Mohon tunggu...
Eki Tirtana Zamzani
Eki Tirtana Zamzani Mohon Tunggu... Guru - Pendidik yang mengisi waktu luang dengan menulis

Guru yang mengajar di kelas diperhatikan oleh 25-30 siswa, apabila ditambahi dengan aktivitas menulis maka akan lebih banyak yang memperhatikan tulisan-tulisannya. ekitirtanazamzani.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar di Jalanan dari Kondektur, Penumpang Bus, dan Pengamen Jalanan

22 September 2019   15:40 Diperbarui: 22 September 2019   15:46 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Halte menjadi tempat yang cocok untuk menunggu pemberhentian bus. Beberapa menit kemudian dari arah selatan ada bus yang akan menghampiri saya. Saya naik bus kota Sumber selamat dengan penumpang yang sudah penuh. Bus ini akan mengantarkan saya dari kota Mojokerto menuju kota tujuan yakni Surabaya (Sabtu, 21-09-2019).

Tugas dari pimpinan bimbel kepada saya untuk menghadiri perlombaan story telling yang di ikuti oleh anak-anak di UINSA Surabaya. Tugas saya nanti disana adalah untuk menemani anak-anak dalam mengikuti lomba. Perjalanan terkadang mengisahkan suatu pesan yang bermanfaat untuk dibagikan kepada pembaca.

Penumpang Nakal

Perjalanan menumpang bus memiliki kenangan tersendiri. Ketika awal kuliah dulu, saya menumpang bus. Saat menjadi penumpang bus, hukum alam akan berlaku. Jika penumpang tidak kebagian tempat duduk maka mereka harus rela berdiri meskipun dengan membayar biaya penuh. Untungnya meskipun tidak kebagian tempat duduk, saya masih bisa duduk di kursi lesehan dekat Pak sopir.

Beberapa menit kemudian, kondektur bus menarik karcis kepada saya. Biaya perjalanan dari Mojokerto ke Surabaya sebesar Rp.7.000,00. Saya mendapatkan selembar karcis. 

Ada seorang Ibu yang akan turun. Lalu beliau memanggil saya untuk menggantikan tempat duduknya.
Tempat duduk saya yang baru letaknya bersebelahan dengan seorang lelaki. Dia asyik bermain dengan ponselnya. Saya diam tidak berani bertegur sapa terlebih dahulu. Saya lebih memilih untuk melihat tayangan TV dan mendengarkan suara alunan musik dalam perjalanan.

Pak Kondektur lalu memberikan pengumuman kepada penumpang. Beliau menyampaikan kalau akan mengecek karcis yang dimiliki oleh semua penumpang. Tiba-tiba penumpang yang berada disebelah saya bilang, "Pak saya belum membayar karcis". Tutur penumpang

"Lho ko bisa, kamu tadi naik dari kota mana?" Tanya Kondektur

"Saya dari Jombang Pak, maaf saya tadi sibuk dengan ponsel saya. Sehingga saya kelupaan dan tidak sempat untuk membayar karcis". Jawab penumpang

"Jangan seenaknya sendiri ya. Jika ada penumpang yang belum membayar maka yang disalahkan nanti oleh pimpinan adalah kami selaku penanggung jawab operasional bus". Tutur Kondektur

"Iya Pak saya minta maaf sekali lagi, ini Pak saya membayar uang karcisnya Rp.15.000,00." Jawab penumpang

Pak Kondektur bertanya kepada saya, "Masnya tadi mulai naik dari kota mana?" 

"Saya mulai naik dari kota Mojokerto Pak". Jawab saya

"Lho itu penumpang yang dari Mojokerto saja sudah membayar karcis. Kamu yang mulai naik dari Jombang malah belum membayar". Kondektur menegaskan

"Baiklah sebagai hukumannya, kamu harus turun di daerah sini Balongbendo Sidoarjo. Nanti kamu naik bus lagi. Kalau ada bus dibelakang kami". Penjelasan Kondektur

"Ini kembalian uangmu sebesar Rp.7.000,00". Sambil menyerahkan uang
"Wah jangan Pak! ! ! Jawab penumpang

Akhirnya penumpang yang mau curang dengan tidak membayar karcis bus itu diturunkan paksa oleh Pak Kondektur. Dia pun harus sabar untuk menunggu keberangkatan bus yang ada di belakangnya lagi.

Secara hitung-hitungan waktu penumpang dalam kisah diatas rugi waktu. Tetapi itu diakibatkan oleh kesalahannya sendiri. Karena ketika ada kesempatan untuk tidak jujur. Dia terperangkap oleh kondisi itu dan terlena untuk mencobanya.
Tetapi tidak disangka-sangka, Pak Kondektur menyadari kekurangan dari biaya karcis yang didapat dengan banyak jumlah penumpang. 

