"Bapak.. sekarang coba Bapak renungkan, dengan sepuluh ribu rupiah bapak minta saya membuat anak bapak pintar, disiplin, dan lain-lainnya, kira-kira menurut Bapak sebanding ngga harapan bapak dengan uang yang harus bapak keluarkan?" lamat-lamat saya mulai menekan secara halus..
"Maaf Pak, bukan saya mau perhitungan, atau kalo bapak bilang saya tidak ikhlas, silahkan, ini terlanjur menjadi tidak ikhlas karena kejadian ini" ternyata ucapan saya membuat si Bapak menekuri diri
"Sekarang, menurut Bapak pantas atau tidak, anak bapak ke sekolah dengan gaya seperti itu, kenapa saya menggunting celana Randy? karena saya sudah ingatkan dia sebanyak tiga kali Pak, tapi dia tidak juga berubah, bahkan saya sudah memberikan celana buat dia pak, tapi gak tahu dikamanakan celana itu" papar saya kepada si Bapak
"Sekarang, jika Bapak menjadi saya bagaimana?" saya coba mengajaknya berpikir lebih dalam
Beberapa menit terasa begitu hening, si Bapak tidak juga menjawab
"Saya mohon pamit" tiba-tiba ia menjawab, tapi hendak pamit
"Iya Pak, saya mohon maaf Pak jika ada kata-kata yang kurang baik" ucap saya sambil menyambut uluran tangannya..
Perdebatan itu berakhir begitu saja, tanpa klimaks yang jelas..
Esoknya, saya pergi kesekolah seperti biasanya, ada yang aneh, ketika saya hendak menaruh tas di punggung kursi, saya melihat sebuah amplop putih dengan kop sekolah di atas meja.
Lamat-lamat saya membukanya, menyermati isi dari surat tersebut, ternyata surat tersebut adalah surat pemberhentian tugas sebagai tenaga pengajar. Terhitung hari itu juga.
Dalam pikiran, saya sudah menerka kemana arah asal muasala datangnya surat ini. Yang ada dalam pikiran saat itu, saya tidak perlu melakukan pembelaan diri, cukup terima dan segera pamitan.