Mohon tunggu...
A. Dahri
A. Dahri Mohon Tunggu... Penulis - Santri

Alumni Sekolah Kemanusiaan dan Kebudayaan Ahmad Syafii Maarif (SKK ASM) ke-4 di Solo

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Mbah Joli Rengeng-rengeng

25 Mei 2021   07:00 Diperbarui: 25 Mei 2021   06:59 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Ini kayaknya tentang bulan purnama ya Mo,” tanya Turiman
“Kok bisa?” pinta Pak Narimo.
“Sankan paran ing Dumadi, itu mendekati pada asal usul sebuah cahaya yang menyinari, kalau matahari maka tidak dumadi, nah yang dumadi adalah rembulan, nah kuwi jelase bulan purnama, berarti nomere 15, nah karena yang bilang Joli maka nomere 87, wes aku sesuk udu 1587 bolak balik.” analisis Turiman.

Pak Narimo dan Suhar mengangguk dan sedikit nyengir, pertanda mereka akan ikut beli angka tersebut.

***

Keesokan harinya, Pak Turiman terlihat berbahagia sekali, bahkan ia janji kalau nanti malam akan membawa 4 bungkus rokok Surya ke pos kamling. Mendengar kabar tersebut pak Narimo dan Suhar menimpali, “kalau cuma rokok kami kuat beli, ya sekalian bakar-bakar ayam, kan ada yang mau cairan.”

Pak Turiman segera ke pasar membeli ayam jantan, untuk nanti malam, padahal ia belum tahu, angkanya akan tembus atau tidak. Tapi karena ia yakin maka ia tepis kekhawatirannya.

Di jalan ia bertemu dengan Mbah Joli yang sedang mengangkut hasil pulungannya. “Sak iki akeh wong waras melu omongane Wong gendeng,” Mbah Joli berlalu sambil tertawa keras. Pak Turiman yang mendengar ucapan Mbah Joli, tiba-tiba mempercepat langkahnya ke rumah Suhar untuk menyerahkan Ayam yang sudah dibelinya. Ia kepikiran ucapan Mbah Joli barusan. Ia sandarkan tubuhnya di tembok emperan rumah Suhar sambil merenung, entah apa yang ia renungkan?

Malam sudah mulai menyekah pepohonan, lampu-lampu di jalan bak kunang-kunang yang terbang dan menebar cahaya di ekornya.

Pak Turiman gusar, karena belum juga ada informasi yang keluar angka berapa? Ia duduk di pos kamling sendirian, tiba-tiba Mbah Joli dengan tongkat bambu di tangan kirinya muncul dari jalan yang tak terbias oleh cahaya lampu di pos kamling, “Man… Sak ki jamane wis kuwalik, bengi wis ilang ademe, awan ilang panase, utek wis ora isa matuk karo atine,” ucap Mbah Joli mengagetkan.
“Ngomong apa sih Jol…kamu diam saja, itu ada kopi, minum sana!” sergah Pak Turiman

Suhar terengah-engah lari menuju pos kamling menemui Pak Turiman. Ia membawa ayam yang sudah siap untuk dibakar juga. “Tembus Pak, tembus… Sampean dapat askop 10 lembar.” ucap suhar berlomba dengan nafasnya yang terengah-engah.

Sebelum pak Turiman menjawab, Mbah Joli sambil menyempulkan asap rokok menyela, “Yo iku sing tak maksud man, kowe oleh nomer toh? Ngobong menyan ndek endi kowe, kok oleh wangsit nomer apik? ” kemudian memalingkan wajahnya. “wes wes…. wong sak iki jan wegah soro,” imbuhnya.

Pak Turiman yang kegirangan, tidak mengindahkan ucapan Mbah Joli, malah ia bertanya kepada Mbah Joli dengan nada riang, “Sesuk metu nomer piro Jol?” sambil menyodorkan sebungkus rokok untuk Mbah Joli, “Oalah kowe iki ancene wis gendeng Man,” Mbah Joli berlalu dengan iringan tawa Pak Turiman dan Suhar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun