Beliau memberanikan diri untuk memberikan tester kepada komandan tentara Jepang. Komandan itu pun menyukai ayam rebus tersebut. Sehingga anak-anak buahnya diberitahu tentang kelezatan ayam rebus yang di jual oleh Pak Eka. Hal ini membuat ayam rebus Pak Eka laku keras yang dibeli oleh tentara Jepang.
Jualan minuman dan ayam rebus memang diniatkan untuk mengumpulkan modal. Modal tersebut akan digunakan untuk berbisnis rongsokan. Caranya rongsokan-rongsokan itu dimuatkan di kendaraan. Kemudia dibawa pulang ke rumah beliau.Â
Dari bisnis rongsokan itu, Pak Eka bisa menabung Rp20.000. Waktu itu harga sebuah rumah tembok Rp1000. Stock rongsokannya pun habis. Artinya beliau harus meninggalkan usaha rongsokan tersebut.
Beliau mencoba peruntungan lagi untuk berbisnis minyak goreng. Beliau tahu tempat produsen penghasil minyak goreng dengan harga miring. Namun harapan untuk mendapatkan keuntungan dari berjualan minyak goreng sirna sudah. Mimpi untuk mendapatkan keuntungan hanya sebatas angan-angan. Hal ini karena adanya kebijakan pemerintah Jepang di Makasar waktu itu. Penjuan minyak goreng telah dimonopoli oleh Pemerintah Jepang. Pihak swasta tidak boleh berjualan minyak goreng dimasyarakat. Inilah kegagalan bisnis Pak Eka yang kedua kali.
Usaha yang dijalani Pak Eka berikutnya adalah membuat pabrik roti. Saat itu masyarakat kesulitan untuk mendapatkan asupan roti. Padahal waktu itu roti menjadi makanan yang paling digemari oleh masyarakat.Â
Masalahnya saat itu adalah keterbatasan bahan baku pembuatan roti yaitu gula. Satu orang hanya boleh antre untuk membeli 1 kg gula. Sehingga solusinya beliau mencari pengantre bayaran. Usaha ini pun membuahkan keuntungan. Beliau berhasil membeli mobil seharga Rp70.000,00.
Saat terjadi perang kemerdekaan, Pak Eka kembali bangkrut. Masalahnya beliau memiliki hutang kepada rekan bisnisnya. Dalam prinsip beliau yang selalu menjaga kepercayaan orang lain kepada diri beliau. Maka beliau menjual mobilnya untuk bisa melunasi hutang-hutangnya.
Betul kata pribahasa, "Mudah mencari teman saat kita senang dan berada di puncak, tetapi saat kita mengalami kesusahan karena karena roda tidak selalu diatas satu persatu teman yang dulu setia kini mulai berpaling dari kita".Â
Tampaknya hal itulah yang dirasakan oleh Pak Eka saat mengalami kebangkrutan yang keempat kali. Beliau mulai tidak dihargai oleh tetangga-tetangganya karena jatuh miskin. Beliau kemudian meninggalkan Makassar untuk menenangkan diri di daerah pegunungan. Beliau menghabiskan waktunya untuk menambah penggetahuan dengan cara membaca buku yang bermanfaat.
Pada tahun 1950 ada pemberontakan Andi Aziz di Makassar. Tentara nasional Indonesia pun datang berduyung-duyung untuk mengamankan pemberontakan tersebut. Jumlah tentara yang banyak pasti membutuhkan logistik. Seperti pakaian, minuman, dan makanan.Â
Namun orang-orang disekitar situ tidak berani untuk berdagang di area situ. Takutnya tentara nanti mengambil barangnya dulu baru bayar setelahnya. Yang ditakutkan pedagang adalah tidak balik modal atau malah rugi karena tidak dibayar.