Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

"[LOMBAPK]": Toleransi dengan Tetangga yang Berisik

7 Januari 2017   11:10 Diperbarui: 7 Januari 2017   13:01 1579
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Melihat gelagat dan sikap tetangga yang satu ini, saya pun pura-pura tak mau bersentuhan karena menganggap aku tak butuh juga berteman dengan orang yang cuek.

Belum berselang lama menempati rumah itu, tiba-tiba  ada suara gedoran palu di tembok kami . Suaranya keras dan tak berhenti-henti bertalu-talu. Terpaksa menengok ke tembok sebelah.  Ternyata tetangga kami itu sedang membongkar kamar mandinya.    Tak merasa mengganggu kami, suami istri itu tak pernah menyapa atau minta izin atas gangguan itu.

Sambil menutup telinga kami dengan kapas untuk mengurangi suara bising dari gedoran tembok, kami setiap hari berharap terus pekerjaan itu cepat selesai.  Sedih, cape, tapi ngga bisa marah.  Pengin marah kepada tetangga....tapi emosi masih menang...."jangan marah...sabar...sabar!".

Begitu selesai,  saya sudah merasa lega.   Ternyata bukan lega, minggu yang cerah itu kami kaget karena pagi-pagi hari ketika kami akan berangkat beribadah,  suara melengking dari loud speaker lagu-lagu religi Islami.    Ada sejumlah kursi-kursi dan tenda yang dipasang di samping rumah dan hampir melewati rumah saya. 

Dalam hati ada apa pagi-pagi kok ada suara ribut dan ngga ada pemberitahuan mau ada acara apa nich tetangga sebelah.

Usut punya usut ternyata  akan ada sunatan anak terbesarnya.    Ketika saya mau masuk dalam mobil, tiba-tiba seorang bapak muda menghampiri saya.   “Bu,   maaf ini terlambat mau menyampaikan undangan.  Nanti siang datang yach Bu, makan siang di sini.  Ada sunatan anak saya”, katanya.   

“O, maaf kami juga ada acara”, jawab saya.     Tumben amat saya pikir saya diundang.  Apa dia merasa tidak enak karena kami kebetulan ke luar rumah.  Jika tidak ke luar, mungkin kami tidak diundang. Tanpa berprasangka buruk, saya pun tak mau ambil pusing”.

Waktu berjalan sangat cepat.   Hampir setahun pun saya belum mengenal ibu tetangga saya ini.   Tapi suatu saat, tiba-tiba saya merasa ada yang aneh dengan rumah yang selalu tertutup rapat dalam beberapa hari .  Seperti tanpa kehidupan yang berarti.   Rumah itu sunyi senyap tanpa penghuni.     Saya  bertanya kepada Pak RT kemana penghuni tetangga saya.   Rupanya saya merasa kehilangan tetangga yang berisik ini.    Orang sering bilang “Benci tapi rindu”. Meledek diri sendiri "Ngrasa kehilangan juga nich ?".

Saya kaget dapat berita dari pak RT bahwa Ibu  dari ibu Sri ( tetangga saya) ini sedang berduka.  Ibunya  meninggal karena kena bacok perampok yang masuk ke dalam rumahnya (rumahnya di tempat lain).  Kaget dan sedih juga saya mendengar apa yang sedang terjadi dengan keluarga muda ini.

Saya mencoba datang ke rumah keluarga ini untuk menyatakan bela sungkawa.  Tapi pintu tertutup rapat dan mereka yang ada di dalam seolah-olah hidup dalam ketakutan.    Saya pikir memang belum waktunya untuk menyatakan duka  karena mereka masih dalam ketakutan yang sangat akibat kehilangan ibunya.

Hampir setahun  perubahan terjadi.   Tetangga yang istrinya masih hidup dalam goncangan jiwa itu, masih diam saja jika saya bertemu dan mencoba senyum kepadanya. Matanya masih menunjukkan kecurigaan menatap saya seolah seperti orang asing.    Hanya suaminya, telah berubah 180 derajat.   Dia selalu tersenyum dan menganggukkan kepala jika bertemu dengan saya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun