Kalau para pembaca mencermati judul tulisan ini, asosiasi pembaca akan mengarah kepada amburadulisasi pelaksanaan pengelolaan teknis secara keseluruhan pelaksanaan peternakan nasional baik hewan kecil maupun hewan besar ruminansia.
Pernah ada pakar yang mengatakan bahwa untuk hewan besar wilayah Indonesia tidak mungkin bisa mandiri dalam daging sapi mungkin orang ini adalah bagian dari para antek marketing Negara penghasil daging sapi dan kerbau agar Indonesia tetap bergantung kepada mereka. Kenyataannya masih banyak daratan hamparan luas Indonesia di berbagai pulau yang tidak/belum maksimal digunakan untuk peternakan hewan besar ruminansia secara intensif.Â
Indonesia bisa saja mencapai target maksimalisasi produktifitas hewan besar sehingga bisa mengurangi devisa Negara untuk belanja importasi sapi atau daging sapi serta susu, apabila intensifikasi peternakan dapat dijalankan dalam sebuah sistem terpadu sejak pemuliaan perbibitan, produktifitas dan budidaya hingga paska panen serta mensinergikannya dengan berbagai limbah berkualitas tanaman pangan.
Berbagai Kekecewaan peternak sapi terhadap perubahan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 26 Tahun 2017, tertulis kewajiban importir untuk membeli susu sapi peternak lokal, menjadi Permentan Nomor 30 Tahun 2018, pembelian susu sapi tidak menggunakan kata-kata 'wajib'.Â
Selanjutnya pada Permentan Nomor 33 Tahun 2018 tentang aturan kewajiban pembelian susu sapi untuk industri, tidak ada lagi sanksi bagi importir yang tidak membeli susu sapi lokal. Sehingga menjadi masalah yang berbuntut panjang. Hal ini bisa terjadi karena banyaknya kepentingan berbagai pihak dalam porsi kueh ekonomi peternakan di Indonesia.Â
Sementara didalam upaya perubahan ketentuan dan aturan yang ada, tidak melibatkan semua pilar organisasi dan pelaku yang ada. Dampaknya adalah importasi terhadap kebutuhan nasional atas komoditas peternakan hewan besar ruminansia bisa semakin besar baik itu daging sapi maupun susu. Potensi Peternakan didalam negeri cenderung diabaikan. Ini semua tentu akan menguras devisa negara yang bisa berdampak negatif kepada permasalahan makro dan mikro ekonomi.
Semua ini adalah permasalahan manajerial serta perencanaan yang akurat dari Pemerintah serta komitmennya menjalankan UU terhadap lingkup peternakan Nasional yang bisa mengatur secara harmonis semua lini tingkatan para pelaku peternakan yang ada.Â
Perlu diingat bahwa Peternakan adalah bagian dari potensi ekonomi nasional yang bisa meningkatkan nilai tambah bidang pertanian kita dan bisa menjadi andalan daya tahan dan kedaulatan swasembada pangan strategis Nasional (Protein Hewani). Â Â
Untuk hewan kecil seperti unggas ayam ras, Indonesia sudah sangat mampu untuk memenuhi sepenuhnya kebutuhan dalam negeri sendiri baik daging ayam dan telur ayam, karena telah berjalannya sistem peternakan unggas ras yang intensif.Â
Dalam hal perjalanan tataniaga ekonomi perunggasan yang melibatkan semua strata pelaku, masih belum berjalan dengan baik, karena masih terlihat tarik menarik antara pengusaha besar, menengah dan kecil karena Pemerintah belum maksimal untuk mampu menerapkan UU yang berlaku serta Ketentuan lainnya yang terkait sehingga masih terjadi amburadulisasi tataniaga berupa seringnya harga pokok usaha pada tingkat peternak tidak seimbang dan rasional dengan harga jual panen.Â
Selanjutnya seringnya terjadi harga bahan baku jagung untuk pakan yang melonjak yang membuat harga pokok usaha menjadi naik, harga panen di tingkat peternak selalu tidak pasti, sementara harga karkas dan telur dikonsumen tetap meningkat mahal dan terkadang tidak terjangkau oleh daya beli masyarakat.Â