Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Orang Tua Belajar dari Generasi Millenial

20 Juni 2017   15:13 Diperbarui: 20 Juni 2017   15:49 1007
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebenarnya apa sich anak generasi millnial. Definisi yang mudah digambarkan untuk generasi anak millennial adalah anak yang lahirnya antara tahun 1981-1994 (beberapa yang lain menyebut hingga sebelum tahun 2000). Mereka aktif baik sebagai konsumen maupun produsen dengan menggnunakan gadget sebagai media utama.

Namun, kali ini saya tidak ingin membicara generasi milineal dari kegiatannya atau keaktifannya . Yang ingin saya bicarakan tentang bagaimana orang tua belajar memahami generasi millineal . Jurang batas umur antara orang tua dan anak millineal cukup jauh. Apalagi bagi orang tua yang jarak umurnya dengan anaknya yang terkecil atau orang tua yang baru memiliki anak saat umurnya sudah cukup senior katakan umur 40 tahun baru mendapatkan anak, maka ada generaton gap antara orang tua dengan anak yang disebut dengan generasi millienal.

Gap generation antar orang tua dengan anak millenial adalah

1.Cara berpikir:

Mereka berpikir secara pragmatis dan praktis dan serba cepat. Apa yang dilihat itu dipahami sebagai yang benar. Awalnya, ingin bekerja di suatu kantor yang nyaman dan sesuai dengan passionnya. Begitu masuk kerja beberapa bulan dan merasa bahwa pekerjaan itu tak lagi sesuai dengan passionnya, bahkan merasa tidak ada masa depan di kantor itu, cepat-cepat memutuskan untuk ke luar dari pekerjaan.

Orang tua yang punya pengalaman dari masa mudanya, selalu memberikan nasehat kepada anaknya agar tidak cepat memutuskan sesuatu tanpa berpikir panjang dulu. Memberikan nasehat agar mendapatkan pekerjaan baru dulu baru ke luar dari pekerjaan yang lama.

Kenyataaannya anak millenial tidak menggubrisnya nasehat atau pemikiran orang tua. Mereka beranggapan cara berpikir itu di atas kuno dan tidak lagi sejalan dengan kondisi saat ini yang sudah berubah dari zaman dulu.

2. Kesenangan vs kenyamanan

Usia dari generasi millennial yang memasuki dunia kerja menganggap bahwa bekerja itu harus sesuai dengan kesenangan. Bekerja itu punya waktu yang bebas dan flexible. Misalnya bekerja sebagai partimer atau sebagai freelancer. Bagi generasi millenial, waktu bekerja ditentukan oleh dirinya bukan dari perusahaan atau owner dari perusahaan . Kebebasan waktu dan ide jadi satu hal yang membuat mereka merasa jadi generasi "millenial " tulen.

Sementara orang tua merasakan sedihnya dan tidak nyaman menghadapi generasi millenial yang dianggap tak punya punya masa depan yang cerah karena tidak adanya kemapanan atau ketidak teraturan bekerja sebagai free lancer atau sebagai partimer.

3. Ketergantungan kepada teknologi vs keimanan

Saat generasi millenial menginjak puber dan dewasa, dunianya dipenuhi dengan teknologi digital yang canggih. Berbagai macam perkembangan digital sangat diikutinya bahkan selalu maju ke depan dalam segala teknologi utamanya teknologi di komputer atau gadget. Mereka tak lagi melihat tv atau buku-buku yang tradisional dibawa dan dibeli secara manual.

Sementara, orang tua yang ingin agar anaknya tak tergoda dengan berbagai teknologi yang terus berkembang, mencoba untuk mempengaruhi hidup anak milieal dengan berbagai isu pengajaran agama atau spiritual. Agaknya walaupun mereka sudah dididik sejak kecil untuk mematuhi hal itu di rumahnya maupu di lingkungan, tapi dunia teknologi jauh lebih kuat mempengaruhi naluri maupun obsesi dirinya untuk lebih kuat mengandalkan teknologi dalam berbagai kebutuhan hidupnya.

4. Instan dan proses panjang

Karakter yang dibentuk dari teknologi membuat generasi millneal merasa hidupnya perlu sesuatu yang instan untuk mencapainya. Sementara orang tua ingin agar anaknya dapat mengenali bahwa setiap fase kehidupan tentu ada proses panjang untuk mencapainya.

Buat generasi millenial proses panjang itu sebenarnya bisa dipercepat dengan teknologi yang canggih dan yang lebih mempermudah dalam mencapai kenikmatan kehidupan.

Sayangnya, teknologi tidak berkolerasi dengan fase kehidupan yang butuh sekali proses panjang. Itulah sebabnya, karakter yang sudah terbentuk itu perlu dibenahi sebelum terbentur oleh idealisme dari suatu pemikiran yang mudah dan instan itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun