampai di kantor , jadi lelah sekali.  Ditambah ketika pulang kantor, kondisi tubuh makin tidak fit karena lelah bekerja, harus mengarungi lautan kendaraan dan kemacetan .  Dulu dengan jarak tempuh yang sama hanya makan waktu 1  jam, saat itu sudah harus 2 jam hingga 2 l/2 jam. Bayangkan betapa lelahnya tubuh, pikiran saya.   Pulang hingga malam hari, besok paginya harus sepagi mungkin berangkat kerja.

Ternyata kondisi badan dan fisik saya yang melelahkan itu membuat pikiran saya juga sangat lelah , akhirnya menyerang kelemahan tubuh saya yaitu perut saya sering kena diare.  Awalnya saya tak pernah berpikir bahwa penyakit diare yang kambuh tiap hampir 2 minggu sekali itu disebabkan oleh stres.  Saya bolak balik datang dan pergi ke dokter, berbagai dokter di kunjungi mulai dari dokter pencernaan, ahli gastrologi, ahli maag, semuanya hanya menyarankan agar tidak makan pedas, masam dan lainnya.   Pernah dua kali masuk rumah sakit dengan penyakit saya sama. Para dokter  tak pernah menyentuh soal stres karena saya tak mampu mengelola pikiran dan perasaan yang cape karena kemacetan.

Akhirnya, saya berhasil mengeavaluasi sendiri apa penyebab penyakit kronis saya.  Stres karena tidak mampu lagi untuk menghindari kemacetan , pikiran dan perasaan jengkel, cape dan kesal itu menyerang tubuh saya yang paling lemah yaitu perut.

Dilematis sekali saya pernah berpikir untuk ke luar dari pekerjaan karena tak mampu lagi menyetir lagi sendiri?   Namun, saya merasa sangat sayang karena usia saya masih produktif dan saya masih dapat membaktikan diri untuk perusahaan maupun membantu keuangan keluarga.

Saya coba naik transpor umum yaitu dengan naik kereta api dimana saat itu kereta api Indonesia belum melakukan transformasi dalam pengelolaannya maupun dalam kereta apinya.  Kecewa banget pertama kali naik KA saat itu karena antrian untuk beli tiket panjang, antrian masuk panjang, masuk ke dalam gerbong kereta sangat sulit dan penuh sesak dengan penumpang. Begitu masuk ke dalam kereta tak bisa bernafas sama sekali.  Walaupun hanya dalam waktu 45 menit, tapi oxigen dalam jangka waktu singkat tak bisa hirup membuat saya hampir pingsan.

Opsi yang kedua adalah dengan mengadakan "pooling car".   Saya mulai bertanya kepada teman-teman se kantor yang tinggal sama di wilayah tempat tinggal saya.  Kami adakan grup "pooling car" menyewa satu mobil dengan driver untuk pulang pergi ke kantor.  Waktu itu penjemputan tidak dengan "tempat pooling" masih dijemput satu persatu di rumahnya.  Kami harus bersiap diri lebih pagi sekali untuk bisa sampai di kantor tepat waktu.   Komitmen dan disiplin harus tinggi bagi teman-teman kami yang ikut dalam "pooling car".

Nach sekarang ini  ternyata  "pooling car" jadi pilihan bagi teman-teman saya yang masih bekerja di kantor saya . Mereka merasakan manfaat dari kebutuhan "pooling car" itu karena  jika membawa mobil sendiri, kemacetan sudah lebih sangat parah terutama di jam-jam kantor dan lebih lagi jalan protokol tempat kantor kami itu sedang dibangun proyek MRT.   Bukan hanya kemacetan yang membuat fisik sangat lelah, tapi juga pengeluaran untuk beli bahan bakar jadi lebih besar karena harus beli bahan bakar lebih besar serta  uang untuk parkir yang tiap tahun makin mahal.

Pemerintah sedang berusaha mempercepat pembangunan LRT, MRT untuk salah satu solusi dari kemacetan lalu lintas di Jakarta. Tetapi sementara pembangunan LRT, MRT ini sedang berlangsung, dan membenahi transportasi pendukung /terintegrasi seperti busway.  Setelah semua public transport diselesaikan, akan diterapkan ERP (Electronic Road Pricing) dimana semua kendaraan yang masuk ke jalan protokol akan dikenakan biaya.Namun, kita tidak mampu menunggu sampai selesai pembangunan dan pembenahan karena tiap hari kita berhadapan dengan kemacetan.

Sementara kemacetan ini belum terurai secara tuntas, kita ngga bisa berdiam diri terus, apalagi jika dibiarkan sampai 5 tahun, Jakarta akan berhenti jadi ibukota.

