Anakmu Bukanlah Milikmu - By Kahlil Gibran
Anak adalah kehidupan,
Mereka sekedar lahir melaluimu tetapi bukan berasal Darimu.
Walaupun bersamamu tetapi bukan milikmu,
Curahkan kasih sayang tetapi bukan memaksakan Pikiranmu
karena mereka Dikaruniai pikiranya sendiri
Berikan rumah untuk raganya, tetapi tidak jiwanya,
Karena jiwanya milik masa mendatang
Yang tak bisa kau datangi
Bahkan dalam mimpi sekalipun
Puisi di atas sangat indah, tapi tak seindah saat para ibu melepaskan anaknya baik itu belajar maupun untuk menikah.  Setelah beberapa tinggal di luar kota/negeri, anak itu sudah memiliki nilai tersendiri.  Cucuran airmata ibu  yang  merasa sedih, menangis berkepanjangan karena merasa dirinya sudah tidak bernilai lagi .  Menurut ibu-ibu itu , anaknya sudah tidak menurut lagi kepada nasehat/permintaan orangtua.  Dianggapnya anaknya menjadi anak pembangkang.
Menjadi orangtua terlebih orangtua dari budaya timur, masih sangat sulit untuk memahami bahwa "Anakmu Bukanlah Milikmu". Â Â Orangtua dengan latar belakang budaya timur menganggap bahwa anak adalah bagian hidupnya. Â Seperempat hidup anak, katakan dari bayi sampai anak bekerja berusia 25 tahun, mereka tinggal bersama orangtua atau paling sedikit mereka masih bergantung hidupnya kepada orangtua dari segi materi, emosional.
Ada beberapa orangtua yang memperjuangan masa depan anaknya dengan memberikan pendidikan yang terbaik ke luar negeri. Â Ada beberapa diantaranya terutama para ibu yang masih merasa kehilangan anaknya saat anak-anak itu harus berangkat atau meninggalkan rumah untuk belajar di luar kota atau luar negeri. Â Para orangtua atau ibu merasakan kesedihan mendalam seolah tidak adanya fisik anak di rumah, merupakan kehilangan yang tidak bisa digantikan oleh apa pun. Â Ada yang mengatakan bahwa kerinduannya kepada anak tidak dapat digantikan oleh apa pun.
Anak yang berusia 18 tahun dianggap sebagai orang dewasa yang telah memiliki kemampuan untuk mandiri, memilih jalan hidupnya, memutuskan apa yang ingin diraihnya baik itu cita-cita , pekerjaan, pacar atau apa pun.  Dia sebagai pribadi yang utuh yang punya kehidupan sendiri.  Meskipun mereka terlahir dari  seorang "ibu", namun,  mereka bukan ibu yang memberikan kehidupan kepadanya.  Tuhan hanya menitipkan anak kepada ibunya.  Tak ada seorang ibu pun yang berhak untuk mengarahkan anak itu atas nama "kasih sayang" mengikuti kemauan, keinginan ibunya.
Begitu pula jika selama anak belum dewasa, orangtua memberi tempat tinggal dan keperluan anak . Badan anak ada bersama dengan orangtua, tetapi tak berarti bahwa "sangkar" atau jiwa mereka harus diatur oleh orangtua. Â Mereka punya impian masa depannya sendiri. Â Mereka tak ingin orangtua ikut mengatur dan menentukan semua pilihan anak. Â Biarkan jiwa raganya yang memilihnya dan memutuskannya. Â
Kesulitan yang dihadapi oleh para ibu ketika mereka masih terperangkap paradigma bahwa anaknya itu masih dianggap seperti anak kecil yang belum mampu untuk bisa memilih dan memutuskan. Â Anak menjadi seorang yang tak punya kemandirian bahkan tidak punya kepercayaan diri. Â Akibatnya, orangtua sendiri yang akan merusak masa depan anak itu.
Menghadapi kenyataan bahwa apa yang diharapkan oleh orangtua untuk anak itu berbeda dengan kenyataan memang harus dihadapi dengan rasional dan kembali kepada dasar seperti di atas bahwa anak bukanlah milikmu.Â
Para orangtua harus menekankan kepada dirinya sendiri tugasnya untuk mendidik sudah selesai saat anak itu dewasa.  Tugas orangtua hanya bersifat  mengarahkan jika anak itu meminta nasehat atau pertimbangan atas suatu pilihannya.
Tak ada yang disesali oleh orangtua tentang kemandirian anak karena prinsip dari tugas orangtua hanya mendidik tidak menguasai anak. Â Â Itulah prinsip yang harus diketahui, dipahami dan diterapkan oleh orangtua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H