Dalam konspirasi penjajahan modern, suatu wilayah Negara tertentu tidak perlu lagi ada penyerangan memakai bala tentara untuk menyerang dan menguasai wilayah hukum negara tertentu untuk dikuasai secara paksa. Cara seperti ini adalah cara kuno karena pada saat itu belum ada kemampuan ekonomi suatu negara penjajah untuk bisa menguasai negara tertentu dengan kemampuan memanfaatkan UU pada negara tujuan penguasaan, serta kecepatan transportasi distribusi yang juga sangat lamban. Pada penjajahan modern seperti saat ini, suatu negara penjajah tidak perlu menguasai wilayah negara terjajah, cukup dengan membuat konspirasi dominasi kesepakatan regulasi ekonomi Internasional yang bisa berdampak kepada penyesuaian UU pada negara-negara lain yang memiliki SDA dan SDM berlimpah kepada kesepakatan regulasi Internasional tersebut. Apabila negara-negara target jajahan tidak melaksanakan regulasi Internasional tersebut, maka hukumannya adalah embargo serta pengucilan ekonomi Internasional terhadap negara itu.
Bagaimana dengan Indonesia ? Banyak para pakar, pengamat apalagi oknum Birokrasi Pemerintah bahkan para oknum di DPR-RI mengatakan bahwa UU di Indonesia harus segera melakukan penyesuaian dengan regulasi Internasional WTO, APEC, AFTA kalau Indonesia mau diakui oleh Internasional. Hasilnya adalah banyak UU di Indonesia yang sudah syah berlaku, isinya memihak kepada kepentingan asing. Padahal WTO, APEC, AFTA adalah sebuah konspirasi Negara Maju untuk menguasai negara-negara kaya SDA dan SDM untuk menjajah ekonomi negara-negara tersebut mengatas-namakan kesepakatan Internasional. Konspirasinya adalah didalam kesepakatan "The Bretton Woods" yang merupakan agenda untuk kepentingan perusahaan transnasional (TNCs/Trans-Nasional Corporations) untuk menjajah dunia dan merupakan dalang Globalisasi. Disamping itu diciptakan lagi dalang neoliberalisme yaitu "Multilateral Development Banks" (The Wold Bank dan Internasional Monetery Fund) yang terdiri dari organisasi global yang beranggotakan negara kaya dan maju dan bertugas memberi hutang kepada negara miskin untuk membuat ketergantungan ekonomi.
Transaksi keuangan terbesar di Indonesia dan bahkan dunia adalah transaksi energi, lalu pendapatan terbesar kita selalu berasal dari energi dan sekarang menjadi pengeluaran terbesar Indonesia adalah belanja energi, karena Indonesia sudah sebagai negara pengimpor BBM. Transaksi selanjutnya adalah komoditas penting ekonomi Indonesia lainnya.
[caption id="attachment_218288" align="aligncenter" width="530" caption="Sudah ada dimana Kedaulatan Indonesia ?"][/caption]
Energi Indonesia yaitu Migas, pengelolaan ekplorasi dan eksploitasi minyak dan gas di Indonesia sudah dikuasai asing sebesar lebih 74% sejak tahun 1970 hingga kini.
Data dari Kementerian ESDM menunjukkan, pada tahun 2011 dari total produksi gas di Indonesia yang mencapai 3,26 TCF, produsen utamanya dipegang oleh Total (27%), Conoco (17%), Pertamina dan mitranya (13%) dan Britis Petrolium (12%). Dengan kata lain, 87 % gas nasional dikelola oleh pihak swasta asing. Itupun belum memperhitungkan blok yang dikelola oleh Pertamina yang menggandeng pihak swasta asing.
PERTAMINA sebagai BUMN saat ini diminta oleh pemerintah untuk ekspansi ke luar negeri dalam rangka mencari sumber minyak dan gas. Sementara Minyak dan Gas yang melimpah dinegeri ini di serahkan kepada perusahaan asing ! Alasan Pemerintah melalui Pertamina adalah Perusahaan milik negara ini belum ada kemampuan financial serta teknologi (alasan dari kebodohan yang amat sangat).
Hingga saat ini, 40 perusahaan asing sudah memegang izin prinsip pendirian stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU). Masing-masing perusahaan memiliki hak mendirikan 20.000 SPBU. "Itu artinya, sejumlah 800.000 SPBU milik asing akan menguasai Indonesia. Bayangkan, nantinya seluruh kebutuhan minyak harus dibeli dari perusahaan asing dan asing akan menguasai seluruh produksi Indonesia dari hulu ke hilir.
Info dari Kementerian ESDM,  Kontrak Kerja Sama (KKS) Blok Mahakam dilakukan oleh pemerintah dengan Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation (Jepang) pada 31 Maret 1967 dan berlaku  selama 30 tahun hingga 31 Maret 1997 dan  diperpanjang selama 20 tahun, sehingga kontrak akan berakhir pada 31 Maret 2017. Sebelum kontrak selesai , Total dan Inpex, telah berupaya untuk memperpanjang kontrak lagi (Penjajahan baru Indonesia yang diresmikan oleh Pemerintah sendiri).
Sektor Pertanian Indonesia, peran Negara Indonesia untuk melindungi sektor pertanian telah hilang. Kita bisa melihat, Negara justru mensponsori kebijakan impor pangan. Sebetulnya, kebijakan impor pangan ini bukan semata karena kurangnya stok pangan di dalam negeri, melainkan karena pemerintah Indonesia tunduk pada ketentuan WTO terkait liberalisasi pertanian melalui skema "Agreement on Agriculture (AoA). Impor pangan ini memukul produksi petani. Banyak petani menganggap kegiatan bertani tak lagi ekonomis (pupuk harganya dimahalkan karena gas diekspor, harga bibit mahal tidak dikontrol oleh Pemerintah).
Sudah begitu, proses distribusi pangan Indonesia dikuasai pula oleh perusahaan asing : Syngenta, Monsanto, Dupont, dan Bayer menguasai pengadaan bibit dan agrokimia. Cargill, Bunge, Louis Dreyfus, dan ADM menguasai sektor pangan serat, perdagangan, dan pengolahan bahan mentah.  Sedangkan Nestle, Kraft Food, Unilever, dan Pepsi Co menguasai bidang pengolahan pangan dan minuman. Ini juga termasuk dalam impor pangan. Impor kedelai, misalnya, dikuasai oleh PT Cargill Indonesia dan PT Gerbang Cahaya Utama (GCU). Sedangkan Sedangkan Carrefour, Wal Mart, Metro, dan Tesco menjadi penguasa pasar ritel pangan.
Lahan Perkebunan Karet dan Sawit Sumatra Utara, juga dikuasai asing. "Ada penguasaan asing secara terang-terangan dengan mengganti nama dan manajemen dan ada yang dilakukan secara terselubung. Yang pasti jumlah penguasaan asing atas lahan perkebunan di Sumut seperti daerah lainnya di Indonesia tren menguat," kata Sekretaris Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Sumut.
Karena tidak semua penguasaan asing dilakukan secara transparan, kata dia, maka tidak juga bisa dipastikan luasan kebun seperti kebun sawit yang dikuasai asing, tetapi ada parkiraan sudah di atas 50%. Total luas kebun sawit di Sumut sekitar 1,2 juta hektare.
Industri penjaminan risiko di bidang perkapalan, selama ini masih dikuasai lembaga-lembaga penjamin asing. Ada jutaan dolar AS iuran atau premi yang dibayarkan kepada Protection & Indemnity (P&I) Club di luar negeri. "Ini merupakan pelarian modal (capital flight). Devisa Indonesia yang menjadi loss protection karena harus dikeluarkan para pemilik kapal berbendera Indonesia. Ironisnya, keuntungan yang dimiliki P&I di luar negeri tidak dapat dinikmati oleh pemilik kapal di Indonesia. Ada 21 perusahaan dengan 400 unit kapal di Indonesia yang kini menjadi anggota Protection & Indemnity (P&I) Club.
Dunia penerbangan dan Telekomunikasi di Tanah Air dikuasai asing, ada pengumuman bahwa maskapai AirAsia adalah perusahaan asal Malaysia sudah mengakusisi 100 persen saham Batavia Air. Tentu saja ini menjadi peringatan dini bahwa langit nusantara yaitu penerbangan Nasional sudah dikuasai asing, seperti halnya industri telekomunikasi yang mayoritas juga sudah terbeli oleh pengusaha asing. Makanya kalau kita pakai pulsa untuk berkomunkasi di Indonesia, kita harus bayar kepada asing.
Pasar Dalam Negeri dikuasai Asing sebesar 80 % s/d 92 %, Bagaimana sekarang sadarkah kita pasar tekstil 80 persen, pasar farmasi 80 persen dan 92 persen industri teknologi telah dikuasai oleh asing. Aqua (74% sahamnya dikuasai Danone asal Perancis) atau minum teh Sariwangi (100% sahamnya milik Unilever Inggris), minum susu produk Sari Husada (82% sahamnya dikuasai Numico Belanda) atau bahkan susu Nestle (100% Australia). Mau belanja ke supermarket Carrefour milik Perancis, ke Alfa pun sudah menjadi milik Carrefour dengan penguasaan saham 75% (Sekarang menjadi kepemilikan saham ali-baba Group Chairul Tanjumg 100% katanya), atau ke Giant hypermart milik Dairy Farm Internasional Malaysia yang juga pemilik saham supermarket Hero, atau malam-malam mencari cemilan ke Circle K yang merupakan waralaba asal Amerika Serikat. Mau menabung atau mengambil uang di bank swasta nasional (BCA, Danamon, BII, Bank Niaga) dan bank swasta lainnya yang hampir semuanya milik asing sekalipun masih tetap melekat nama bank swasta nasional dibelakangnya. Bangun rumah memakai semen Tiga Roda bikinan Indocement (61,70% milik Heidelberg Jerman), atau pakai semen Gresik yang sudah menjadi milik Cemex Mexico. Begitu juga semen Cibinong setali tiga uang 77,37% sahamnya dimiliki Holchim Swiss. (Swa, Juli 2006)
Tugas kita kedepan adalah bagaimana "Membeli kembali Indonesia dari Penguasaan Asing". Tentu kita harus menghadirkan suatu Pemerintahan Indonesia yang bersih dan merakyat serta Pemimpin yang bukan sebagai kacungnya Asing, akan tetapi Pemimpin yang memiliki integritas serta nasionalisme Indonesia yang tinggi agar kedaulatan Indonesia secara utuh bisa direbut kembali. Oleh karena itu memperbanyak-sebanyaknya anak didik Indonesia bisa mengikuti pendidikan tinggi dan bisa menyelesaikannya menjadi perioritas utama yang mendesak dengan cara biaya pendidikan tinggi segera ditanggung oleh negara. (Ashwin Pulungan)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H