Mohon tunggu...
Ashwin Pulungan
Ashwin Pulungan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Semoga negara Indonesia tetap dalam format NKRI menjadi negara makmur, adil dan rakyatnya sejahtera selaras dengan misi dan visi UUD 1945. Pendidikan dasar sampai tinggi yang berkualitas bagi semua warga negara menjadi tanggungan negara. Tidak ada dikhotomi antara anak miskin dan anak orang kaya semua warga negara Indonesia berkesempatan yang sama untuk berbakti kepada Bangsa dan Negara. Janganlah dijadikan alasan atas ketidakmampuan memberantas korupsi sektor pendidikan dikorbankan menjadi tak terjangkau oleh mayoritas rakyat, kedepan perlu se-banyak2nya tenaga ahli setingkat sarjana dan para sarjana ini bisa dan mampu mendapat peluang sebesarnya untuk menciptakan lapangan pekerjaan yang produktif dan bisa eksport. Email : ashwinplgnbd@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Diperlukan Solusi Mendasar untuk Perunggasan Nasional

6 Mei 2021   21:12 Diperbarui: 6 Mei 2021   21:36 528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perlu diketahui bahwa dari konsumsi Daging unggas baru hanya 13,74 kg/kapita, konsumsi telur unggas 11,5 Kg/kapita serta populasi DOC Final Stock 3,58 Miliar ekor/Tahun, perputaran uang dalam sektor ekonomi unggas Nasional termasuk hasil ayam pedaging dan petelur serta proses nilai tambahnya dan ikutannya sudah mencapai Rp.720 Triliun per tahunnya (Dalam kondisi sebelum Pandemi Covid-19). Hasil produk ayam ras ini memberikan kontrubusi 65% terhadap kebutuhan daging nasional. Diperkirakan setelah berlakunya UU No.18 Tahun 2009, peternak rakyat mandiri secara nasional tinggal kurang dari 10%, sedangkan 90% dikuasai perusahaan peternakan besar integrator PMA dan pemodal besar.

Sudah berkali kali Peternak Rakyat melakukan demo baik di depan Istana Negara maupun di Kementan RI dan teakhir ada terjadi demo lagi dengan berbagai orasi di depan Komplek Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta, pada Selasa (4/5/2021).

Puluhan peternak unggas rakyat yang tergabung dalam PPRN (Paguyuban Peternak Rakyat Nusantara) yang mewakili seluruh Peternak Unggas Rakyat di Indonesia, kembali berulang ulang untuk meminta Kementerian Pertanian RI (Kementan RI) agar segera memperbaiki atau mensolusi sengkarut persoalan unggas yang tidak kunjung usai sejak 2010 hingga kini 2021. Permintaan yang disampaikan melalui aksi damai ini adalah sebagai bentuk awal ekspresi kegusaran peternak rakyat mandiri yang kondisinya semakin terpuruk. Betapa tidak, harga sarana pokok produksi peternak (Sapronak) seperti Pakan unggas, DOC (Day Old Chick) dan lainnya dari produsen integrator unggas sangat tinggi di konsumen peternak pembudidaya.

Ada pemberitahuan terbaru dari beberapa pabrikan pakan unggas anggota GPMT (Gabungan Perusahaan Makanan Ternak) bahwa ada kenaikan harga Pakan Unggas mulai berlaku sejak tanggal 17 MEI 2021, harga akan dinaikkan sebesar Rp.200,-/Kg, sehingga harga Pakan Unggas akan terjadi di konsumen Peternak Rakyat Rp. 8.000.-/Kg. Hal ini akan berdampak kepada HPP yang naik sedangkan harga panen ayam hidup belum bisa di prediksi pada situasi pandemi Covid-19 ini.

Disamping itu, harga jual ayam broiler dan telur panen cenderung murah bahkan sangat murah dibandingkan dengan Harga Pokok Produksi (HPP). Kondisi seperti ini berulang terus yang menyebabkan para Peternak rakyat mengalami kerugian yang cukup besar. Sesungguhnya sejak tahun 2010 hingga 2020 lalu ribuan peternak telah mengalami kerugian cukup besar dan signifikan  dengan taksiran telah mencapai Rp.5,4 triliun.

Ketua PPRN Alvino Antonio menyatakan dengan geram, bahwa aksi unjuk rasa ini sebagai bentuk kekesalan Peternak Unggas Rakyat terhadap Kementan RI dan jajarannya terkait yang tidak pernah memahami serta memperdulikan aktifitas usaha para peternak unggas rakyat.

Kementan RI cenderung membiarkan kondisi para peternak unggas rakyat bangkrut serta adanya pembiaran para integrator melakukan penjualan harga sapronak kepada konsumen peternak dengan seenaknya harga selalu dinaikkan dalam berbagai alasan kenaikan sehingga usaha komersial para perusahaan integrator unggas semakin jaya saja didalam penderitaan para peternak.

"Kami juga sangat kecewa karena Dirjen Peternakan & Kesehatan Hewan (PKH) tidak mau menemui kami, harap dicatat bahwa kami sampaikan kepada Kementan RI, kami para Peternak Unggas Rakyat tidak akan mundur untuk terus memperjuangkan nasib para peternak rakyat yang semakin terpuruk karena adanya keberpihakan Kementan RI kepada para perusahaan integrator", ungkap Ketua PPRN, Alvino Antonio saat menyampaikan orasi di depan Komplek Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta, Selasa (4/5/2021).

Saya menduga kata Alvino selanjutnya dengan meyakinkan, ada kongkalikong diantara mereka (Kementan RI dan Perusahaan Integrator Unggas) sehingga nasib kami para peternak diabaikan. Kerugian yang kami alami sangat besar, banyak diantara kami yang sudah gulung tikar, kami yang masih bertahan masih menunggu komitmen dari pihak Pemerintah dalam memberikan perlindungan dan solusi kepada para Peternak Unggas Rakyat Mandiri.

Sebelumnya Alvino Antonio telah melayangkan dua kali Nota Keberatan kepada Kementan RI pada 15 Maret dan 29 Maret 2021. Peternak unggas mandiri ini juga sudah merespon undangan pertemuan dari pihak Kementan pada 12 April lalu. Tetapi di pertemuan itu Kementan RI hanya sebatas ingin tahu maksud dan penjelasan yang tersurat dalam Nota Keberatan. Tidak ada respon selanjutnya," ujar Alvino.

Selanjutnya Koordinator aksi, Pardjuni menilai, kebijakan pemerintah dalam hal pengawasan kualitas sapronak terhadap UU dan Ketentuan yang ada sangat kurang dan bahkan terlihat belum ada. "Sehingga kami sangat dirugikan. Malah yang terjadi adalah Peternak rakyat yang dikorbankan, harga sapronak mahal tetapi kualitas sangat jelek" pungkas Pardjuni saat orasi bersama peternak dari Jawa dan Bali pada Selasa (4/5/2021).

Baru-baru ini Kementan memangkas sebanyak 20,5 juta ekor DOC Final Stocks dengan dalih menjaga kestabilan harga perunggasan. Bahkan, Kementan menargetkan memusnahkan akan kembali memusnahkan sebanyak 288 juta DOC tahun ini. Akibatnya akan terjadi kelangkaan DOC dan ratusan peternak unggas terancam tidak mendapatkan DOC. "Kondisi kami sebagai Peternak Rakyat semakin tertekan. Harga DOC pasti naik kembali. Para integrator raksasa yang berbudidaya FS (Final Stock) pasti memprioritaskan Internal Farm dan para peternak kemitraan integrasinya, karena diperbolehkan secara UU No.18 Tahun 2009 (Ini adalah biangkerok permasalahan perunggasan nasional sesungguhnya).

Perjuangan para Peternak Rakyat dalam mendemo Pemerintah adalah UNTUK MEMBELA NEGARA dan RAKYAT bukan MEMBELA KEKUASAAN. Karena membela Negara adalah jangka panjang dan bersifat mendasar jangka panjang dan untuk keseluruhan para peternak di Indonesia sesuai landasan ketentuan UU dan UUD 1945 yang ASLI serta PANCASILA.

DEMONTRASI Peternak Unggas Rakyat YANG TERJADI SELAMA INI adalah sebagai dampak TIDAK BERJALANNYA USULAN TERTULIS dan MUSYAWARAH yang selama ini telah dilakukan bersama para pihak serta PEMERINTAH/KEKUASAAN pada kenyataannya Pemerintah tidak mampu untuk bisa mensolusinya sebagai mana harapan para PETERNAK RAKYAT MANDIRI.

Tugas PEMERINTAH/KEKUASAAN adalah menjalankan dan melaksanakan amanat UU serta amanat UUD 1945 dan PANCASILA dan kerja Kekuasaan selama ini telah DIBAYAR TUNAI (bukan hutang) OLEH UANG RAKYAT melalui APBN, lalu MENGAPA KEKUASAAN/PEMERINTAH tidak mampu mensolusi permasalahan yang selama ini terjadi dan pemerintah membuat program yang terlihat berproses menuju kinerja yang bisa mensejahterakan KEHIDUPAN RAKYATNYA ?

Selama ini yang TERJADI adalah kelompok para PEMODAL BESAR dalam bidang ekonomi yang jauh lebih condong disejahterakan (pembiaran pelanggaran UU dan ketentuan) daripada Rakyat Sendiri. Artinya kinerja Pemerintah selama ini adalah hanya prioritas untuk mensejahterakan para KAPITALIS BESAR-MENENGAH & KECIL, lalu mengabaikan KESEJAHTERAAN RAKYAT yang disaat PEMILU & PILPRES mengemis-ngemis lirih dengan PENCITRAAN untuk mendukung KEKUASAAN SEKARANG. MANA JANJIMU dahulu berpidato heroik UNTUK SEJAHTERAKAN SELURUH RAKYAT khusus untuk para Legislatif dan para Eksekutif ???

KETENTUAN PERMENTAN & PERMENDAG TIDAK PERNAH JALAN.

Sudah sampai sejauh apa manfaat Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No.32/2017 Tentang Penyediaan, Peredaran dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi yang mengamanatkan kepada seluruh perusahaan Breeding Farm Terintegrasi harus ada alokasi 50% DOC untuk konsumen peternak unggas rakyat mandiri dan ini juga tidak dapat berjalan. Pemerintah terlihat tidak berwibawa berhadapan dengan para perusahaan Integrator unggas.

Selanjutnya ada banyak Permendag RI yang dibuat bersama Kementan RI untuk mensolusi permasalahan Perunggasan Nasional dan terakhir ada Permendag No.7 Tahun 2020 (menggantikan Permendag Nomor 96 Tahun 2018) tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Petani dan Harga Acuan Penjualan di Tingkat Konsumen. Permendag inipun tidak bisa berjalan sesuai ketentuan yang ada didalamnya. Saat ini harga DOC berkisar Rp. 8.200 -- Rp. 8.500 per ekor sudah sangat jauh dari Harga Acuan Penjualan di Tingkat Konsumen Peternak.

Bahkan Ketua Umum DPN HKTI, Anggota DPR RI Dr. Fadli Zon, M.Sc. memberikan pendapatnya dan usulannya :

MENDESAK, GRAND DESIGN SEKTOR PERUNGGASAN NASIONAL.

Daging dan telur ayam selama ini telah menjadi penopang gizi yang penting bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, karena harganya relatif murah. Mengutip data Susenas (2019), konsumsi protein masyarakat Indonesia sebagian besar masih ditopang oleh ikan dan seafood di tempat pertama, serta daging ayam dan telur di urutan kedua.

Sayangnya, meskipun Indonesia sudah surplus produksi unggas, konsumsi daging ayam di Indonesia masih terbilang rendah jika dibandingkan beberapa negara tetangga. Berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik), konsumsi daging di Indonesia hanya 12,79 kg per kapita per tahun. Bandingkan dengan Malaysia yang konsumsi dagingnya bisa mencapai 38 kg per kapita per tahun. Menurut data OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) dan juga FAO (Food and Agriculture Organization), tingkat konsumsi daging Indonesia, baik ayam maupun sapi, sejak dulu selalu berada di bawah Malaysia, Filipina, Thailand, atau Vietnam.

Masih rendahnya konsumsi daging unggas ini pula yang menyebabkan kenapa pasokan daging ayam di Indonesia jadi berlebih. Produksi daging ayam di Indonesia mencapai 3 juta ton, sementara kebutuhannya hanya 2,2 juta ton saja. Sehingga, ada kelebihan pasokan sekitar 750 ribu ton pada tahun 2020. Sementara, pada 2021, surplus diperkirakan akan terus bertambah, yaitu sekitar 25 persen dari total kebutuhan.

Surplusnya neraca produksi unggas di satu sisi patut disyukuri, karena artinya kita tidak perlu impor daging ayam. Namun, di sisi lain, angka surplus yang besar juga perlu diberi catatan, karena bisa jadi ada persoalan di baliknya. Dalam pantauan HKTI, para peternak kecil adalah pihak yang paling terpukul akibat berlimpahnya produksi unggas, karena telah menekan harga ayam.

Kalau bicara harga ayam, jangan melihat harga daging ayam di pasar tradisional atau pasar modern, sebab pasti mahal. Tetapi, lihatlah berapa harga ayam di kandang (farm gate), yang diterima oleh peternak. Harganya jauh di bawah harga pasar.

Rendahnya harga ayam milik peternak ini berbanding terbalik dengan mahalnya biaya input yang harus mereka bayar, seperti harga DOC (day old chicken), atau bibit ayam, serta harga pakan. Terkait DOC, sudah mahal harganya, kadang pasokannya terbatas, sehingga susah dicari. Tiap tahun bahkan selalu terjadi kekurangan DOC, yang membuat harganya bisa mencapai Rp. 7000 per ekor. Ini terjadi akibat buruknya manajemen stok pemerintah.

Tak berbeda dengan DOC, ketersedian bahan baku pakan yang utama seperti jagung, bungkil kedele sudah 5 bulan terakhir ini langka dan membuat harganya melonjak tinggi. Padahal DOC dan pakan ini porsinya mencapai 74,3% biaya produksi untuk saat ini. Jadi, kalau DOC dan pakan harganya tinggi, maka bisa dipastikan biaya produksi peternak juga tinggi. Sementara, di sisi lain, harga jual farm gate yang diterima peternak sangat rendah. Hal ini tentunya merugikan peternak kecil.

Tiga masalah ini, yaitu ketersediaan dan harga DOC, pakan, serta harga jual (farm gate), harus dicarikan solusi permanennya, agar tidak terus berulang setiap tahun. Di sinilah perlunya grand design dalam sektor perunggasan, untuk melindungi para peternak ayam, agar ekosistem bisnis mereka kondusif dan produksinya berkelanjutan.

Menurut saya,  kebutuhan mengenai grand design perunggasan nasional ini cukup mendesak. Jika tidak segera disusun, usaha peternakan ayam akan semakin terpuruk dan daging ayam impor akan segera membanjiri Indonesia.

Dr. Fadli Zon, M.Sc.

Ketua Umum DPN HKTI, Anggota DPR RI.

AKAR PERMASALAHAN di PERUNGGASAN NASIONAL SESUNGGUHNYA.

Munculnya UU No.18 Tahun 2009, semua pasal yang ada di UU No.6 Tahun 1967 yang melarang perusahaan besar dan PMA berbudidaya, berubah menjadi pasal-pasal di UU No.18/2009 yang membolehkan perusahaan besar dan PMA berbudidaya dan boleh memasarkan sepenuhnya hasil produksi budidaya Final Stock di pasar dalam negeri dan pasar tradisional. Dengan kata lain UU No.18/2009 adalah UU yang membolehkan usaha peternakan dilaksanakan secara terintegrasi vertikal dari hulu hingga hilir. Dampaknya adalah usaha budidaya peternakan rakyat hancur lebur usahanya dan Pemerintah disaksikan oleh seluruh rakyat tidak sama sekali melakukan upaya penyelamatan usaha peternakan rakyat. Setelah UU No.18/2009 berjalan 2-3 tahun, barulah sangat terasa dampak perkembangan kehancuran Peternakan Unggas Rakyat hingga saat ini (tahun 2021).

Peternak rakyat dalam "Perhimpunan Peternak Unggas Indonesia (PPUI)" bersama beberapa asosiasi perunggasan rakyat, sudah mengajukan uji materi ke MK (Mahkamah Konstitusi) terhadap UU No.18 Tahun 2009 Jo. UU No.41 Tahun 2014, setelah delapan kali sidang, malah ditolak oleh MK dalam putusannya No.117/PUU-XIII/2015, akan tetapi ada perintah MK agar Pemerintah berkomitmen dan konsisten serta harus menjalankan beberapa pasal dalam UU No.18 Tahun 2009 itu yang berkaitan tentang pemberdayaan dan mempertahankan keberadaan usaha para peternak unggas rakyat di Indonesia. Malah MK mensinyalir kuat Pemerintah tidak seutuhnya menjalankan pasal pasal didalam UU No.18 Tahun 2009 tersebut serta ketentuan lain yang berkaitan, makanya selalu timbul permasalahan dalam setiap solusi pelaksanaannya dari Pemerintah terlihat sangat lemah tentang perunggasan Nasional.

Untuk itu harus segera ada upaya taktis Pemerintah untuk membuat solusi agar supply dan komsumsi daging unggas terjaga keseimbangannya di konsumen Nasional.

SOLUSI YANG HARUS SEGERA DILAKUKAN OLEH PEMERINTAH.

Dasar pemerintah adalah rencana pertumbuhan baik dari sisi para Perusahaan Integrator maupun dari sisi terpenting adalah pertumbuhan para Peternak Unggas Rakyat dalam Badan Usaha Koperasi yang bisa terintegrasi Horizontal dan Vertikal.

1. Pemerintah harus melakukan penggantian UU No.18 Tahun 2009 Jo. UU No.41 Tahun 2014 Tentang Peternakan & Kesehatan Hewan dengan UU Peternakan yang baru harus terpisah dengan UU Kesehatan Hewan yang seharusnya berdiri sendiri. Dalam hal ini, Pemerintah perlu segera mendasari dan membuat kebijakan tentang agribisnis perunggasan yang adil dan dinamis yang bisa meningkatkan kesejahteraan serta meningkatkan daya saing hasil unggas Nasional melalui terapan manajemen usaha yang modern serta efisiensi.

2. Sebelum UU Peternakan bisa dihadirkan, Pemerintah segera membuat Perpres atau Keppres tentang Segmentasi Pasar untuk menata dengan baik tentang Tata niaga hasil unggas di konsumen. Yaitu dengan memberlakukan Hasil budidaya semua perusahaan terintegrasi yang melakukan budidaya FS (Final Stock) termasuk Kemitraannya, hasil karkasnya harus diarahkan kepada penjualan ke Pasar Export. Sedangkan seluruh hasil budidaya FS para Peternak Unggas Rakyat baik LB (Life Bird) dan Karkasnya dijual sepenuhnya pada pasar Dalam negeri. Hal ini akan dapat menumbuhkan kembali para Peternak Rakyat pembudidaya yang bisa memenuhi kebutuhan pasar konsumen hasil unggas secara Nasional.

3. Pemerintah seharusnya mengawasi komitmen realisasi nyata dalam Permentan No.32 Tahun 2017 tentang pembagian DOC 50:50 kepada para Peternak Unggas Rakyat Mandiri. Agar hak usaha dan berpendapatan bagi Peternak Unggas Rakyat dapat terpenuhi dan harga DOC sesuai dengan ketentuan Permendag No.7 Tahun 2020.

4. Secara bertahap terukur dalam periode ditetapkan para perusahaan integrator diarahkan kepada kemampuan sepenuhnya pasar export dan ada penetapannya dalam periode satu tahun sudah harus sepenuhnya bisa export (melalui pendekatan Supply Chain Management (SCM).) dan para Peternak Rakyat juga kandangnya sudah dapat memenuhi kebutuhan pasar Dalam Negeri juga didalam cara Supply Chain Management.

5. Pemerintah dapat membenahi PT. Berdikari (BUMN) Perunggasan untuk membangun secara mandiri usaha Breeding Farm (GGPS-GPS-PS-FS) dalam sekala Nasional untuk memasok DOC FS kepada seluruh para Peternak Rakyat Mandiri atau Koperasi Budidya Peternak Rakyat.

6. Pemerintah  melalui BUMN PT. Berdikari juga bisa segera membangun secara bersamaan Pabrik Pakan Unggas (FeedMills) sekala Nasional untuk memasok kebutuhan pakan ternak unggas di seluruh Indonesia yang bisa juga membangun bersama "Koperasi Petani Jagung" sehingga menjadi bagian dari Integrasi Peternakan Unggas secara Nasional (BUMN Unggas Terintegrasi). Jika hal ini dapat dilakukan akan didapat kemampuan daya saing hasil unggas Nasional.  

7. Pemerintah bekerja sama dengan BULOG dan terintegrasi dengan BUMN PT. Berdikari agar dapat membangun sistem stock daging unggas RPHU (Rumah Potong Hewan Unggas) yang dilengkapi Blast Frozen dan Cold Storage berkapasitas besar terukur, tersistem sehingga menjadi bagian penyangga stock daging unggas Nasional dan juga diutamakan berfungsi sebagai stabilisator harga karkas unggas Nasional.

8. Pemerintah tetap membina terus pertumbuhan para Perusahaan Integrator besar agar dapat mendorong semakin besar kemampuan ekspornya sehingga bisa membantu Pemerintah/Negara dalam hal memperbesar jumlah simpanan/tabungan Devisa Negara.  

Demikian tulisan ini Penulis sampaikan untuk kepentingan dan kebaikan keberlangsungan usaha para Peternak Unggas Rakyat di seluruh Indonesia, terutama mendukung dan membantu Pemerintah untuk dapat membenahi dan mensolusi segmentasi pasar & tata niaga hasil perunggasan serta diharapkan Pemerintah bisa mendapatkan penambahan simpanan devisa dari aktifisasi ekonomi export hasil unggas Nasional. (Ashwin Pulungan-Presidium PPUI)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun