Mohon tunggu...
Ashwin Pulungan
Ashwin Pulungan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Semoga negara Indonesia tetap dalam format NKRI menjadi negara makmur, adil dan rakyatnya sejahtera selaras dengan misi dan visi UUD 1945. Pendidikan dasar sampai tinggi yang berkualitas bagi semua warga negara menjadi tanggungan negara. Tidak ada dikhotomi antara anak miskin dan anak orang kaya semua warga negara Indonesia berkesempatan yang sama untuk berbakti kepada Bangsa dan Negara. Janganlah dijadikan alasan atas ketidakmampuan memberantas korupsi sektor pendidikan dikorbankan menjadi tak terjangkau oleh mayoritas rakyat, kedepan perlu se-banyak2nya tenaga ahli setingkat sarjana dan para sarjana ini bisa dan mampu mendapat peluang sebesarnya untuk menciptakan lapangan pekerjaan yang produktif dan bisa eksport. Email : ashwinplgnbd@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money

Konspirasi PMA Hancurkan Peternakan Rakyat

21 Oktober 2012   15:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:33 1895
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13508347801772661471

Oleh : Ashwin Pulungan

A. Perintisan Pemerintah Dalam Inmas & Bimas Ayam Ras.

Pesan UUD 1945 dalam Pembukaan adalah : "Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di-atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan". Dalam Pasal 33 ayat 3 UUD'45 berbunyi : "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di-dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat".

Sejak terbentuknya UU No.6 Tahun 1967, usaha perunggasan Indonesia telah memasuki tahap awal pertumbuhan yang ditunjukkan dengan besarnya perputaran uang pada usaha di sektor ini. Jerih-payah Pemerintah untuk men-sosialisasikan ayam-ras dimasyarakat agar mau memakan daging dan telur ayam-ras serta mau membudidayakan ayam-ras untuk pendapatan tambahan masyarakat adalah sangat berhasil dan telah menyerap tenaga dan dana triliunan rupiah untuk membiayai program sosialisasi budidaya ayam-ras dengan nama program Inmas-Bimas Perunggasan pada periode itu.

Pada periode Inmas-Bimas Perunggasan, Pemerintah telah memprogram bidang-bidang usaha bagi masyarakat yaitu sektor hulu dengan pabrik Pakan (Feedmill) dan Pembibitan (Breeding Farm) dapat dikelola oleh swasta baik untuk PMA maupun PMDN. Sedangkan sektor hilir untuk budidaya, pemotongan sepenuhnya dilakukan oleh masyarakat peternak dan pemasarannya adalah pasar-pasar tradisional didalam negeri. Periode awal pertumbuhan yang dapat disebut periode emas perunggasan Nasional, telah merambah kemasyarakat sehingga menjadi usaha sampingan/utama  yang sangat diminati masyarakat. Pada saat itu lahirlah wadah asosiasi peternakan rakyat dengan nama Perhimpunan Peternak Unggas Indonesia (PPUI) pada tanggal 11 Januari 1970.

Pada periode perintisan ini, pemerintah telah berupaya keras untuk :

1. Mengeluarkan biaya Triliunan rupiah untuk mensosialisasikan ayam ras agar bisa dikonsumsi masyarakat dan banyaknya masyarakat peternak rakyat yang mau berbudidaya ayam ras,

2. Mengeluarkan segala daya upaya strategi serta teknis pembudidayaan kepada masyarakat sehingga ayam ras menjadi andalan usaha bagi banyak peternak rakyat,

3.    Sampai tahun 1981, perputaran uang dalam bisnis perunggasan Nasional telah mencapai ±Rp. 10 Triliun per Tahun (suatu jumlah yang cukup besar pada saat itu). Sampai saat ini tahun 2012, perputaran uang diperunggasan sudah mencapai ±Rp. 186 Triliun per Tahun. Suatu angka perputaran yang sangat besar.

Pertumbuhan dan perkembangan usaha perunggasan di Indonesia sangat signifikan, inilah yang membuat para perusahaan PMA yang dikhususkan dahulu berdasarkan UU (UU No.6/1967)  hanya untuk menyediakan pabrik pakan dan pembibitan yang efisien, kini para perusahaan PMA sudah merambah masuk dalam usaha budidaya menggusur budidaya peternakan rakyat melalui UU No.18 Tahun 2009.

[caption id="attachment_212507" align="aligncenter" width="558" caption="Perintisan dan Pembangunan Sektor Perunggasan Nasional Yang Menguras Energi dan Dana Triliunan Rupiah Diambil Pangsa Pasarnya Dari Peternakan Rakyat dengan Mudah oleh PMA"][/caption]

B. Perusahaan PMA perunggasan Melakukan Usaha Kartel & Monopoli.

Periode sampai dengan Tahun 1980-an dimana berlakunya Keppres No.50 Tahun 1981 sampai dengan Tahun 1985 adalah merupakan periode puncak kemampuan kandang budidaya-komersial peternakan-rakyat yang dapat mensuplai kebutuhan protein hewani asal unggas untuk kebutuhan Nasional. Pada saat itu, perputaran uang dalam bisnis perunggasan Nasional telah mencapai ±Rp. 10 Triliun per Tahun (suatu jumlah yang cukup besar pada saat itu). Periode tahun 1985 sampai dengan tahun 1990 pertumbuhan kebutuhan protein hewani unggas ras ini meningkat terus sehingga dapat mencapai perputaran uang  ±Rp. 20 Triliun per Tahun. Pada periode inilah perusahaan PMA mulai memaksakan diri memasuki lahan usaha budidaya peternakan rakyat dengan cara mereka membentuk dan membuat perusahaan-perusahaan dibidang perunggasan berstatus PMDN. Kemudian Breeding Farm (BF) mereka mengeluarkan DOC (Day Old Chick) secara berlebihan dengan target terjadinya over-suplai di peternak rakyat dan itu terjadi sehingga muncul permasalahan dan benturan peternakan-rakyat dengan Pemerintah dan Perusahaan PMA. Selanjutnya untuk memuluskan rencana mereka (PMA) memasuki lahan usaha peternakan rakyat, melalui tokoh perusahaan PMDN dipengaruhilah banyak oknum pejabat Pemerintah di Departemen Pertanian (Kementerian Pertanian) cq. Direktorat Peternakan pada saat itu untuk menggantikan Keppres No.50 Tahun 1981 dan diisukan adalah Keppres yang tidak aspiratif lagi melalui banyak Seminar rekayasa oleh para pakar-sarjana yang dibayar oleh perusahaan PMA tersebut. Banyak para pakar peternakan saat itu termasuk para pejabat Pemerintah tidak sadar bahwa dia telah menggunakan keahliannya untuk menghancurkan usaha rakyatnya sendiri turut serta bersama perusahaan PMA menggusur usaha budidaya peternakan rakyat. Penggusuran ini (Kartel & Monopoli) tentu saja melalui Keppres baru pengganti Keppres No.50 Tahun 1981 sehingga terbitlah Keppres No.22 Tahun 1990 yang isinya sudah dimasuki pemikiran dan kepentingan pihak asing melalui tangan para ahli dan pakar peternakan kita. Keppres No.22 Tahun 1990 berakhir pada bulan 23 Juni  2000 berdasarkan Keppres No.85 Tahun 2000. Kejahatan ekonomi ini juga sudah dilaporkan PPUI kepada Pemerintah bahkan kepada KPPU.

Apabila Tim KPPU mempunyai wawasan serta pengalaman yang luas terhadap bisnis perunggasan Nasional, KPPU akan menemukan pembuktian adanya praktek Kartel & Monopoli yang telah dilaporkan PPUI selama ini sejak 13 Oktober 2000. Matinya usaha budidaya peternakan rakyat selama ini dimulai sejak tahun 1990 adalah sebagai kenyataan adanya usaha secara Kartel & Monopoli yang dilakukan oleh para perusahaan perunggasan PMA dan PMDN. Para perusahaan PMA dan PMDN ini telah membuat perusahaan yang bergerak dari hulu hingga hilir sehingga usaha peternakan rakyat tidak mendapatkan  porsi usaha budidaya lagi.

Pada saat itu yang terjadi adalah Intervensi serta pelanggaran terhadap peraturan Pemerintah dan UU yang dilakukan para perusahaan PMA & PMDN sekutu mereka sehingga posisi budidaya-komersial peternakan rakyat yang tadinya ± 90% kini hanya tinggal kurang dari ±10%-nya. Pada periode konspirasi mereka, perusahaan PMA mensponsori terbentuknya beberapa asosiasi perunggasan diantaranya GPPU (Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas), GPMT (Gabungan Perusahaan Makanan Ternak), GAPPI (Gabungan Perusahaan Peternakan Indonesia) serta nama yang lainnya dan pengurus asosiasi bentukan PMA ini, didominasi oleh orang-orang mereka sehingga suara asosiasi memihak kepada kepentingan PMA. Pada periode 1985 sampai berlakunya Keppres No.22 Tahun 1990 hingga kini, PPUI sangat gencar menyuarakan kepentingan peternak-rakyat yang semakin hari semakin tidak diperhatikan dan dikerdilkan serta banyaknya oknum Pemerintah dan Legislatif saat itu yang memihak pada kepentingan PMA. Kentalnya keberpihakan Pemerintah dan Legislatif saat itu, terlihat pada periode sejak bulan Desember 1997 terjadi dampak krisis ekonomi Nasional pada sektor perunggasan sehingga harga pokok usaha sangat tinggi karena harga pakan ternak yang sangat mahal, Pemerintah melalui beberapa kajian dengan semua pihak dalam sektor perunggasan, disepakatilah "Dana Crash Program Perunggasan"  yang diperuntukkan bagi usaha peternakan-rakyat diantaranya adalah :

- Dana Crash Program Unggas   = 150 Juta US $.

- Dana dari JAMSOSTEK          = 300 Milyard Rupiah.

- Dana Subsidi Perunggasan       = 1,9 Trilliun Rupiah.

- Dana KKPA Peternak Unggas = 300 Milyard Rupiah.

Apabila ditotal keseluruhannya berjumlah ±Rp. 4 Trilliun. Sebagian dana Crash Program Perunggasan ini dimanipulasi oleh para perusahaan PMA termasuk manipulasi PPn 10% atas penjualan harga pakan ternak unggas. Semua pengaduan yang dilakukan PPUI kepada Pemerintah bahkan sudah diekspose pada berbagai media massa, tidak ditindak lanjuti sehingga banyak oknum aparat pemeritah yang terlibat konspirasi ini belum tersentuh tindakan hukum.

C. Manipulasi Subsidi Pakan Ternak oleh PMA.

Dimuat dalam penerbitan harian Kompas tanggal 1 April 2005 halaman 17 edisi Jawa Barat dan halaman 22 edisi Nasional dengan judul "Pemberkasan Korupsi Pakan ternak Berumur Setahun". Dikatakan oleh Direktur Tindak Pidana Korupsi Polri Brigadir Jenderal Indiarto, kasus Manipulasi Bungkil Kacang Kedelai (BKK) yang terjadi sejak Tahun 1998 masih dalam satus P-19 kami masih terus berusaha melengkapi dan menyempurnakan berkas tersebut agar segera dinyatakan lengkap. Berkas kasus pada tahun 1998 diajukan oleh DPP-PPUI pada 11 Juli  2003 dan diterima oleh Direktur III/PIDKOR & WCC Mabes-Polri Bapak Drs.Sugiri, walaupun telah melalui proses pelaporan oleh DPP-PPUI sejak tahun 1998 kepada Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, ternyata dengan kekuatan uang dari PMA, di Kejaksaan Tinggi di-bekukan, lalu diteruskan kepada Kejaksaan Agung di Jakarta ternyata bernasib yang sama. Barulah pengajuan ke Mabes-Polri pada bulan Juli 2003 ke-empat perusahaan yang terlibat yaitu PT.Charoen Pokphand Indonesia (PT.CPI), PT. Japfa Comfeed (PT.JC), CV.Cibadak dan PT.Teluk Intan, masing-masing para direkturnya dapat ditahan termasuk dari BULOG. Selanjutnya PPUI telah memasukkan pengaduan kepada KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) pada bulan Januari 2005 yang lalu. Dalam kasus ini Polisi menetapkan tujuh tersangka, mereka adalah Mantan KaBulog Beddu Amang, Mantan KaBiropengadaan Luar-Negeri BULOG M.Nur Ismed, Mantan Deputi Pengadaan BULOG M.Amin, Mantan Direktur CV.Cibadak Hadi Sutanto, Direktur Pengadaan PT.JC Achmad Syaefudin Haq, Direktur PT.CPI Hadi Gunawan dan Direktur PT.Teluk Intan Senpius Hendrawan (masih buron saat itu).

Kasus korupsi impor BKK untuk pakan ternak unggas ras pedaging ini, berdasarkan hasil pemeriksaan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pada tahun 2002, telah merugikan keuangan negara hingga mencapai Rp. 287 Miliar dan merugikan perekonomian negara sebesar Rp. 982,13 Miliar, berdasarkan pemeriksaan saksi ahli Profesor Suroso Iwan Zein. Jadi total kerugian negara dan rakyat adalah sebanyak Rp. 1,269 Triliun. Sebelumnya, berdasarkan pemeriksaan dan perhitungan Mabes-Polri, kerugian keuangan negara sebesar Rp. 841 Miliar yaitu lebih besar dari perhitungan BPKP sebesar Rp. 287 Miliar.

Dalam penyidikan lanjutan, Polisi menemukan adanya impor fiktif, yakni adanya impor BKK melalui Pelabuhan Belawan, Medan Sumatra Utara sebanyak 5.189 Ton dan melalui Pelabuhan Tanjung Priok sebanyak 7.983 Ton. Jadi total impor fiktif BKK sebanyak 13.172 Ton. Kita ketahui bersama, adanya pengakuan impor BKK oleh keempat perusahaan tersebut  melalui BULOG adalah sebanyak 158.666 Ton.

Dokumen impor dari pelabuhan Belawan dan Tj.Priok tersebut yang dimiliki oleh salah satu perusahaan PMT (Pabrik Makanan Ternak) adalah merupakan rekayasa impor dimana yang sebenarnya tidak ada terjadi kapal yang masuk pada pelabuhan tersebut yang khusus membawa sejumlah BKK dari dokumen fiktif tersebut.

Dugaan kuat impor BKK fiktif selama ini telah terbukti menurut Kepolisian dan menurut  GPMT (Gabungan Perusahaan Makanan Ternak) dalam pernayataan hancurnya usaha perunggasan Nasional karena hantaman Krismon Tahun 1997, ditandai dengan anjloknya konsumsi Pakan Ternak Unggas dari 6,5 Juta Ton (1996) menjadi tinggal 4,7 Juta Ton (1997) dan kemudian tinggal 2,8 Juta Ton (1998). Pada setiap PMT selalu memiliki persediaan bahan baku (iron stock) minimal selama 3 Bulan dan info iron stock inilah yang mendasari adanya impor fiktif. (Sumber PPUI). Walaupun kasus manipulasi ini masuk dalam program 100 hari "Kabinet Indonesia Bersatu" SBY, sampai kini kejahatan manipulasi ini masih saja tidak diungkap oleh Pemerintah SBY ada apa ? Apa ada hubungannya dengan status penempatan Syamsir Siregar sebagai Ketua BIN pada saat itu ?

D. Konspirasi Pembuatan UU No.18 Tahun 2009.

UU No.18/2009 inilah yang meluluh lantakkan usaha budidaya peternakan rakyat diseluruh Indonesia sehingga sudah tidak dapat berperan lagi hingga kini. Hal ini bisa terjadi karena ada Pasal dalam UU ini yang membolehkan secara syah bahwa PMA dapat melakukan usaha budidaya peternakan unggas dan dapat menjual sepenuhnya didalam pasar Indonesia termasuk pada pasar tradisional. Sebagaimana tertuang pada UU No.6/1967 "Pemerintah mengusahakan agar sebanyak mungkin rakyat menyelenggarakan peternakan" (Pasal 10 ayat 1) telah tercabut didalam UU No.18 Tahun 2009. Konspirasi ini diwujudkan disaat perputaran usaha perunggasan Nasional per tahun telah mencapai Rp. 130 Triliun. Menteri Pertanian disaat itu sdr. Anton Apriantono (PKS).

Cara PMA membuat UU No.18/2009 adalah membuat terlebih dahulu Draft RUU versi PMA, lalu draft RUU dimasukkan kepada Perguruan Tinggi (IPB-Bogor) dan di IPB digodok serta diseminarkan berkali-kali maka muncullah Draft baru RUU versi PT-IPB hal ini bisa dilakukan dengan memberikan biaya yang cukup besar kepada petinggi PT-IPB dan pengurus harian Organisasi Kemahasiswaan IPB. Selanjutnya diseminarkan lagi pada beberapa Perguruan Tinggi lainnya dan terakhir di PT kota Mataram atas biaya PMA tertentu. Lamanya penggodogan RUU di PT dijadikan alasan kuat bahwa RUU telah matang melalui proses seminari yang panjang dan seolah sudah melibatkan semua pilar asosiasi peternakan. Setelah RUU masuk DPR-RI pada tahun 2009 (saat itu sedang mulai Pemilu) dengan kekuatan uang PMA membayar para anggota DPR-RI Komisi terkait agar RUU mulus menjadi UU. Asosiasi Peternakan Rakyat yang selalu diundang adalah asosiasi rekayasa PMA yang mengatas namakan peternak rakyat. (banyak PT dijadikan ajang Regulation Laundring oleh PMA).

Pasal yang menghancurkan peternakan rakyat itu dalam UU No.18/2009 adalah :

Pasal yang membolehkan integrasi usaha.

Pada Bab II "Asas dan Tujuan" Pasal 2 UU No.18/2009 : "Peternakan dan kesehatan hewan dapat diselenggarakan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dilaksanakan secara tersendiri dan/atau melalui INTEGRASI dengan budidaya tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan, kehutanan, atau bidang lainnya yang terkait".

Pasal yang membolehkan PMA dan PMDN integrasi berbudidaya komersial.

Pasal 29 ayat 1 : "Budidaya ternak hanya dapat dilakukan oleh peternak, perusahaan peternakan, serta pihak tertentu untuk kepentingan khusus".

Pasal yang membolehkan PMA dan PMDN integrasi menjual di dalam negeri.

Pasal 36 ayat 1 : "Pemerintah berkewajiban untuk menyelenggarakan dan memfasilitasi kegiatan pemasaran hewan atau ternak dan produk hewan di dalam negeri maupun ke luar negeri".

Posisi Penguasaan Pangsa Pasar  Nasional 2012 :

Perusahaan Intergrated PMA ......................................... 80%

Perusahaan Intergrated PMDN ....................................... 15%

Peternakan Rakyat Kemitraan ........................................   4%

Peternakan Rakyat Mandiri ...........................................   1%.

E. Posisi Harga Komoditas Unggas Oktober 2012 :

Pekan kedua-ketiga : Harga DOC = Rp. 1.000,-/ekor ; Pakan = Rp. 6.300,-/kg ; BEP dikandang peterternak = Rp. 14.000,-/kg ; Harga ayam panen dikandang Jabar = Rp. 12.000,-/kg hidup ; Jatim = Rp. 11.000,-/kg hidup ; Bali = Rp. 10.000,-/kg hidup.

Pekan pertama : Harga DOC = Rp. 3.500,-/ekor ; Pakan = Rp. 6.500,-/kg ; BEP dikandang peterternak = Rp. 14.000,- s/d 14.500,-/kg ; Harga ayam panen dikandang Jabar = Rp. 14.000,-/kg hidup ; Jatim = Rp. 13.500,-/kg hidup ; Bali = Rp. 13.000,-/kg hidup.

Jika kita perhatikan posisi harga DOC diatas, PMA besar menjatuhkan harga dari Rp. 3.500,- menjadi hanya Rp. 1.000,- ini adalah upaya untuk mematikan para perusahaan Breeding Farm (BF) PMDN dan BF kecil agar keberadaan market DOC bulan berikutnya seluruhnya berada ditangan PMA besar.  Jika kita perhatikan harga ayam panen dikandang peternak, pada pekan kedua-ketiga Oktober 2012  peternak merugi dan pada pekan pertama peternak impas dan nyaris merugi. Kondisi usaha seperti inilah yang selama ini terjadi dan pemerintah termasuk Dinas Peternakan setempat tidak berupaya serta tidak berdaya untuk mensolusi permasalahan perniagaan unggas yang carut marut ini.

(Seluruh tulisan berdasarkan file dokumen asosiasi PPUI)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun