Kasus korupsi impor BKK untuk pakan ternak unggas ras pedaging ini, berdasarkan hasil pemeriksaan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pada tahun 2002, telah merugikan keuangan negara hingga mencapai Rp. 287 Miliar dan merugikan perekonomian negara sebesar Rp. 982,13 Miliar, berdasarkan pemeriksaan saksi ahli Profesor Suroso Iwan Zein. Jadi total kerugian negara dan rakyat adalah sebanyak Rp. 1,269 Triliun. Sebelumnya, berdasarkan pemeriksaan dan perhitungan Mabes-Polri, kerugian keuangan negara sebesar Rp. 841 Miliar yaitu lebih besar dari perhitungan BPKP sebesar Rp. 287 Miliar.
Dalam penyidikan lanjutan, Polisi menemukan adanya impor fiktif, yakni adanya impor BKK melalui Pelabuhan Belawan, Medan Sumatra Utara sebanyak 5.189 Ton dan melalui Pelabuhan Tanjung Priok sebanyak 7.983 Ton. Jadi total impor fiktif BKK sebanyak 13.172 Ton. Kita ketahui bersama, adanya pengakuan impor BKK oleh keempat perusahaan tersebut melalui BULOG adalah sebanyak 158.666 Ton.
Dokumen impor dari pelabuhan Belawan dan Tj.Priok tersebut yang dimiliki oleh salah satu perusahaan PMT (Pabrik Makanan Ternak) adalah merupakan rekayasa impor dimana yang sebenarnya tidak ada terjadi kapal yang masuk pada pelabuhan tersebut yang khusus membawa sejumlah BKK dari dokumen fiktif tersebut.
Dugaan kuat impor BKK fiktif selama ini telah terbukti menurut Kepolisian dan menurut GPMT (Gabungan Perusahaan Makanan Ternak) dalam pernayataan hancurnya usaha perunggasan Nasional karena hantaman Krismon Tahun 1997, ditandai dengan anjloknya konsumsi Pakan Ternak Unggas dari 6,5 Juta Ton (1996) menjadi tinggal 4,7 Juta Ton (1997) dan kemudian tinggal 2,8 Juta Ton (1998). Pada setiap PMT selalu memiliki persediaan bahan baku (iron stock) minimal selama 3 Bulan dan info iron stock inilah yang mendasari adanya impor fiktif. (Sumber PPUI). Walaupun kasus manipulasi ini masuk dalam program 100 hari "Kabinet Indonesia Bersatu" SBY, sampai kini kejahatan manipulasi ini masih saja tidak diungkap oleh Pemerintah SBY ada apa ? Apa ada hubungannya dengan status penempatan Syamsir Siregar sebagai Ketua BIN pada saat itu ?
D. Konspirasi Pembuatan UU No.18 Tahun 2009.
UU No.18/2009 inilah yang meluluh lantakkan usaha budidaya peternakan rakyat diseluruh Indonesia sehingga sudah tidak dapat berperan lagi hingga kini. Hal ini bisa terjadi karena ada Pasal dalam UU ini yang membolehkan secara syah bahwa PMA dapat melakukan usaha budidaya peternakan unggas dan dapat menjual sepenuhnya didalam pasar Indonesia termasuk pada pasar tradisional. Sebagaimana tertuang pada UU No.6/1967 "Pemerintah mengusahakan agar sebanyak mungkin rakyat menyelenggarakan peternakan" (Pasal 10 ayat 1) telah tercabut didalam UU No.18 Tahun 2009. Konspirasi ini diwujudkan disaat perputaran usaha perunggasan Nasional per tahun telah mencapai Rp. 130 Triliun. Menteri Pertanian disaat itu sdr. Anton Apriantono (PKS).
Cara PMA membuat UU No.18/2009 adalah membuat terlebih dahulu Draft RUU versi PMA, lalu draft RUU dimasukkan kepada Perguruan Tinggi (IPB-Bogor) dan di IPB digodok serta diseminarkan berkali-kali maka muncullah Draft baru RUU versi PT-IPB hal ini bisa dilakukan dengan memberikan biaya yang cukup besar kepada petinggi PT-IPB dan pengurus harian Organisasi Kemahasiswaan IPB. Selanjutnya diseminarkan lagi pada beberapa Perguruan Tinggi lainnya dan terakhir di PT kota Mataram atas biaya PMA tertentu. Lamanya penggodogan RUU di PT dijadikan alasan kuat bahwa RUU telah matang melalui proses seminari yang panjang dan seolah sudah melibatkan semua pilar asosiasi peternakan. Setelah RUU masuk DPR-RI pada tahun 2009 (saat itu sedang mulai Pemilu) dengan kekuatan uang PMA membayar para anggota DPR-RI Komisi terkait agar RUU mulus menjadi UU. Asosiasi Peternakan Rakyat yang selalu diundang adalah asosiasi rekayasa PMA yang mengatas namakan peternak rakyat. (banyak PT dijadikan ajang Regulation Laundring oleh PMA).
Pasal yang menghancurkan peternakan rakyat itu dalam UU No.18/2009 adalah :
Pasal yang membolehkan integrasi usaha.
Pada Bab II "Asas dan Tujuan" Pasal 2 UU No.18/2009 : "Peternakan dan kesehatan hewan dapat diselenggarakan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dilaksanakan secara tersendiri dan/atau melalui INTEGRASI dengan budidaya tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan, kehutanan, atau bidang lainnya yang terkait".
Pasal yang membolehkan PMA dan PMDN integrasi berbudidaya komersial.