Sampai PUTUSAN Hakim tanggal 10 Agustus 2011 dan tercetak tanggal 17 Agustus 2011, saya serahkan ke pemantau KY di LBH Bandung itu, karena mereka akan memproses laporan secepatnya. Mereka juga minta rekaman Sidang dari saya, dan mereka sertakan dalam laporan. Ternyata tak ada diskusi mengenai itu, dan laporan mereka buat sendiri.
Dari sikap LBH sebgai jejaring KY ini, justru akhirnya mereka mengoreksi saya :
bahwa KHI memang berkembang sampai keponakan bisa jadi Ahli Waris Pengganti. Bahwa KHI memang bukan UU, tetapi tetap "peraturan per-undang2an" yang sah dan terpakai. Ini karena sengeketa sudah masuk, jadi Hakim harus memutuskan berdasarkan KHI . Saya dipersalahkan sejak awal telah mengakui Penggugat sebanyak 23 orang. Saya bantah, tidak, kan saya mempertahankan yang ditentukan Fatwa MUI Bandung itu, hanya 5 orang dengan bagian sama rata. Mereka mengelak berdebat.
Tanggal 24 Agustus 2011, saya bertanya dengan menelepon Sdri.Hanita dari LBH, mengapa biaya perkara Banding begitu mahal, ada biaya kirim untuk 4 orang wakil Penggugat di Jakarta, lalu Notaris dan BPN. Hanita yg senior di LBH menyuruh Steven dan Destri mengawal saya. Akhirnya biaya jadi dihitung lagi, dari sekitar Rp. 3.5 juta menjadi Rp. 2.300.000,- Sambil lalu saya tanya, mengapa mereka berpendapat posisi saya sudah lemah, bukankah ada perbedaan pendapat antara ahli Waris 5 orang dengan bagian rata dan Ahli Waris Pengganti hingga 23 orang.
Jawab mereka telak sekali : Ibu memasukkan ke Fatwa MUI itu nama2 keponakan dan anak-anak keponakan juga. Berarti Ibu mempertanyakan mereka sebagai Ahli Waris. Jadi tinggal perbedaan Fatwa MUI dengan KHI saja. Ya, lebih kuat aturan KHI. Keadaannya memang begitu Bu. KY tidak bisa campur ke materi perkara dan kebebasan Hakim memilih.
Astaga, pola pikir mereka ternyata sama benar dengan para Hakim dari sejak awal Sidang pertama saya mengajukan Fatwa MUI tersebut.
Selanjutnya mereka mengatakan, dengan mengajukan nama2 lengkap ke Fatwa Waris MUI, maka nama yg diajukan dan pengenalan saya terhadap KTP dan Akta Lahir mereka di depan Sidang, ya, berkekuatan hukum, sudah berlaku sebagai pengakuan Ahli Waris Pengganti itu. KHI memang memungkinkan Ahli Waris Pengganti dengan pengakuan.
Jadi yang mereka laporkan sebagai keganjilan persidangan perkara hanya:
(1) jabatan rangkap Hakim dan Ketua Majelis sebagai Mediator.
(2) tidak ada "legal standing" Penggugat dalam mengajukan gugatan.
Gelagatnya, bahwa hal itu tidak cukup serius untuk membantu perkara saya, kecuali sekedar "memberi peringatan" kepada Hakim tersebut.