Penumpang tadi terlena dengan keuntungan semu. Dia berani tidak membayar karcis. Akhirnya dia ketahuan dan dibuat malu didepan orang banyak. Karena dimarahi oleh Pak Kondektur. Lalu dia dapat hukumannya langsung dengan cara diturunkan dari bus.

Nyanyian Pengamen Jalanan
Indahnya dunia ini
Membuatku jatuh terlena
Bekerja dan terus bekerja
Tak kenal waktu dan tak kenal lelah

Gema adzan subuh, kami lelah tertidur
Gema adzan dhuhur, kami sibuk bekerja
Gema adzan ashar, keluh kami di dunia
Tuhaan pantaskah surga untukku

Gema adzan maghrib, kami di perjalanan
Gema adzan isya', kami lelah tidur-tiduran
Kami tak pernah mandi, membaca firmanmu dan tanggung jawabku bersujud kepadamu

Lagu pengamen jalanan ini begitu menyentuh hati. Liriknya memang cocok dinyanyikan untuk penumpang yang  sedang berpergian jauh dengan berbagai urusan dunia.

Rutinitas penumpang yang bekerja adalah berangkat di pagi hari dan pulang di sore hari. Aktivitas rutin ini terkadang melupakan kewajiban kita sebagai hamba-Nya untuk selalu menunaikan kewajiban beribadah yaitu shalat lima waktu.

Pesan yang ingin disampaikan oleh pengamen jalanan yaitu jangan lupa untuk beribadah kepada Tuhan disela-sela kesibukan kita. Agar nantinya kita pantas untuk mendapatkan kenikmatan di surga.

Belajar dari Kekalahan 
Setelah naik bus kota, saya turun di Medaeng Sidoarjo untuk ganti bus kecil menuju kampus UINSA. Biaya karcisnya sebesar Rp.5.000,00.

Saat sudah sampai di UINSA saya janjian untuk bertemu dengan saudara. Dia juga mengantarkan muridnya untuk mengikuti lomba speech untuk tingkat SMA.

Kami lalu membeli dua gelas minuman. Sambil berbincang menanyakan kabar kita masing-masing dan juga kesibukan kita masing-masing. Dia bercerita kalau muridnya tidak lolos ke babak berikutnya. Ada muridnya yang peringkat ke-4. Padahal yang diambil untuk masuk babak berikutnya yakni hanya peringkat ke-1 dan ke-2. Sungguh sangat sayang sekali.

Setelah itu, dia pamit pulang bersama murid-muridnya. Sebelum pulang, kami berfoto bersama.

Tidak berbeda dengan murid adik saya. Murid di LBB kami juga belum bisa masuk ke babak berikutnya.

Sebelum perlombaan, murid-murid saya di LBB sudah berlatih dengan tekun. Tiap hari menghafalkan teks, latihan gerak tubuh dan latihan berekspresi dengan mimik wajah yang sesuai dengan watak tokoh yang diperankan. Mereka selalu rajin dalam berlatih story telling.

Namun mereka belum bisa mempersembahkan juara kepada kami dan orang tua. Nilai lebih yang mereka dapatkan pada perlombaan kali ini adalah sebagai pelatihan mental dalam bertanding, kebersamaan dengan temannya saat latihan, dan bisa menahan diri untuk tidak bermain game sementara waktu. Hal itu sudah menjadi nilai positif yang mereka dapatkan dalam perlombaan kali ini.

Penutup
Kehidupan memiliki suatu cerita. Rangkaian cerita itu memiliki skenario. Tuhanlah yang membuat atau menuliskan skenario kehidupan. Menurut agama islam, ada suatu takdir yang bisa diubah dan ada pula takdir yang tidak bisa diubah.
Masa depan yang lebih baik merupakan suatu takdir yang masih bisa diubah. 

Seperti pribahasa yang mengatakan jika kita dari kecil sudah terlahir miskin itu memang sudah menjadi takdir. Namun jika  saat kita sudah tua tetapi tetap miskin maka hal tersebut menjadi suatu kerugian. Karena hidup kita yang tidak ada perubahan ke arah yang lebih baik atau terus sengsara.

Jadi semoga kita bisa menjalani tantangan kehidupan dengan berbagai keajaiban-keajaiban yang dihadirkan oleh Tuhan kepada kita.  Kita dapat melaluinya dengan selamat. Terus semangat, pantang menyerah dan terus berusaha untuk menggapai mimpi-mimpi kita di kemudian hari. Aamiin

Semoga bermanfaat

Salam,

Eki Tirtana Zamzani
Mojokerto, 22-09-2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun