Mohon tunggu...
Fitri.y Yeye
Fitri.y Yeye Mohon Tunggu... Administrasi - otw penulis profesional

Wanita biasa.\r\nPenulis Novel Satu Cinta Dua Agama & Rahasia Hati

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Satu Cinta Dua Agama [11]

2 April 2011   02:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:12 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1301712921944343860

[caption id="attachment_99128" align="aligncenter" width="338" caption="Kenangan Indah Itu....//GettyImages"][/caption]

Koko Liiii. . . Ko, tunggu, tunggu aku !” Li membalikkan tubuhnya ke arah suara yang sangat ia hafal itu. Tri setengah berlari mengejarnya, dengan travel bag berukuran sedang diseretnya. Ia tidak memperdulikan orang-orang di bandara itu memandanginya.

Li kaget dan tidak percaya dengan sosok yang dilihatnya. Trimenyusulnya, dengan mata yang setengahsembab usai menangis.

“Koko …!” Tri tidak bisa lagi menahan dirinya, ia ingin sekali memeluk kekasihnya denganhati tersayat. Tapi tak jua dilakukannya. Tri mematung di hadapan Li, dengan mata sendu dan suara lemah ia berkata, “ Kita ke Jakarta sama-sama ya, Ko !” Begitu ujarnya.

Li tak mampu juga untuk mengeluarkankata-katanya, kerapuhan yang dilihatnyadari kekasih hati yang sangat ia cintai membuatnya kehilangan kata-kata. Ia merasa tidak bisa lagi memberikan kekuataan pada gadisnya. Li hanya menganggukkan kepalanya, dan tersenyum kecut serta sedikit heran.

“Ayoooooh !” Sambil menggandeng tangan Tri di sisinya ia melangkah, Li dapat merasakan sedikitkelegaan bersama kekasihnya.

Tri kemudian menjelaskan kepada Li, bahwa dia telah meminta ijin kepada kedua orangtuanya ke Jakarta untuk membereskan pekerjaannya terlebih dahulu, lalu kembali ke kampong halamannya.

***

Bisu, di atas pesawat. Sama sekali sepasangkekasih itu tidak saling bicara dalam menahan gejolak hati. Terkurung dalam pikiran sendiri-sendiri yang dipenuhi perasaan luka dan lara. Tri merebahkan kepalanya di pundak Li yang datar. Dibiarkan tangannya digenggaman Li. Matanya menatap ke awan di balik jendela pesawat, sambil membayangkan kenangan indah ini akan segera berlalu.

“Ko …!” Suara lirih Tri memecah kebisuan mereka. Tatapannya begitu manja namunsayu.

“Ya … ” Li menjawab lemah tanpa gairah tetapi berusaha tersenyum untuk menyenangkan hati Tri yang sedang terluka.

“Ko, apa Koko tahu seperti apa kita sekarang? Laksana burung, dimana satu sayap burung itu kini telah patah. Dengan begitu aku tak bisa membantumuterbang membebaskan diri dari semua yangkini mengikat kita ?”

“Atas nama perbedaan mereka tidak pedulikan cinta kita, tidak mau mengerti kalau ayunan kaki ini akan pincang tanpamudi sisiku. Jiwa ini tidak sempurna karena belahannya telah melayang, ”tertahan tangisnya saat Tri berusaha melanjutkanberkata, “Retak yang menggores hati kini telah semakin meluas dan menjalari seluruh jiwa.Yang tersisa hanya perih yang tiada terkira! ” Li seperti biasanya menghela nafas dalam-dalam sebelum memberikan kata-kata penghiburan untuk kekasih hatinya.

”Tri, kebahagiaan, kesedihan, dan penderitaan memang tak jauh dari perjalanan hidup kita. Semua adalah proses kehidupan. Tetapiapapun itu, semuanya janganlah kita sikapi dengan perasaan yang berlebihan. ” Li menepuk bahu Tri yang sedang menyandar di pundaknya dan kemudianberkata lagi, ”Perkawinan bukanlah satu- satunya jalan yang bisa membuat kita menikmati kebahagiaan hidup ini. Tetapihanyalah salah satu cara saja. Terus terang saya memang kecewa dengan keputusan kedua orangtuamu, namun sayapun ingin berjiwa besar atas semua ini dan menghormati sikap mereka!”

“ Aku tidak tahu Ko, apakah aku bisa seperti Koko? Bisa menerima dan kuat menjalankan ini semua. Terkadang pikiran picik menghasutku untuk mengabadikan cintaini tanpa restu orang tuaku. Terkadang aku juga berpikir, orangtuaku tidak memahami perasaan hati kita. Karena sebenarnya aku merasa kita bisa hidup bahagia dengan keyakinan kita masing-masing dalam satu keluarga!” Tri menarik nafas dalam dan sedikit sesak.

“ Maksud Adiak ?” Li penasaran dengan ungkapan kekasihnya.

“ Jika aku mengikuti ego cinta ini, aku mau diajak kawin lari saja, Ko. Bagiku aku bisa bahagia bersama Koko. ” Tri menghapus airmata yang kembali menggenang di matanya.

“Tapi tidak, Ko, itu tidak akan terjadi. Tri masih bisa berpikir waras bahwa itu adalah tindakan bodoh! Koko benar ini bukanlah akhir kebahagiaan kita. ” Tri memaksakan diri untuk tetap tersenyum,dan memandangi kekasihnya.

Dunia masih serasa milik mereka berdua walaupun kenyataannya cinta belum dapat mempersatukan mereka dalam sebuah mahligai rumah tangga. Mereka tidak peduli, apakah suara hatinya dapat didengar orang-orang disekitarnya.

Li menatap Tri dengan sayang, hatinyaperih. Wajah ayu yang sangat ia cinta akhir- akhir ini jarang sekali tersenyum. Air matanya seperti tidak pernah habis untuk mengucur. Li merasa bersalah terhadap dirinya, harusnya ia bisa membahagiakan kekasihnya.

Harusnya ia bisa menikmatisenyuman -senyuman indah dan tulus dari kekasihnya. Seperi dulu, ketika hari-haribahagia yang selalu mereka lewati. Li kembali merindukan senyuman, dan tawa lepas Tri, lesung di kedua belah pipinyaakan membuatnya terlihat semakin manis.

Kini semuanya hilang.Entah dimana Tri menyembunyikan senyum-senyum itu. Li tidak boleh membiarkan ini terus terjadi. Tri harus kuat seperti dirinya yang jugamemaksakan diri untuk tetap tegar menerima kenyataan ini.Li merasa bertanggung jawab mengembalikan hari-haribahagia Tri.

Mereka kembali saling diam. Membiarkan saja pikiran mereka untuk saling bicara. Mencoba memaknai setiap apa yang telahmereka lalui bersama.

*** Langit yang tadinya membiru kini tiba-tiba menjadi gelap dan disertai turunnya hujan. Li masih mengkhawatirkan diri kekasihnya dan mengantarnya sampai dimana biasanya Tri menghabiskan waktu malamnya.

Berat rasa hatinya untuk meninggalkan sang pujaan hatinya dalam kesendirian. Apalagi saat menatap wajah kekasihnya yang mengharap agar Li masih bisa menemaninya.

Segelas kopi cappucinno hangat dihidangkan Tri untuk Li menemani mereka diiringi rintiknya hujan yang belum juga reda.

“Ko, ada perasaan takut dalam diriku untuk berpisah denganmu!” Tri merapatkan duduknya disamping Li.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun