Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Apa yang Salah Ketika Kekerasan Anak Terhadap Anak

20 September 2015   18:17 Diperbarui: 20 September 2015   18:56 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="www.artefak.org"][/caption]

 

Berita yang hangat dalam minggu ini terjadi dua anak yang meninggal dunia karena adanya kekerasan yang dilakukan oleh anak sendiri.   Seorang anak bernama Gabriella Sherlyn Howard erumur (8)  yang meninggal dunia di kolam renang sekolah pada hari Kamis yang lalu sekitar pukul 9.00   Dan seorang anak yang lain bernama Noor Anggrah Aridansyah (8 tahun).

Peristiwa meninggalnya Gaby diduga keras karena adanya kekerasan temannnya yang menyebabkan Gaby tenggelam dunia.  Alasan itu karena Gaby sebenarnya sudah dapat berenang dan tidak sakit pada saat terjadinya peristiwa itu.

Sedangkan Adiansyah meninggal dunia karena korban mengalami luka memar di kepala bagian belakang. Pelaku menendang kepala korban saat korban jatuh.

Apa penyebab kekerasan anak terhadap anak?

Barangkali kita sebagai orangtua yang bertanggung jawab atas perilaku anak memiliki kekerasan itu perlu menginstropeksi diri kita.  Fenomena orangtua yang sibuk bekerja untuk mencari uang .  Nilai dari dunia sekarang ini adalah materi. Kehangatan dan kedekatan orangtua kepada anak hanya sebuah keniscayaan saja.  Anak-anak hanya dekat dengan gadget dibandingkan dengan orangtuanya.   Begitu kegiataan sekolah selesai, yang diingat adalah gadget.Kegiataan di rumah pun selalu berdampingan dengan gadget tanpa komunikasi yang lancar antar anak dan orangtua.

Anak menonton TV tanpa kepedulian orangtua.  Isi dan materi TV sekarang ini banyak tak mendidik. Banyak kekerasan yang ditampilkan.  Anak yang tak didampingi oleh orangtua belum dapat menyensor mana yang baik dan mana yang tak baik.  Ketika kekerasan yang dilihatnya, maka dengan mudah apa yang dilihat itu ditirunya dalam dunia nyata.

Kepedulian anak terhadap teman-teman sebayanya sudah tak ada lagi.  Yang ada adalah gadget.   Gaya hidup bermain anak zaman sekarang berbeda dengan anak zaman dulu.   Di zaman dulu anak bermain dengan teman-temannya secara beramai-ramai , main petak umpat, benteng, egrang, congklak, engklek, ular naga, lompat tali, kelereng, ,  dan berbagai macam permainan lokal . Semua anak saling bersosialisasi , mengenal siapa temannya, bergembira bersama, tak ada bermain secara kasar di lapangan atau ruang terbuka yang lebar.

Namun, sekarang telah berubah, hasil tontonan tv dan gadget (game), membuat anak tak kenal siapa temannya. Ketika ia menonton kekerasan di tv, dan dia bertemu dengan temannya yang mengejeknya, dia akan marah. Kemarahan itu memicunya untuk bertindak kekerasan hasil dari melihat tv. 

Bagaimana solusi untuk memutuskan mata rantai kekerasan anak terhadap anak?

Ujung tombak dari semuanya adalah keluarga. Keluarga yang hangat, yang memahami dan mengenal anaknya dengan utuh.  Kehangatan dan cinta kasih orangtua yang mendalam terhadap anak, membuat dan mempengaruhi  perilaku anak juga mencintai terhadap sesamanya terutama teman-temannya. Konsep "cinta" itu harus dimulai dari keluarga.

Jika anak hanya bermain gadget setiap waktu,  yang ada dunia gadget dan tidak mengenal teman dengan baik.  Jiwa sosialnya berkurang.  Sekali dia berjumpa dengan teman yang tidak disukainya atau yang selalu mengejeknya, dia akan memberontak. PEmberontakan dengan kekerasan.  Kekerasan terhadap anak lain itu memicu anak lain jadi korban dari kekerasan itu.

Oleh karena itu,  sebagai orangtua, mulai saat ini adakan komitmen bersama dengan anaknya untuk menggunakan gadgetnya hanya dalam waktu yang spesifik, katakan 1 jam saja.  Setelah itu ajaklah anak bermain dengan teman, tetangga atau saudara.  Permainan yang memang mempunyai nilai-nilai edukasi bukan hanya permainan game.

Nilai-nilai yang sudah luntur seperti cinta kasih terhadap sesama, berbagi dan mencintai orang lain yang membutuhkan, perlu diterapkan kepada anak.  Orangtua jadi teladan bagi anak-anak .  Sehingga anak dapa melihat secara langsung apa yang diminta orangtuanya itu bukan hanya sekedar omong kosong saja, tetapi benar-benar dilakukan.

Gerakan cinta kasih itu sangat baik dan perlu dilakukan.  Sedikit demi sedikit akan menghilangkan ego anak yang ingin menang sendiri, melawan dan menggunakan kekerasan terhadap temannya jika temannya menghalangi keinginannya atau mengejek, bullying dan sebagainya.

Mari kita semua menanamkan kepedulian kepada anak kita "Cinta Kasih terhadap sesama" dengan mengasihi dirinya secara utuh.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun