Dunia tempat kita berada atau tinggal itu memiliki carrying capacity. Carrying capacity itu memiliki dua aspek. Aspek pertama adalah daya tampung, tempat kita berada , tempat kita tinggal terbatas , tidak pernah bertumbuh luasnya. Aspek kedua adalah daya dukung, setiap warga atau penduduk tentunya ingin mengakses daya dukung air, listrik, pasar yang disediakan. Apabila penduduk atau warga bertambah, daya dukung akan berkurang maka berdampak luas kepada ekonomi, pendidikan, kesejahteraan.
Dampaknya tentu jelas, faktor ekonomi, kesehatan, dan pendidikan penduduk makin terbatas, dan makin mahal. Apalagi jika penduduk itu tak memiliki dana cukup untuk memfasilitasi pendidikan, maka dia hanya bekerja sesuai dengan pendidikan rendah. Pendidikan rendah, tidak mensejehaterakan masyarakat.
Tantangan Di Masa Mendatang:
Dari Indikator Lansia, Ageing Index, tahun 2035, jumlah lansia akan meningkat, support ratio menurun. Saat ini, ratio jumlah lansia per 100 anak : 26 , sedangkan jumlah usia kerja per satu lansia : 100 Pada tahun 2035, perbandingan ini berubah menjadi ratio lansia per 100 anak: 74 . Artinya dari 13 pekerja yang mendukung 1 lansia, berbalik arah jadi hanya 6 pekerja dukung 1 lansia di tahun 2035. Siapa yang akan mendukung lansia, bila ketahanan lansia tidak ada?
Jumlah usia kerja akan meningkat 207 juta (+50 juta tahun 2015). Angka partisipasi Pekerja akan meningkat . Peningkatan yang tak disertai dengan kualitas pendidikan maupun moral akan menimbulkan gejolak sosial yang sangat besar, pengangguran.
Indonesia menggunakan IPM (Indeks Pembangunan Manusia) untuk mengetahui tingkat keberhasilan kesejahteraannya. Tahun 2012, tingkat kemiskinan di pedesaaan turun 14,7% dari total jumlah penduduk pedesaan, dan perkotaan turun menjadi 8,6%.
Namun, untuk posisi Indonesia secara global maupun Asean, IPM Indonesia masih di bawah rata-rata IPM dunia, yaitu 0,694 atau regional sebesar 0,683. Indonesia. Untuk Asean peringkat tertinggi 0,895, untuk Singapura.
Period 1995-2015 kita sedang mengalami Bonus Demographi karena adanya penurunan fertilitas dengan catatan penduduk lansia , sehat, memiliki pendidikan dan produktif. Namun, hal ini perlu diwaspadi apabila bonus demographi ini berubah jadi melatapetaka jika angka ketergantungan meningkat karena mereka tenaga produktif menjadi non produktif karena penggangguran, sehingga penduduk usia non produktif yang ditanggung menjadi akan lebih besar ditambah dengan penduduk usia lansia yang tidak sejahtera. M aka bonus demografi yang seharunya jadi keuntungan, berbalik jadi malatepetaka. Hal ini harus dihindari.
Menjawab tantangan:
BKKBN diwakili oleh Dr. Abidinsjah Siregar, Deputi Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Bidang Advokasi menyambut hari ulang tahunnya yang ke XXII menggandeng Pemerintah Daerah Tangerang Selatan melalui Walikota, Ibu Airin Rachmi Diany mengadakan Nankring Kompasianer bersama BKKBN di Hotel Santika pada tanggal 8 Juli 2015.
Puncak Acara HARGANAS (Hari Keluarga Nasional) yang seharusnya jatuh tanggal 29 Juni, BKKBN telah menunjuk Pemerintah Tangerang Selatan selaku Tuan Rumah . Acara dimulai tanggal 29 Juli, dan Acara Puncak akan diadakan di Sunbrust Tangerang pada tanggal 1 Agustus 2015. Buat yang ingin hadir dan ingin mendapatkan informasi acaranya silahkan di lihat Acara Harganas di Tangerang Selatan.
Ujung tombak dari pembangunan Nasional ada di pundak keluarga. Keluarga yang memiliki kualitas. Keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang memiliki ketahanan dan kesejahteraan. Ketahanan dan kesejahteraan keluarga hanya dapat dicapai apabila setiap keluarga melakukan “8 Fungsi Keluarga”. Ke-8 fungsi keluarga. Ke -8 fungsi keluarga itu dilaksanakan oleh masing-masing keluarga secara serasi,selaras dan seimbang.