B. Perusahaan PMA perunggasan Melakukan Usaha Kartel & Monopoli.
Periode sampai dengan Tahun 1980-an dimana berlakunya Keppres No.50 Tahun 1981 sampai dengan Tahun 1985 adalah merupakan periode puncak kemampuan kandang budidaya-komersial peternakan-rakyat yang dapat mensuplai kebutuhan protein hewani asal unggas untuk kebutuhan Nasional. Pada saat itu, perputaran uang dalam bisnis perunggasan Nasional telah mencapai ±Rp. 10 Triliun per Tahun (suatu jumlah yang cukup besar pada saat itu). Periode tahun 1985 sampai dengan tahun 1990 pertumbuhan kebutuhan protein hewani unggas ras ini meningkat terus sehingga dapat mencapai perputaran uang ±Rp. 20 Triliun per Tahun. Pada periode inilah perusahaan PMA mulai memaksakan diri memasuki lahan usaha budidaya peternakan rakyat dengan cara mereka membentuk dan membuat perusahaan-perusahaan dibidang perunggasan berstatus PMDN. Kemudian Breeding Farm (BF) mereka mengeluarkan DOC (Day Old Chick) secara berlebihan dengan target terjadinya over-suplai di peternak rakyat dan itu terjadi sehingga muncul permasalahan dan benturan peternakan-rakyat dengan Pemerintah dan Perusahaan PMA. Selanjutnya untuk memuluskan rencana mereka (PMA) memasuki lahan usaha peternakan rakyat, melalui tokoh perusahaan PMDN dipengaruhilah banyak oknum pejabat Pemerintah di Departemen Pertanian (Kementerian Pertanian) cq. Direktorat Peternakan pada saat itu untuk menggantikan Keppres No.50 Tahun 1981 dan diisukan adalah Keppres yang tidak aspiratif lagi melalui banyak Seminar rekayasa oleh para pakar-sarjana yang dibayar oleh perusahaan PMA tersebut. Banyak para pakar peternakan saat itu termasuk para pejabat Pemerintah tidak sadar bahwa dia telah menggunakan keahliannya untuk menghancurkan usaha rakyatnya sendiri turut serta bersama perusahaan PMA menggusur usaha budidaya peternakan rakyat. Penggusuran ini (Kartel & Monopoli) tentu saja melalui Keppres baru pengganti Keppres No.50 Tahun 1981 sehingga terbitlah Keppres No.22 Tahun 1990 yang isinya sudah dimasuki pemikiran dan kepentingan pihak asing melalui tangan para ahli dan pakar peternakan kita. Keppres No.22 Tahun 1990 berakhir pada bulan 23 Juni 2000 berdasarkan Keppres No.85 Tahun 2000. Kejahatan ekonomi ini juga sudah dilaporkan PPUI kepada Pemerintah bahkan kepada KPPU.
Apabila Tim KPPU mempunyai wawasan serta pengalaman yang luas terhadap bisnis perunggasan Nasional, KPPU akan menemukan pembuktian adanya praktek Kartel & Monopoli yang telah dilaporkan PPUI selama ini sejak 13 Oktober 2000. Matinya usaha budidaya peternakan rakyat selama ini dimulai sejak tahun 1990 adalah sebagai kenyataan adanya usaha secara Kartel & Monopoli yang dilakukan oleh para perusahaan perunggasan PMA dan PMDN. Para perusahaan PMA dan PMDN ini telah membuat perusahaan yang bergerak dari hulu hingga hilir sehingga usaha peternakan rakyat tidak mendapatkan porsi usaha budidaya lagi.
Pada saat itu yang terjadi adalah Intervensi serta pelanggaran terhadap peraturan Pemerintah dan UU yang dilakukan para perusahaan PMA & PMDN sekutu mereka sehingga posisi budidaya-komersial peternakan rakyat yang tadinya ± 90% kini hanya tinggal kurang dari ±10%-nya. Pada periode konspirasi mereka, perusahaan PMA mensponsori terbentuknya beberapa asosiasi perunggasan diantaranya GPPU (Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas), GPMT (Gabungan Perusahaan Makanan Ternak), GAPPI (Gabungan Perusahaan Peternakan Indonesia) serta nama yang lainnya dan pengurus asosiasi bentukan PMA ini, didominasi oleh orang-orang mereka sehingga suara asosiasi memihak kepada kepentingan PMA. Pada periode 1985 sampai berlakunya Keppres No.22 Tahun 1990 hingga kini, PPUI sangat gencar menyuarakan kepentingan peternak-rakyat yang semakin hari semakin tidak diperhatikan dan dikerdilkan serta banyaknya oknum Pemerintah dan Legislatif saat itu yang memihak pada kepentingan PMA. Kentalnya keberpihakan Pemerintah dan Legislatif saat itu, terlihat pada periode sejak bulan Desember 1997 terjadi dampak krisis ekonomi Nasional pada sektor perunggasan sehingga harga pokok usaha sangat tinggi karena harga pakan ternak yang sangat mahal, Pemerintah melalui beberapa kajian dengan semua pihak dalam sektor perunggasan, disepakatilah "Dana Crash Program Perunggasan" yang diperuntukkan bagi usaha peternakan-rakyat diantaranya adalah :
- Dana Crash Program Unggas   = 150 Juta US $.
- Dana dari JAMSOSTEK Â Â Â Â Â Â Â Â Â = 300 Milyard Rupiah.
- Dana Subsidi Perunggasan       = 1,9 Trilliun Rupiah.
- Dana KKPA Peternak Unggas = 300 Milyard Rupiah.
Apabila ditotal keseluruhannya berjumlah ±Rp. 4 Trilliun. Sebagian dana Crash Program Perunggasan ini dimanipulasi oleh para perusahaan PMA termasuk manipulasi PPn 10% atas penjualan harga pakan ternak unggas. Semua pengaduan yang dilakukan PPUI kepada Pemerintah bahkan sudah diekspose pada berbagai media massa, tidak ditindak lanjuti sehingga banyak oknum aparat pemeritah yang terlibat konspirasi ini belum tersentuh tindakan hukum.
C. Manipulasi Subsidi Pakan Ternak oleh PMA.
Dimuat dalam penerbitan harian Kompas tanggal 1 April 2005 halaman 17 edisi Jawa Barat dan halaman 22 edisi Nasional dengan judul "Pemberkasan Korupsi Pakan ternak Berumur Setahun". Dikatakan oleh Direktur Tindak Pidana Korupsi Polri Brigadir Jenderal Indiarto, kasus Manipulasi Bungkil Kacang Kedelai (BKK) yang terjadi sejak Tahun 1998 masih dalam satus P-19 kami masih terus berusaha melengkapi dan menyempurnakan berkas tersebut agar segera dinyatakan lengkap. Berkas kasus pada tahun 1998 diajukan oleh DPP-PPUI pada 11 Juli 2003 dan diterima oleh Direktur III/PIDKOR & WCC Mabes-Polri Bapak Drs.Sugiri, walaupun telah melalui proses pelaporan oleh DPP-PPUI sejak tahun 1998 kepada Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, ternyata dengan kekuatan uang dari PMA, di Kejaksaan Tinggi di-bekukan, lalu diteruskan kepada Kejaksaan Agung di Jakarta ternyata bernasib yang sama. Barulah pengajuan ke Mabes-Polri pada bulan Juli 2003 ke-empat perusahaan yang terlibat yaitu PT.Charoen Pokphand Indonesia (PT.CPI), PT. Japfa Comfeed (PT.JC), CV.Cibadak dan PT.Teluk Intan, masing-masing para direkturnya dapat ditahan termasuk dari BULOG. Selanjutnya PPUI telah memasukkan pengaduan kepada KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) pada bulan Januari 2005 yang lalu. Dalam kasus ini Polisi menetapkan tujuh tersangka, mereka adalah Mantan KaBulog Beddu Amang, Mantan KaBiropengadaan Luar-Negeri BULOG M.Nur Ismed, Mantan Deputi Pengadaan BULOG M.Amin, Mantan Direktur CV.Cibadak Hadi Sutanto, Direktur Pengadaan PT.JC Achmad Syaefudin Haq, Direktur PT.CPI Hadi Gunawan dan Direktur PT.Teluk Intan Senpius Hendrawan (masih buron saat itu).