Mohon tunggu...
A. Dahri
A. Dahri Mohon Tunggu... Penulis - Neras Suara Institute

Ngopi, Jagong dan Silaturrahmi

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Wajah Kelamin dan Wajah Kemanusiaan

24 Maret 2022   23:18 Diperbarui: 24 Maret 2022   23:22 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri. Buku Kitan Kelamin

Manusia tidak bisa lepas dari kelaminnya. Biasanya tanpa tedeng aling-aling menampilkan eksistensi kelamin dan beberapa ornament pendukung lainnya. Agar orang lain dapat memandang, begitu juga menikmatinya. 

Kelamin adalah bagian tubuh yang juga anugerah dari Tuhan. Harus di syukuri, karena bagaimanapun bentuk kelaminnya, itu adalah hadiah kenikmatan dari Tuhan. Di samping untuk menyalurkan syahwat, juga buah air. Bayangkan kalau tidak ada lubang kecil dengan bentuk seperti bedil dan menyerupai lipatan daging yang sintal. 

Tentu pesakitan kalau tidak ada lubang pembuangan kotoran. Karena manusia, di samping diciptakan dengan keutamaan-keutamaan juga dipenuhi kotoran. Ini lumrah, wis ngunu anane. 

Namun, karena kelamin setinggi apapun pangkat dan title kesarjaan, atau siapapun itu akan bertekuk lutut di bawah kelamin. Tidak sedikit yang kehilangan akal dan kesadaran karena kelamin (p.25).

Oleh karena itu, kalau di kearifan kita muncul pernyataan, sing sekolah, sing ngaji ki uwonge, perkoro sarutama iku ya pada dene. Yang belajar, yang mengaji itu orangnya, manusianya, perihal yang saru-saru (kelamin) dan seperangkat alat-alatnya ya sama saja.

Agaknya ini yang kemudian menjadi dasar, bahwa sex education itu penting. Memahami ketapatan -- guna kelamin yang dimiliki. Ternyata ada pendidikannya. 

Dalam buku "Kitab Kelamin" ini syarat dan lekat akan beberapa hal yang tidak lazim diperbincangkan orang. Katanya saru. Padahal disadari atau tidak itu adalah bagian dari kesadaran bersama yang kadang rodo wagu jika dibahas di forum-forumh atau siklus komunikasi yang umum. 

Beberapa artis yang menonjolkan buah dada yang sintal, bibir yang manis dan lembut, serta paha yang menjuntai dibahas dalam buku ini. Yang menarik, adalah dampak sosialnya. Ruang-ruang privat yang diumbar-umbar, agaknya menjadi kaca mata serius, agar muncul ramuan dan refleksi atas pendidikan sex. 

Vatsyayana pernah mengemukakan dalam bukunya, Kamasutra yang masyhur. Bahwa empat prinsip meraih kenikmatan melalui perangkat dalam tubuh adalah dharma, artha, kama dan moksa. Bisa jadi ini adalah perjumpaan-perjumpaan kelamin yang mempengaruhi puncak kemenakjuban yang ditandai dengan getaran, jera dan tak berdaya (p.68).

Artinya, hal ini pada dasarnya bersifat sangat tertutup, rapat dan sulit dijamah. Namun, apa yang bisa dilakukan di jaman yang serba tampak dan diiringi keserbajenakaan ini? Kalau bukan mengurung batin agar bertapa, entah tapabrata pengetahuan, atau tapaing ngrame. Menahan diri di dalam keramaian. 

Kelamin juga berwajah agama, di mana ritus perkawinan menjadi media untuk memuluskan birahi kelamin dalam  bungkus-bungkus agama. Rendra dengan Maria Zaitunnya beursaha menuturkan bahwa akibat dari kebakhilan dan kesucian itu akan terus ada. Ini mewakili riuh rendahnya kondisi gender di jaman yang serba tampak. 

Karena bagaimanapun penderitaan itu menjijikkan, ia akan menjadi kebahagiaan ketika terjadi pada orang-orang "bersih" sehingga menjadi wajah manusia itu sendiri, menjadi wajah kebahagiaan. 

Padahal, tidak sedikit perempuan yang menderita karena kelamin. Karena hasrat birahi ekonomi, birahi ambisi, birahi hewani. Ketika wajah penderitaan itu muncul di dalam diri manusia, maka dalam terminologi kitab suci, ialah orang-orang yang beragama namun berdusta, karena wajah agama adalah wajah kemanusiaan, wajah kesadaran (p.76). 

Alih-alih lebih baik wong embongan tapi ngerti sopan. Bahwa mending orang-orang jalanan yang tahu nilai dan moral. Di mana kadang manusia dengan jenis kelamin "lelaki" tidak atau kurang perhatian atas aspek kelamin yang berupa kasih dan sayang. Perhatian adalah aspek dasar atau kepekaan. 

Dikisahkan seorang lelaki yang mengaku orang lapangan, saat itu ia sedang menemani bos berkepala botak sedang nyawer perempuan dengan memasukkan lembaran uang ke dalam balik kaus kutang perempuan-perempuan yang menjamunya. 

Namun, sang lelaki hanya diam dan justru berkenalan dengan baik kepada perempuan di sampingnya, tanpa turut berjoged dan meremas bokong yang sintal dan padat itu. Respon ini justru membuat perempuan menjadi asih dan terperangah kepada orang lapangan (p. 210).

Artinya, ada ruang kesadaran dalam diri manusia yang tidak hanya terpaku pada dua biji di bawah kelamin yang besar atau panjang. Justru kasih sayang berupa kepekaan menjadi pintu utama menuju cinta itu sendiri. 

Oleh sebab itu, buku ini adalah ramuan pengetahuan tentang tepatgunanya kelamin yang diberikan oleh Tuhan. karena tidak sedikit orang masuk bui, bertengkar berdarah-darah, bahkan diangkat derajat pangkat dunia hanya karena kelamin.  

Saya jadi teringat Maria Ozawa, Mia Khalifah, Suny Leone, dan tentu wajah-wajah di Negara kita yang wilayah privatnya muncul di beranda-beranda sosial media dan group-group WA. Saya ingat bukan karena sering menonton, tapi karena kesadaran bahwa ia seperti tanpa beban berada di depan kamera lalu terlentang tanpa busana memanjakan lawan mainnya. 

Kalau alasan bayaran, apa sih yang di dunia ini tanpa kompensasi? Atau jangan-jangan benar apa yang dikatakan dalam buku ini, bahwa karena kelamin, manusia bisa menjadi tak berdaya, lunglai, lemas dan ngrimpuk tersungkur. Begitu dahsyatnya energi kelamin, semoga kita bisa mengendalikannya.[]

Data Buku "Kitab Kelamin"

Penulis        : Taufiq Wr. Hidayat

Penerbit    : Pusat Setudi Bahasa Banyuwangi

Tahun        : 2020

Jumlah Hal.    : 250

ISBN        : 9786025352126

Peresensi     : A.Dahri

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun