"Bukan dibuang. Tapi ditinggal. Nanti ada yang mengambil. Untuk dijual", jawab saya.
"Siapa yang ambil?", tanyanya lagi.
"Trash picker. Dalam bahasa Indonesia, namanya pemulung," saya menjelaskan.
"Itu sama dengan buang sampah sembarangan. Kalau mau kasih untuk pemulung, kenapa tidak dengan cara lain yang lebih baik? Kita bisa lipat koran dan letakkan di suatu tempat. Pemulung bisa ambil koran dengan mudah. Koran juga masih dalam kondisi yang bagus untuk dijual", tukas Kipley panjang lebar. Ia memandangi wajah saya lekat-lekat, "Iya, kan?".
Saat itu juga, hawa panas menjalar ke seluruh tubuh.
Wajah saya memerah. MALU.
Tersadar bahwa saking "biasanya" membiarkan koran berserakan, saya merasa bahwa itu seolah merupakan hal yang wajar untuk dilakukan.
Tersadar bahwa yang berlaku secara umum itu belum tentu benar, dan yang perlu saya lakukan saat itu adalah berdamai dengan ego. Mengakui kesalahan.
Ya. Saya salah.
Saya mau berubah.
...