Mohon tunggu...
Eki Tirtana Zamzani
Eki Tirtana Zamzani Mohon Tunggu... Guru - Pendidik yang mengisi waktu luang dengan menulis

Guru yang mengajar di kelas diperhatikan oleh 25-30 siswa, apabila ditambahi dengan aktivitas menulis maka akan lebih banyak yang memperhatikan tulisan-tulisannya. ekitirtanazamzani.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pentingnya Belajar Parenting bagi Guru dan Calon Orangtua

1 Juni 2020   07:01 Diperbarui: 1 Juni 2020   15:40 1387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pentingnya orangtua dan guru mempeljari ilmu parenting (Sumber:www.dailymail.co.uk)

Setiap calon orangtua sebaiknya mempelajari ilmu parenting terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk menikah dengan pasangannya. Karena mereka adalah calon ayah dan ibu yang akan mendidik dan membesarkan putera-puterinya. 

Parenting adalah suatu ilmu atau tata cara untuk mendidik dan mengasuh anak-anak dengan baik dan benar. Karena anak adalah amanat dari Allah SWT yang tidak boleh disia-siakan.

Orangtua berkewajiban untuk memberikan ilmu pengetahuan berupa pendidikan sejak anak berusia dini yakni sekitar 4-5 tahun. 

Saya mendapatkan ilmu parenting yang berguna dari Bu Rob. Ilmu tersebut tentunya bisa saya terapkan saat saya mengajar anak didik saya di kelas atau suatu saat nanti ketika saya sudah memiliki anak. 

Ibu Robitoh atau yang saya kenal dengan Bu Rob, merupakan pengasuh pendidikan anak usia dini (PAUD) Al-Ihlas Sukorame, Penompo, Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto.

Nah, lebaran kali ini, saya berkesempatan untuk bersilaturrahim (bertemu) dengan Bu Rob, pada Minggu kemarin. Hari itu hujan turun rintik-rintik membasahi tanah dengan baunya yang begitu khas. Setiap turun hujan akan meninggalkan suatu kenangan.

Beliau membagikan pengalamannya dalam mendidik anak-anak di PAUD Al-Ihlas Sukorame. Meski letak PAUD-nya di daerah pedesaan yang jauh dari hiruk-pikuk keramain kota. Namun kualitas pendidikannya tentu tidak kalah jika dibandingkan dengan PAUD yang ada di daerah perkotaan.

Penitipan Anak
Umumnya, kebanyakan orangtua itu menitipkan anaknya ke PAUD dengan tujuan untuk diajari oleh ibu gurunya berbagai macam ilmu pengetahuan, seperti: membaca, menulis, menggambar dan juga berhitung.

Namun, anak-anak yang datang ke PAUD Al-Ihlas ialah untuk bermain. Mereka bermain dengan teman-teman dan gurunya. Tentu bagi orangtua hal ini terkesan aneh.

Perbedaan sistem pembelajaran yang ada di sini dengan di tempat lain adalah mereka datang ke sekolah untuk bermain sambil belajar. Artinya di sela-sela mereka bermain, guru bisa menyisipkan materi pelajaran kepada anak-anak. 

Jika kita bisa mengibaratkan itu adalah seperti berenang sambil minum air. Dalam mengajar kita masuk ke dunia mereka, yaitu melakukan permainan yang di dalamnya terselip ilmu pengetahuan yang didapat dari kegiatan bermain.

Perbedaan yang mencolok dari sekolah lain, yakni dalam cara memanggil murid. Kalau di PAUD lain cara memanggilnya adalah "anak-anak". Sedangkan di sini, semua ibu guru memanggil anak-anak dengan panggilan "teman-teman". 

Hal tersebut bertujuan untuk lebih mengakrabkan hubungan antara guru dengan anak-anak. Sehingga anak-anak akan menganggap gurunya itu seperti teman mereka sendiri.

Jika mereka sudah menganggap gurunya sebagai teman. Hal ini akan menyebabkan tidak adanya sekat yang membatasi hubungan antara guru dan anak-anak. 

Keuntungan yang didapat adalah mereka akan menjadi anak yang terbuka. Sehingga setiap ada suatu problem atau permasalahan yang dihadapi, anak-anak akan langsung menceritakan permasalahanya kepada guru yang ada di kelas. Hal ini tentu menjadi solusi yang terbaik. Guru bisa memberikan saran untuk bisa menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh anak didiknya.

Bentuk ruangan pembelajarannya pun satu kelas disekat oleh satu papan. Sehingga satu ruangan kelas bisa menampung sebanyak dua kelas. 

Pada saat mengajar anak-anak, guru harus memelankan suaranya. Pantangannya yakni guru tidak boleh berteriak saat memanggil murid. Suara yang keras tidak akan membuat mereka menjadi murid yang penurut. 

Suara yang keras hanya akan membuat sikap anak-anak kita ikut keras. Karena Anak-anak itu adalah peniru yang baik. Setiap hal yang mereka lihat, dengar, dan rasakan akan terekam dengan baik di dalam ingatan mereka.

Tujuan guru memelankan suaranya dalam penjelasan adalah agar anak-anak bisa melihat dan memperhatikan bibir dari gurunya saat berbicara. 

Dalam benak murid, "Ibu guruku lagi memberikan penjelasan atau petunjuk tentang apa ya!", sehingga dengan cara ini, setiap anak bisa berkonsentrasi untuk memahami penjelasan yang telah disampaikan oleh gurunya. Tanpa bersuara dengan keras, intruksi atau petunjuk yang disampaikan oleh guru kepada anak bisa dipahami dengan baik.

Jumlah guru di PAUD ini sebanyak delapan orang. Setiap guru dalam mengajar harus menyamakan metode pengajaran yang digunakan. Karena setiap guru akan mengajar di setiap kelas yang berbeda-beda. 

Dalam setiap permainan yang dilakukan oleh anak-anak di kelas, guru wajib membawa catatan penilaian. Penilaiannya adalah perkembangan diri dari setiap murid. Mulai dari tingkah lakunya, kemampuan akademiknya, dan juga kemandiriannya dalam mengerjakan suatu tugas yang telah diberikan.

Peraturan yang harus dipatuhi oleh anak-anak adalah mereka tidak boleh membawa bekal makanan dari rumah. Mereka diajari oleh ibu guru cara bersyukur yang baik dari setiap rezeki yang telah diterima dari orang lain. Setiap hari, orangtua wajib membayar uang sebesar seribu rupiah. Uang itu digunakan untuk membeli konsumsi anak-anak.

Misalkan harga kuenya itu Rp 500,00, maka anak-anak akan mendapatkan dua buah kue. Jumlah kue yang diterima oleh setiap anak sama. Namun, meski masih saja ada anak yang tidak mau memakan kue yang telah diberikan oleh ibu guru dengan alasan tidak menyukainya. Sehingga  guru pun dituntut juga bisa merayu atau mengambil hati murid tersebut agar bersedia memakan kuenya sampai habis.

Dalam permasalahan ini, guru bisa mengajari anak-anak tentang pendidikan karakter berupa keikhlasan. Setiap rezeki yang diterima oleh anak-anak itu harus disyukuri. 

Cara bersyukurnya yakni dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah (segala puji bagi Allah). Lalu menerima pemberian makanan kue dari Ibu guru dengan mengucapkan terimakasih.

Namanya juga anak-anak. Kadang-kadang mereka itu bertengkar satu sama lain untuk memperebutkan mainan. Cara menasihati anak-anak yang baik adalah dengan lemah lembut. 

Saat menasihati anak-anak, guru bisa membungkukkan badan, merunduk, ataupun jongkok. Sampai posisi dari wajah guru dan murid berhadapan. Tujuannya adalah agar tatapan guru bisa mengena ke penglihatan murid. 

Dengan cara ini diyakini pandangan dari mata akan turun ke hati. Sehingga hati anak akan mudah luluh. Cara menasihatinya juga dengan suara yang pelan. Tujuannya agar anak bisa menerima nasihat itu dengan baik. 

Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang memberikan penghargaan dari hasil karya muridnya. Pembelajaran secara daring (dalam jaringan) terhubung antara ponsel pintar ibu guru dengan wali murid. Tugas untuk anak-anak dikirim melalui WhatsApp di ponsel pintar. Guru bisa memberikan tugas kepada anak-anak untuk membuat penampilan berupa video atau menggambar dan mewarnai lalu di foto dan dikirim secara japri.

Setelah itu guru akan memberikan apresiasi berupa penghargaan kepada dua anak dalam setiap kelasnya dengan penampilan terbaik. 

Hal ini bertujuan untuk memotivasi anak-anak untuk selalu mengerjakan tugas dengan kemampuan terbaiknya. Karena anak-anak itu senang sekali dengan pemberian yang berupa hadiah dari gurunya.

Penutup
Anak-anak itu bukanlah orang dewasa. Mereka berbeda dengan kita. Tugas kita adalah mendidik anak-anak dengan membekali ilmu pengetahuan yang bermanfaat. 

Dalam mengajar anak-anak, kita berusaha untuk bisa memasuki dunianya. Sehingga seorang guru membutuhkan bahan bacaan berupa buku yang pembahasannya tentang kondisi kejiwaan anak-anak.

Hal ini akan bermanfaat dalam menemukan cara penyampaian ilmu pengetahuan secara tepat dan mudah diterima oleh anak-anak. Ibaratnya kita sebagai guru adalah ingin menangkap ikan disuatu wadah tapi tanpa mengeruhkan airnya. 

Maksudnya adalah ikan itu kita ibaratkan sebagai murid kita. Sementara air di dalam wadah adalah kelas-kelas dalam pembelajaran. Caranya yaitu dengan mengajari anak-anak dengan lemah lembut tanpa bersuara keras yang bisa melukai hati anak didik kita. Agar anak-anak mau menerima materi pelajaran yang akan kita sampaikan.

Pelajaran tersebutlah yang bisa saya petik dari percakapan dengan Ibu Robitoh di lebaran kali ini (bertepatan dengan masa pandemi covid-19). 

Semoga ilmu yang telah dibagikan kepada saya dan saya tulis di blog warga kompasiana ini bisa bermanfaat bagi pembaca. Aamiin

Mojokerto, 1- 6 - 2020
Salam
Eki Tirtana Zamzani

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun