Kelamin juga berwajah agama, di mana ritus perkawinan menjadi media untuk memuluskan birahi kelamin dalam  bungkus-bungkus agama. Rendra dengan Maria Zaitunnya beursaha menuturkan bahwa akibat dari kebakhilan dan kesucian itu akan terus ada. Ini mewakili riuh rendahnya kondisi gender di jaman yang serba tampak.Â
Karena bagaimanapun penderitaan itu menjijikkan, ia akan menjadi kebahagiaan ketika terjadi pada orang-orang "bersih" sehingga menjadi wajah manusia itu sendiri, menjadi wajah kebahagiaan.Â
Padahal, tidak sedikit perempuan yang menderita karena kelamin. Karena hasrat birahi ekonomi, birahi ambisi, birahi hewani. Ketika wajah penderitaan itu muncul di dalam diri manusia, maka dalam terminologi kitab suci, ialah orang-orang yang beragama namun berdusta, karena wajah agama adalah wajah kemanusiaan, wajah kesadaran (p.76).Â
Alih-alih lebih baik wong embongan tapi ngerti sopan. Bahwa mending orang-orang jalanan yang tahu nilai dan moral. Di mana kadang manusia dengan jenis kelamin "lelaki" tidak atau kurang perhatian atas aspek kelamin yang berupa kasih dan sayang. Perhatian adalah aspek dasar atau kepekaan.Â
Dikisahkan seorang lelaki yang mengaku orang lapangan, saat itu ia sedang menemani bos berkepala botak sedang nyawer perempuan dengan memasukkan lembaran uang ke dalam balik kaus kutang perempuan-perempuan yang menjamunya.Â
Namun, sang lelaki hanya diam dan justru berkenalan dengan baik kepada perempuan di sampingnya, tanpa turut berjoged dan meremas bokong yang sintal dan padat itu. Respon ini justru membuat perempuan menjadi asih dan terperangah kepada orang lapangan (p. 210).
Artinya, ada ruang kesadaran dalam diri manusia yang tidak hanya terpaku pada dua biji di bawah kelamin yang besar atau panjang. Justru kasih sayang berupa kepekaan menjadi pintu utama menuju cinta itu sendiri.Â
Oleh sebab itu, buku ini adalah ramuan pengetahuan tentang tepatgunanya kelamin yang diberikan oleh Tuhan. karena tidak sedikit orang masuk bui, bertengkar berdarah-darah, bahkan diangkat derajat pangkat dunia hanya karena kelamin. Â
Saya jadi teringat Maria Ozawa, Mia Khalifah, Suny Leone, dan tentu wajah-wajah di Negara kita yang wilayah privatnya muncul di beranda-beranda sosial media dan group-group WA. Saya ingat bukan karena sering menonton, tapi karena kesadaran bahwa ia seperti tanpa beban berada di depan kamera lalu terlentang tanpa busana memanjakan lawan mainnya.Â
Kalau alasan bayaran, apa sih yang di dunia ini tanpa kompensasi? Atau jangan-jangan benar apa yang dikatakan dalam buku ini, bahwa karena kelamin, manusia bisa menjadi tak berdaya, lunglai, lemas dan ngrimpuk tersungkur. Begitu dahsyatnya energi kelamin, semoga kita bisa mengendalikannya.[]
Data Buku "Kitab Kelamin"