Mohon tunggu...
A. Dahri
A. Dahri Mohon Tunggu... Penulis - Neras Suara Institute

Ngopi, Jagong dan Silaturrahmi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Apa Sulitnya Mengingat Tuhan?

25 Maret 2022   13:16 Diperbarui: 25 Maret 2022   13:43 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kondisi manusia selalu menemui dinamikanya, kadang bahagia, kadang senang, lalu di lain waktu sedih, bahkan menemui musibah dan kesusahan. Suatu kewajaran yang perlu dipahami dan dimengerti. Karena ada hikmah yang terkandung dalam setiap kondisi tersebut.

Hikmah tersebut adalah sebuah kesadaran. Di mana kita tahu bahwa potensi manusia untuk bersikap beringas dan belingsatan itu pasti ada, siapapun itu. Atau justru bersikap baik, lemah lembut dan penuh dengan andhap asor, tata krama.

Dalam ajaran agama, Tuhan memberikan gambaran manajemen dalam kehidupan. Tuhan berfirman dalam al-Qur'an (QS: Ar-Ra'd: 28) yang berbunyi "Alaa bidzikrillahi Tathmainnul-Qulub" bahwa ingatlah Tuhan, niscaya hatimu akan menjadi tentram.

Mengingat Tuhan atau dalam istilah lain disebut "dzikir" adalah sebuah upaya untuk selalu mendekatkan diri kepada-Nya, dalam kondisi apapun. Tentu bukan lantas dimaknai secara tekstual. Karena mengingat Tuhan itu dimensi dan ruangnya sangat luas.

Apapun yang terjadi dan dialami oleh kita saat ini, tentu atas peran dan keridhoan Tuhan. sehingga dalam keadaan apapun kita perlu menghayati sedalam mungkin bahwa memang Tuhan sedang merencanakan hal yang kita sendiri tak mampu menerimanya.

Jika anda adalah seorang pelajar, maka jangan menghindari Tuhan dalam proses belajar anda. Begitu juga jika anda seorang petani, bisnisman, tukang becak, atau apapun itu, maka tiada alasan untuk jauh-jauh dari Tuhan.

Salah satu hal -- yang oleh kanjeng Nabi Muhammad Saw. juga disinggung dalam hadits Qudsinya, bahwa "siapapun yang menahan syahwatnya (kehendak, ambisius) dengan mengurangi makan dan minum, lalu menyandarkan apapun kepada Allah, maka ia tergolong orang yang sabar."

Dengan kata lain, kesabaran itu perkara manajemen, bukan perkara dampak atau akibat. Sehingga menjalani dan memaknai proses kehidupan itu lebih penting, ketimbang memaki-maki kehidupan yang dalam pandangannya tidak sesuai dengan apa yang diinginkannya.

Oleh sebab itu, berdzikir adalah proses memahami sebuah perjalanan dalam kehidupan. Seperti halnya menanam padi, maka tugas kita hanya menanam dan menyianginya. Perkara hasilnya itu urusan Tuhan. Karena yang terpenting adalah prosesnya.

Begitu juga dalam belajar, tugas kita adalah selalu membuka cakrawala berpikir kita, belajar sampai ujung. Masalah hasil akhir dari proses belajar, kita kembalikan kepada kehendak-Nya. Tentu hal ini berlaku dalam hal apapun.

Anda pasti sering menemui kawan atau saudara yang kerap kali mengeluhkan tidak punya uang, padahal pekerjaan lancar-lancar saja, cicilan tiap bulan aman, kebutuhan dapur tercukupi, bahkan kendaraan pribadi tidak hanya satu.

Tetapi mengapa ia masih mengeluh sedemikian rupa? Ini hanya masalah manajemen kehidupan saja. Kalau kata para arif dan 'alim al-allamah ini hanya masalah rasa syukur, keluasan hati dan pikiran.

Banyak juga kok, orang yang korup padahal hartanya melimpah ruah, bininya juga tidak hanya satu. Aset dan depositnya dimana-mana. Tapi kenapa korup? Begitulah manusia, dinamikanya selalu beragam. Keinginannya selalu bertambah.

Lagi-lagi ini hanya masalah bagaimana mengatur kehidupan. Makna konteks dzikir di atas bukan hanya bermakna satu, yaitu mengingat Tuhan dengan membaca kalimat thoyibah atau pujian-pujian tertentu. Tetapi selalu menghadirkan Tuhan dalam segala aktivitas kehidupan adalah proses sejatinya dzikir.

Sehingga, yang petani fokus pada penggarapan lahan pertanianya, yang bisnis juga demikian, yang politisi benar-benar memperjuangkan kesejahteraan rakyat, yang polisi benar-benar mengayomi rakyat, dan lain sebagainya. Sedangkan hasil akhir dari ragam aktivitasnya dikembalikan pada bagaimana cara Tuhan bekerja.

Hal ini yang kerap kali dilupakan, bahwa mau bagaimanapun, manusia memiliki kelemahan, oleh sebab itu jangan jauh-jauh dari Tuhan serta jangan lupa gondelan klambine kanjeng Nabi. Karena Tuhanlah yang Maha Segalanya, dan kanjeng Nabi adalah kekasih yang selalu memikirkan umatnya.

Semoga di akhir bulan Sya'ban menuju Ramadhan ini, kita selalu diberi kesadaran olehNya. Sehingga kita tidak pernah luput untuk menghadirkan-Nya dalam segala hal. Serta kita diberi kekuatan dalam menjalani puasa ramadhan selama satu bulan penuh. Amin.[]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun