Seperti halnya kopi yang punya banyak variasi pilihannya, menulis pun demikian. Kembangkan apa yang menjadi minat kita.Â
Dengan demikian, apa yang awalnya sulit, seiring dengan berjalannya waktu, maka akan menjadi mudah. Jika sudah mudah, maka tentu akan menjadi kebiasaan untuk menulis, walaupun hanya sedikit demi sedikit. Berproses tentunya dari tidaklah mudah.Â
Lihat saja anak kecil yang belajar untuk berjalan. Tentu melalui proses merangkak dan berkali-kali jatuh sebelum akhirnya bisa berjalan dengan baik, bahkan mampu untuk berlari.
Penulis-penulis hebat pun tentunya melalui proses panjang hingga pada akhirnya bisa menjadi tokoh besar yang menginspirasi banyak orang. Sebut saja JK. Rowling, sebelum Harry Potter diangkat ke layar lebar, berkali-kali dia ditolak oleh penerbit.Â
Hal serupa juga dirasakan oleh Habiburrahman El-Shirazy, sebelum novelnya menjadi best seller dan juga difilmkan, Kang Abik, sapaan akrabnya, pernah ditolak penerbit lebih dari 5 kali.Â
Bayangkan saja jika para penulis itu menyerah ketika karyanya ditolak, ide-ide luar biasa itu pasti tidak akan bisa menginspirasi kita hingga detik ini sebagai mahakarya yang akan tetap dikenang sepanjang masa.
"Patah hati adalah sumber inspirasi penulis dan hiburan bagi pembacanya."Â
Christian Simamora
Pun demikian, pujangga pun banyak yang terlahir karena hatinya yang patah karena cinta. Sedikit berbagi pengalaman, beberapa waktu yang lalu ketika patah hati, entah mengapa, kutipan-kutipan seolah terangkai dengan sendirinya dalam benak saya.Â
Menulis pun lebih mudah. Namun tentu saja isinya perihal sesuatu yang masih erat kaitannya perihal cinta, kekasih, move on, dan sulitnya untuk menemukan kembali pasangan.Â
Lalu tiba-tiba saya berpikir, bagaimana seseorang bisa jatuh cinta dengan mudahnya, sementara saya, untuk melupakan satu orang pun, waktu dua tahun tidaklah cukup. Lalu apa sejatinya cinta itu?