Solusi Tepat Mengatasi Kemacetan :

Uber Ridesharing  adalah suatu model bisnis dan sistem transportasi berbagi tumpangan (ridesharing) pertama kali hadir di Indonesia tahun 2014.   Kehadiran Uber Ridesharing membantu sekali bagi warga yang memiliki mobilitas tinggi untuk memilih ridesharing yang andal, nyaman, dan terjangkau bagi penumpang dan menciptakan kesempatan ekonomi yang fleksibel bagi mitra-pengemudi.

Solusi yang diberikan Uber dan aplikasi ridesharing  sangat bermanfaat bagi warga untuk mengubah kehidupan transportasi publik menjadi lebih baik,  mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi dan menunjang sektor mengubah kehidupan warga menjadi lebih baik: mulai dari meningkatkan kesejahteraan terutama sektor pariwisata. Semua tanpa membebani anggaran pemerintah.

Ridesharing telah diatur pertama kali sejak tahun 2016: Permenhub 32/2016 dan revisinya: Permenhub 26/2017dan  revisinya kami mengapresiasi langkah pemerintah untuk menetapkan panduan dan aturan untuk model bisnis yang baru ini.

Beberapa manfaat ridesharing adalah sebagai berikut:

  • Penumpang bisa menghemat 65% dari biaya dan 38% dari waktu perjalanan dengan menggunakan aplikasi Uber dibandingkan saat menggunakan kendaraan pribadi.
  • 43% dari mitra-pengemudi bukan berasal dari angkatan kerja sebelum bermitra dengan Uber – 28% di antaranya pengangguran. 61% dari mitra mengemudi bersama Uber < 10 jam per minggu.
  • 6% penumpang telah berhenti menyetir kendaraan pribadi dan 62% kini mengurangi frekuensi menyetir kendaraan pribadi setelah menggunakan Uber.
  • 20% dari perjalanan di Jabodetabek diawali dan diakhiri di area-area yang tidak diakses kendaraan umum dan 30% perjalanan di Jakarta terjadi pada pukul 22:00-02:00 saat transportasi publik sangat terbatas;
  • Perjalanan di Indonesia telah digunakan oleh pengunjung dari 76 negara.

Ada beberapa jenis Indonesia  pelayanan Uber:

Uber Motor:   Biaya perjalanan dengan motor yang cepat, sangat terjangkau harganya bagi warga.

www.uber.com
www.uber.com
UberX        :   Biaya perjalanan dengan mobil yang diseusaikan pada beban yang diberikan (Biaya perjalanan Dasar Minimum Rp.10,000 biaya tambahan  per menit dan per kilometer sesuai dengan peraturan yang berlaku), kapasitas 4 orang

www.uber.com
www.uber.com

Uber Pool:   Biaya perjalanan dengan mobil dengan kapasitas 2 orang dengan rute perjalanan atau tujuan yang sama , biaya perjalanan akan didasarkan pada beban yang diberikan.  Umumnya, lebih murah dari biaya UberX sekitar 25%.

www.uber.com
www.uber.com
Besarnya Biaya:

Untuk mengetahui  biaya perjalanan uberX diperbarui mulai 1 Agustus 2017. Untuk selengkapnya, kunjungi: https://www.uber.com/en-ID/fare-estimate/ *)

Para penumpang akan melihat biaya setelah dikurangi diskon dan promosi dengan fitur biaya di muka (atau estimasi biaya di kota-kota tertentu) sebelum perjalanan dan di bukti pembayaran setelah perjalanan.

Salah satu solusi awal yaitu dengan mengendari kendaraan secara sharing buat mereka yang memang masih ingin tetap berkendaraan dengan mobil.  Sharing mobil dengan teman-teman yang searah kantornya . Sharing bukan hanya mengurangi jumlah kendaraan , juga mengurangi polusi dan membuat berhemat sampai di tujuan. 

Sebuah kota yang dikepung dengan  kemacetan itu menjadi  kota yang tidak menyehatkan bagi manusia di dalamnya.  Baik itu kesehatan jiwanya karena stres, depresi  lamanya perjalanan yang tidak produktif, belum lagi kesehatan fisiknya jadi terancam menurun karena kesehatan jiwa yang tidak sehat.  Persaingan sengit antar sesama pengendara karena berebut lahan parkir, kantong uang harus dikeluarkan lebih besar karena biaya parkir mahal plus biaya kemacetan pengeluaran bensin lebih besar. Paling krusial  kota tidak lagi jadi kota yang "layak huni" bagi warganya karena polusi dan emisi yang tinggi.

Jika ngga percaya yuk kita simak lihat apa yang akan terjadi dengan kota Jakarta 5 tahun ke depan tanpa mengurangi kendaraan maupun tanpa sharing kendaraan, klik video Uber Boxes Sunrise .

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun