Sudah sangat jelas visi dan misi UUD 1945 adalah untuk mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia begitu juga Pancasila dan ini bisa disebut juga dengan ruhnya semua UU kalau itu mau disebut sebagai ruh. Perunggasan Nasional khususnya dan Peternakan Nasional pada umumnya dalam periode berlakunya UU No.18 Tahun 2009, mengalami kehancuran tata ekonomi yang keseluhannya dialami oleh para pengusaha sektor budidaya di Peternakan Rakyat. Lucunya malah perusahaan besar integrator yang dominan menikmati keuntungan sangat besar dari tata niaga ekonomi perunggasan Nasional.
Ada pernyataan akademisi yang menjabat posisi penting pada sebuah perguruan tinggi negeri bersama kawan kawannya tentang posisi UU No.18 Tahun 2009, sebenarnya adalah mereka masih tetap mempertahankan JASAD (Hardware) UU No.18/2009 tentang PKH dipertahankan hanya ruh-nya saja (software) yang dibenahi.
Kalau ada Pasal yang membolehkan perusahaan Integrator besar berbudidaya dan boleh juga menjual hasil budidayanya di pasar tradisional, untuk membenahi ruhnya BAGAIMANA ? Hanya bisa, jika kalimat di Pasal krusial UU tersebut kita ubah kalimat pasalnya sesuai dengan ruh UUD 1945 dan Pancasila. Selanjutnya kita jangan ngawur berpendapat hanya untuk mempertahankan pernyataan salah kita lalu kita membuat berbagai cara argumentasi pembenaran yang sangat konyol sifatnya.
Banyak para Akademisi yang dahulu turut serta menyusun serta mendukung RUU-PKH (Peternakan dan Kesehatan Hewan) masih saja membela diri belum sadar dan malah MELAKUKAN gerilya PEMBENARAN atas dukungannya yang salah dahulu terhadap RUU-PKH.
Kita semua prihatin bahwa mereka belum memahami kejadian nyata dihadapan mereka selama ini bahwa akibat berlakunya UU No.18 Tahun 2009 sudah sangat banyak Peternak Rakyat yang MATI USAHA (BANGKRUT) terutama di usaha perunggasan Nasional, bukan karena kemampuan teknis manajemen produksi dan pemasaran Peternak Rakyat yang salah, akan tetapi dibolehkannya para perusahaan Integrator besar dan terbesar berbudidaya.
Dibolehkannya juga menjual di pasar dalam negeri (80-90% nya adalah pasar tradisional) karena karakter konsumen Nasional dominan suka daging ayam baru dipotong. Para akademisi seperti itu seharusnya SADAR bahwa Peternak Rakyat terpuruk parah sampai saat ini adalah karena digantinya UU No.6 Tahun 1967 menjadi UU No.18 Tahun 2009.
Mencermati proses tidak baik dalam kehadiran UU No.18 Tahun 2009, seharusnya semua (Perguruan Tinggi) PT Peternakan diseluruh Indonesia waspada, bahwa adanya realisasi pemberian kandang CH (Closed House) senilai diatas Rp.1 M, itu bisa masuk katagori Gratifikasi walaupun mungkin dana itu diambil dari dana CSR perusahaan akan tetapi peruntukannya sebenarnya salah sasaran. Selanjutnya setiap PT diseluruh Indonesia yang dimanfaatkan menjadi tempat ajang SEMINAR, SARASEHAN tentang RUU wajib memiliki rekam jejak yang rinci atas semua Pasal Pasal yang dibahas dan dirubah, agar bisa terhindar dari segala kemungkinan HANYA MEMANFAATKAN Perguruan Tinggi untuk mengesankan RUU sudah di bahas dan digodok oleh para akademisi secara ilmiah.
