Guru yang hari ini sebagai profesi, tentu memiliki ruang dan dimensi yang berbeda dengan term pahlawan tanpa tanda jasa. Karena guru dalam pemahaman serat wulangreh, disebut sebagai manusia yang mengenali dirinya, tidak berharap belas dan pemberian dari siapapun, tulus ikhlas membangun peradaban.
Tentu pertanyaan sederhananya adalah, kan guru juga manusia, pasti memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi, lantas bagaimana dengan kebutuhan sehari-hari mereka?
Jawabannya juga sederhana, bukankah guru yakin bahwa konsep rejeki itu sudah ada yang membaginya. Atau, profesional itu tidak akan mengingkari prosesnya.
Namun, tak sedikit yang menolak pemahaman bahwa perjuangan itu pasti akan membuahkan hasil. Karena ibarat lima ribu hari ini lebih penting dari pada dua puluh ribu besok atau dua hari lagi.
Pun demikian, juga wajar jika guru seharusnya mendapatkan kelayakan dan kepantasan. Karena memang yang dibangun bukan bongkahan batu atau serpihan pohon kemudian disulap menjadi bangunan megah. Tetapi manusia.
Manusia itu relatif, fleksibel dan dinamis. Sehingga tidak bisa serta merta memukul rata pandangan tentang manusia. Peserta didik secara fitrah memiliki kelembagaan Ruhani dan intelektualnya masing-masing, tentunya berbeda.
Belum lagi, tugas guru bukan hanya mengajar, transformasi nilai dan pengetahuan. Tetapi juga memenuhi kepentingan administrasi yang ruwetnya luar biasa.
Artinya, memandang guru sebagai manusia itu jauh lebih penting. Karena ketika memandang guru sebagai status pekerjaan maka akan sangat riskan dan penuh dengan kekecewaan. Mengapa? Ya tadi, gajinya sedikit. Akhirnya, main proyek sana sini. Korupsi, jual beli status pegawai negeri, dan lain sebagainya.
Guru adalah manusia yang memiliki ruang pengkhidmatan luar biasa. Karena tidak semua manusia memiliki niat dan ketulusan hati menjadi seorang guru.
Baik dipahami sebagai profesi atau bukan, guru tetap harus dipandang sebagai manusia agar kepekaan dan penghormatan itu bukan dalam konteks kelayakan "upah" tetapi jauh dari pada itu adalah tentang kemanusiaan itu sendiri.
Sehingga, kebijakan yang disusul untuk kemajuan pendidikan, berikut element dan unsur-unsur pendidikan seperti guru, jangan sampai hanya menjadi wacana dan citra kaca benggala semata, harus diwujudkan agar cita-cita pendidikan dalam UUD 1945 dapat terealisasikan.