Dari data yang didapat, ada GPS tahun 2014 sebanyak ±830.000 ekor D-line, tahun 2015 ada ±632.700 ekor D-Line, tahun 2016 sebanyak ±361.200 ekor D-line, sedangkan kebutuhan pasar tetap untuk saat ini, ditambah dengan daya beli masyarakat yang melemah. Dari data GPS tersebut, bisa terjadi output FS akan terjadi sebanyak antara kisaran 65 - 76 juta ekor/week. Artinya adalah para perusahaan Breeding Farm (BF) besar sangat memaksakan diri, sehingga over supply terjadi.
Solusi Permasalahan Perunggasan Nasional :
1. Cabut segera UU No.18 Tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, menggantikannya dengan PERPPU Peternakan.
2. Didalam PERPPU dibuat Pasal yang menetapkan tentang SEGMENTASI PASAR yaitu : a). Pasar Dalam Negeri sepenuhnya diperuntukkan kepada usaha Budidaya FS Peternakan Rakyat. b). Budidaya FS para perusahaan Integrator jika masih mau berbudidaya FS, orientasi produksinya sepenuhnya hanya untuk pasar EXPORT.
3. Pemerintah harus mengaudit semua perusahaan BF secara tajam dan akurat sehingga persediaan DOC-FS tidak terjadi over supply yang bisa menghancurkan harga LB.
4. Semua kandang GPS, PS dan FS didata secara akurat dengan kode lokasi berkoordinat.
5. Pemerintah segera menetapkan agar semua komponen import didalam pembentukan harga pokok produksi unggas, harus ditanam dan dibuat seluruhnya didalam negeri.
6. Pemerintah segera menata semua tata sistem pemotongan unggas (RPA) agar berada di pinggiran kota yang dekat dengan pembuangan berpengolahan serta RPA yang memiliki Cold Storage kapasitas besar juga dengan kode lokasi berkoordinat. Sehingga semua produksi karkas ayam yang masuk pasar perkotaan, sesuai dengan kriteria ASUH. Selanjutnya semua RPA harus memiliki tempat pengolahan dan pemanfaatan limbah yang produktif sehingga bisa mendukung kemampuan efisiensi produksi.
7. Tidak ada lagi manipulasi importasi bibit didalam dokumen adalah GPS akan tetapi isinya adalah GGPS (Great Grand Parent Stock), oleh karena itu Badan Karantina dibawah koordinasi Kementerian Pertanian RI sangat perlu dibekali berbagai kemampuan deteksi dari segala kemungkinan manipulasi importasi.
8. Pemerintah segera melarang importasi bibit ayam dalam bentuk telur tetas.
Demikian yang bisa disampaikan penulis, semoga bisa bermanfaat sebagai sumbangsih pemikiran penulis untuk kebaikan bangsa dan Negara kini dan kedepan. Jayalah Indonesia untuk sebesar besarnya bagi manfaat kesejahteraan seluruh anak bangsa Indonesia bukan penjajah Kapitalis. (Ashwin Pulungan)