Selanjutnya PT bisa MEMPERTANGGUNG JAWABKAN semua RUU yag pernah dibahas di PT jika nanti ada permasalahan UU. Padahal bisa saja sebuah RUU setelah melewati sebuah PT, lalu melewati lagi PT lainnya, Pasal Pasalnya sudah dirubah sesuai dengan keinginan pihak yang berkepentingan, apalagi sebuah proses panjang menuju DPR-RI untuk digodok lagi sampai pengesahan RUU menjadi UU. Waspadalah semua PT jangan terulang lagi seperti sejarah KELAM pembuatan UU No.18 Tahun 2009 yang sangat buruk isi Pasal Pasalnya bagi sebuah UU yang BERKEADILAN.
Para peternak rakyat yang dirugikan sebagai akibat berlakunya UU No.18 Tahun 2009 seharusnya bisa menuntut kepada para akademisi ini, para asosiasi perunggasan pendukung RUU, termasuk kepada Pemerintah atas perbuatan mereka memprovokasi serta menggiring suasana akademisi di Perguruan Tinggi (PT) sehingga terjebak kedalam arahan salah pola pikir mereka yang sangat memihak yang berkepentingan.
Yang akhirnya wibawa PT dimanfaatkan oleh segelintir petinggi PT untuk terlibat menghadirkan dan menyusun RUU-PKH yang sangat bermasalah dengan alibi bahwa UU No.6 Tahun 1967 “Sudah tidak relevan lagi”. Tuntutan Peternak Rakyat ini adalah berupa “Ganti Rugi dari semua kerugian yang telah terjadi selama ini atau di terbitkannya ketentuan PUSO”.
Kebijakan memberikan kepastian berusaha bagi peternak yaitu budidaya dan Market DN (pasar tradisional ) 100% prioritas bagi peternak rakyat. Perusahaan Industri terintegrasi PMA maupun PMDN kembali ke Industri Hulu, jika ada PMA dan PMDN terintegrasi masih mau masuk usaha budidaya FS, produksinya harus sepenuhnya tujuan export. Ini sama dengan memberikan kepastian berusaha dan lapangan kerja juga bagi mahasiswa anak didik para Guru Besar dan dosen PT Peternakan.
Adanya wacana pembentukan BUMN PERUNGGASAN bukanlah satu satunya SOLUSI bagi Pemberdayaan kembali PETERNAK RAKYAT apalagi BUMN itu dijalankan oleh PT.Berdikari yang belum teruji serta professional di BF dan FM. SOLUSI untuk pemberdayaan Peternak Rakyat adalah REVISI TOTAL UU No.18 Tahun 2009 dengan memasukkan Pasal SEGMENTASI PASAR yaitu : 100% usaha budidaya dilakukan sepernuhnya oleh PETERNAKAN RAKYAT dan KEBUTUHAN PASAR DALAM NEGERI diperuntukkan SEPENUHNYA KEPADA usaha budidaya PETERNAKAN RAKYAT. PT.Integrator boleh saja terus menjalankan BUDIDAYA FS-nya TAPI 100% untuk tujuan pemasaran EKSPOR.
Setelah Pasal ini masuk dan duduk di UU, maka Pemerintah bisa membuat Permentan yang mengatur pola pengaturan migrasi di pangsa pasar nasional kepada sepenuhnya Petryt sehingga Konsumen Nasional tidak terganggu (60 jt ekor FS/w) dan budidaya FS PT.Integrasi diberi waktu hanya setahun (1 Tahun) untuk bisa siap sepenuhnya EXPORT. Dalam hal ini jika UU-PKH yang baru sudah bisa BERKEADILAN, bolehlah dibentuk BUMN PERUNGGASAN yang BERBUDAYA EFISIENSI dan BERDAYASAING TINGGI bagi produktifitas PETERNAKAN RAKYAT.
Buat apa memberi pengajaran kepada mahasiswa/i akan tetapi kesempatan usahanya tidak disiapkan bahkan lapangan kerja mandirinya ditutup peluangnya sebagai dampak adanya UU No.18/2009. Bukankah ini perbuatan pengajaran yang sia-sia dan tidak bermanfaat (ingat akan Q.Surat AL Ashr 1-3). Mari kita semua introspeksi kaji diri lebih dalam lagi agar peristiwa konyol melahirkan UU yang salah tidak terulang kembali. (Ashwin Pulungan)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H