Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Mother's Day" Bukan Sekadar Setangkai Bunga

14 Mei 2017   18:41 Diperbarui: 14 Mei 2017   20:05 845
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari ini secara internasional,  dideklarasikan sebagai “Mother’s Day”.    Mother’s day adalah hari yang merupakan penghargaan terhadap ibu baik sebagai ibu secara pribadi, ibu dalam konteks panggilan pelayanan sebagai ibu, keterikatan  seorang ibu dengan keluarganya.

Sebenarnya, Mother’s day tidak dikaitkan sama sekali dengan Hari Ibu yang diperingati oleh setiap negara yang memiliki masing-masing “Hari Ibu”.     Seperti di Indonesia memiliki hari IBu pada tanggal 22 Desember,  sementara di belahan negara  lain juga punya hari IBu tersendiri seperti Yunani dengan “Cyble”  ;   Roma dengan Festival of Hilaria.  

Di Amerika , Mother’s Day telah diperingati sejak abad ke 20 .  Mereka merayakan dengan gegap gempita dan mengirimkan bunga sebagai tanda cinta kepada ibunya.   Bunga memang sangat tidak merepresentasikan sebagai tanda bakti seorang anak atau suami kepada ibunya/istrinya. Namun, dengan bunga mereka ingin agar symbol  cinta dari bunga itu tetap ada dalam hati setiap keluarga.


 Setiap keluarga hendaknya menghormati, mencintai para ibu/istrinya.   Paradigma modern saat ini sudah menggeser pola atau paradigm lama bahwa para ibu hanya bekerja di rumah tangga saja. Semua pekerjaan rumah mulai dari mengurus anak, mencuci, menyetrika sampai mengurus keperluan rumah tangga bukan dibebankan kepada ibu atau istri saja.

Ada sebuah cerita yang sangat ironi yang menggambarkan bagaimana seorang suami mengganggap pekerjaan rumah tangga sebagai hal yang sepele.

Seorang suami ditanya oleh seorang psikolog:  “Apakah yang Anda lakukan untuk keluarga Anda?

Suami:  “Saya bekerja sebagai seorang akuntan di sebuah bank.”

Psikolog:  “Bagaimana dengan pekerjaan rumah tangga?”

Suami:  “Istri saya yang mengerjakan . Dia tidak bekerja!”

Psikolog:  “Apa  yang Anda kerjakan sebelum pagi hari dan malam  hari?”

Suami:  “Pagi-pagi saya bangun tidur langsung sarapan.   Semua pekerjaan rumah tangga dilakukan oleh istri saya mulai dari menggantikan popok anak, menyiapkan sarapan pagi saya dan anak-anak, mengantarkan anak ke sekolah, belanja, dan siang harinya dia menyiapkan makan siang untuk anak, membereskan pekerjaan rumah , mencuci baju, sampai mengurus keperluan pembayaran.  Ini semua dikerjakan istri karena DIA TIDAK BEKERJA!”

Psikolog:  “Pada malam hari apa yang anda kerjakan?”

Suami:  “Pulang kantor saya sudah cape, tinggal makan malam dan istirahat.   Istri saya menyiapkan makan malam untuk saya dan anak-anak, memberreskan penggantian popok anak, menyiapkan pelajaran untuk anak .  Ini semua dikerjakan oleh istri karena dia TIDAK BEKERJA.”

Psikolog: “Apakah mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga itu bukan suatu pekerjaan?  Jika suatu hari Anda berganti profesi  untuk menggantikan istri dan istri bekerja di kantor, bagaimana?”

Suami:  “Boleh juga.  Saya sudah lelah bekerja di kantor!”

Lalu, hari pertama suami mulai mengerjakan semua pekerjaan . Awalnya mengganti popok anak. Dia tidak tahu caranya, sulit luar biasa sering terbalik. Bayi yang merasakan tidak nyaman mengenakan popok berteriak-teriak keras.   Dia tidak mengerti kenapa bayi itu menangis. Diambilnya minum susu, ditumpakan oleh si bayi.  Dia makin bingung. Dia gendong, masih menangis.  Anak yang besar harus di antar ke sekolah sementara bayi belum berhenti menangis. Dia sangat bingung bagaimana mengatur anak bayi dan anak yang mau sekolah. AKhirnya dia menitipkan bayinya ke tetangga.  Terlambat dalam mengantar anak ke sekolah.

Selesai mengantar anak , dia melihat halaman depannya penuh dengan es yang berterbaran. Dia harus mengambil alat untuk  menggali butiran-butiran es yang menggunung.  Sementara , terdengar tangis bayi dari dalam rumah.

Begitulah hari itu banyak hal yang membuatnya memahami bahwa pekerjaan sebagai ibu rumah tangga itu ternyata bukan hal yang sepele, berat sekali. Dia menyadarinya dan mulai saat itu dia menghargai pekerjaan istrinya sebagai suatu pekerjaan yang mulia.

Ada cerita yang lainnya yang sangat menyentuh pada hari ibu.  Seseorang lelaki sedang masuk ke toko bunga untuk membeli bunga untuk dikirimkan kepada ibunya yang berada jauh dari tempat tinggalnya.  Lalu, dilihatnya seorang anak perempuan usia sekitar 6 tahun ynag sedang menangis di sebuah bangku. DIhampirinya anak itu dengan suara yang sangat halus ditanya:  “Nak  ada apa gerangan kamu menangis?”

Anak:  “Saya ingin membeli bunga untuk ibu saya, tetapi saya tidak punya uang!”

Lelaki: “OK, ayo masuk ke toko bunga, pilih bunga untuk ibumu.”

Setelah membeli bunga, anak itu masih berdiam diri tanpa berkata sepatah kata pun.

Lelaki: “Loh, apakah kamu membutuhkan kendaraan untuk pulang?”

Anak:  “Yach, saya membutuhkannya. Apakah kamu bisa mengantarkannya?”

Lelaki: “Ayo, cepat masuk ke dalam mobilku.   Kamu harus menunjukkan tempat tinggal ibumu.”

Setelah perjalanan yang cukup lama, anak itu menunjukkan suatu tempat yang sangat sepi, teduh dan suatu papan nama terlihat dari kejauhan “Kuburan”.

Berdeguplah hati lelaki itu ternyata anak ini mengasihi ibunya yang telah meninggal dengan datang ke kuburan tempat peristirahatan terakhirnya.   Sedangkan dia hanya mengirimkan bunga yang tidak berarti.

Segera, lelaki itu memutar mobilnya kembali ke toko bunga.  Di sana dia membatalkan pesanan bunga untuk ibunya.  Dia segera memutar lagi mobilnya menuju ke rumah ibunya  untuk menemuinya.

Pelajaran yang sangat penting dan berharga bahwa seorang ibu dimana pun selalu dikenang jasanya , cintanya yang sangat mulia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun