Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menjamurnya "Social Entreprenur" Dadakan

26 Oktober 2016   18:44 Diperbarui: 26 Oktober 2016   18:59 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Rasa iba, kasihan dan cepat berbelas kasih itulah budaya orang Indonesia jika melihat posting dari orang-orang yang sakit, tua bekerja keras tapi tidak menghasilkan uang, bahkan ada yang cacat, tukang ojek .

Orang yang memposting  mereka yang tak berdaya itu, awalnya hanya ingin menunjukkan bahwa ia peduli dengan sesama. Siapa tahu pembaca atau siapa pun yang kebetulan membaca postingan itu tersentuh  hatinya untuk membantu.

Mudahnya orang Indonesia yang cepat jatuh kasihan itu memang suatu hal yang positif. Akhirnya medsos baik itu facebook , twitter, atau instagram dijadikan media untuk menggagas ide minta bantuan. Tidak ada hal yang negatif untuk mereka yang sangat berbelas kasih dan mampu memberikan uangnya serta bertindak memberikan pekerjaan bagi mereka yang sangat membutuhkan pertolongan.

Setelah semua bantuan berdatangan, acapkali orang harus berhadapan dengan fakta bahwa orang yang dibantu kebanjiran dengan bantuan. Bantuan baik berupa tawaran pekerjaan, uang atau donasi. Lalu, siapakah yang mengorganisasikan bantuan itu? Kembali kepada penggagas yang memposting  “Bantulah”.  Kendati posting itu tak ada larangan sama sekali, rasanya kurang mendidik untuk membantu orang dengan meminta belas kasih dalam sekejab dan akhirnya ada gagasan lain dibalik bantuan-bantuan yagn diberikan.

Pengorganisasian/manajemen bantuan itu sejak awal memang berasal dari pribadi kepada pribadi. Padahal di Indonesia sudah ada Yayasan Sosial atau Kementrian Sosial yang sejogjanya punya wadah untuk bisa membantu orang-orang yang sangat butuh bantuan.

Bagaimana dengan bantuan pribadi kepada pribadi itu ?

Selayaknya ada paying hokum yang mewadahi apabila orang ingin membantu mereka yang butuh bantuan dalam skala besar.   Jika tidak, salah-salah bantuan itu hanya merupakan langkah surut, mundur karena bantuan sesaat itu memang mulia dan sangat baik untuk kepedulian kemanusiaan, tapi jika tidak diorganisasikan secara professional hal itu mudah sekali jadi bumerang bagi penggagas atau yang dibantu.

Manajemen Bantuan Sosial

Seorang social entrepreneur, Gama Binsaid, yang telah menerima Social  Entrepreneur Award merupakan salah satu contoh orang yang punya manajemen dan berwawasan sustainably (berkelanjutan).

Gamal Albinsaid, dokter yang pernah magang di Rumah Sakit Saiful Anwar Malang ini mendapatkan penghargaan HRH The Prince of Wales Young Sustainability Entrepreneurship First Winner 2014, pada 31 Januari 2014.

Karyanya berupa klinik asuransi premi sampah, membawa Gamal sampai ke Inggris. Program yang dijalankannya ini merupakan salah satu program milik Indonesia Medika. Anak dari pasangan Eliza Abdat dan Saleh Arofan Albinsaid ini merupakan CEO dan pendiri Indonesia Medika.

Penghargaan yang diselenggarakan Unilever dan Cambridge University ini merupakan kehormatan dari Pangeran Charles kepada entrepreneurship muda yang peduli di bidang sumberdaya berkelanjutan.

Program penghargaan internasional tersebut didesain untuk menginspirasi pemuda di seluruh dunia untuk menyelesaikan isu lingkungan, sosial dan kesehatan.

Gamal memiliki visi yang panjang dari sebuah social entreprenurnya.  Bukan sekedar bantuan sekejab dan berakhir atau hanya untuk menolong orang lain tapi selesai atau berhenti ketika bantuan sudah tidak ada lagi.  

Menggunakan suatu gerakan kepedulian dengan suatu keterbukaan agar masyarakat dapat melihat siapa yang perlu ditolong, bagaimana dengan bantuannya, apa saja yang perlu ditolong.

Menyalurkan bantuan untuk mereka yang sungguh membutuhkan dalam suatu gerakan AyoTolong.com (http://ayotolong.com/) semua bantuan dapat dipertanggung-jawabkan baik dari segi finansialnya maupun segi sosial dan hukumnya.

Semoga mereka yang berniat jadi social entrepreneur akan selalu mengingat bahwa niat baik tidak cukup, tetapi pelajarilah manajemen dari social entrepreneur agar niatan itu bisa membuahkan hasil yang berkelanjutan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun