Mohon tunggu...
A. Dahri
A. Dahri Mohon Tunggu... Penulis - Santri

Alumni Sekolah Kemanusiaan dan Kebudayaan Ahmad Syafii Maarif (SKK ASM) ke-4 di Solo

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sound of Borobudur; Peradaban tentang Keberagaman

11 Mei 2021   05:26 Diperbarui: 11 Mei 2021   05:35 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Yadyad vibhti mat sattvm r-mat rjitam ev v, tat tad avagaccha tvm mama tejah ama sambhavam"

Apapun yang memiliki keindahan, keagungan dan kekuatan. Ketahuilah semua itu berasal dari kepingan keagungan-Ku.
Bhagavad Gita 10.41

Warisan budaya ibarat gerak air dari hulu ke hilir. Muaranya satu, yaitu cinta. Jika berbicara cinta maka frase yang tepat untuk itu adalah keindahan. Keindahan sebuah proses, tahapan-tahapan dan hasil atau tujuan. 

Hal itu bisa tercermin dari warisan-warisan budaya dan intelektual; bisa berupa manuskrip, prasasti dan bangunan-bangunan dengan relief-relief. Bukan perkara benar dan salah lagi, melainkan upaya untuk mengilhami sebuah warisan sebagai akar kebudayaan dan gerak intelektual.

Tentu manfaatnya jelas, untuk perkembangan dan kemajuan generasi mendatang. Seperti halnya tutur tinular, peradaban itu digambarkan dalam berbagai bentuk di dinding candi. 

Kembali kepada aspek keindahan di atas, maka yang menjadi titik balik dari sebuah budaya adalah kesadaran akan keberagaman bentuk. Ketika semua berpadu tanpa saling mendahului atau membelakangi, tetapi bersamaan, beriringan, maka di sanalah keindahan.

Hal inilah yang kemudian oleh Prof. Dr. Koentjaraningrat dikatakan Peradaban, di mana terdapat bagian-bagian halus dan indah di dalam setiap perjalanan kehidupan masyarakat. Mereka yang telah maju dalam kebudayaan tentu berarti memiliki peradaban.

Seperti halnya musik, dawai, seruling, terompet dari cangkang keong, perkusi, gerabah, siter, dan lain sebagainya. Ketika dipadukan maka akan menciptakan sebuah keindahan. Wajar, jika beberapa musik kemudian menjadi pengiring dalam acara-acara sakral, pernikahan, pemujaan dan lain sebagainya.

Sedangkan apa yang tampak pada Candi Borobudur, relief-reliefnya menunjukkan bahwa di masa lampau telah terjadi perpaduan ragam alat musik yang berkaitan dengan proses keseniaan pun keagamaan (nilai). Sehingga kebudayaan itu membangun sebuah peradaban.

Secara teori disampaikan oleh sejarawan M. Dwi Cahyono "Bahwa apa yang tergambar atau terbentuk dalam relief candi sehingga menjadi sumber data budaya kebendaan (material culture) masa lampau, yang bersifat tampak akan menghadirkan informasi yang berkenaan dengan aspek bentuk, fungsi, penggunaan, suasana ketika peristiwa itu terjadi, hingga siratan makna."

Artinya terdapat pesan sejarah yang mewakili sebuah kejadian di masa lampau. Pesan itu tervisualisasikan dalam ragam relief. Sehingga dari sana, kita dapat melihat keragaman itu menjadi  bukti atas perjalanan kebudayaan yang turun temurun, sehingga perlu adanya konservasi dan interpretasi yang memberi manfaat dan pengertian atas kehidupan di zaman ultra -- modernisme ini.

Nah..., ternyata upaya konservasi dan interpretasi relief alat musik yang ada di dinding Candi Borobudur itu digagas oleh musisi-musisi kenamaan seperti Mbak Trie Utami dan Dewa Bujana, begitu juga dibarengi oleh teman-teman Jaringan Kampung, salah satunya adalah Mas Redy Eko Prasetyo. Dari hasil risetnya itulah kemudian dibuatlah alat musik seperti gerabah dan sampe/sape, atau lebih tepatnya Dawai Karmawibhangga. Lalu dibawakan pada acara Sound of Borobudur. 

Dari sini, semangat kepedulian terhadap peradaban jawa kuno, khususnya tentang musik yang digali dari relief Candi Borobudur menjadi nilai tersendiri dalam menjaga warisan leluhur, nguri-nguri budaya. Tentu perlu kita dukung dan contoh.

Sumber Gambar: Widitra Terakota.id
Sumber Gambar: Widitra Terakota.id

Peradaban itu adalah Keberagaman 

Jika Dewa Bujana mengatakan bahwa "Jangan-jangan Borobudur adalah Art Centre seluruh dunia" Hal ini bisa saja terjadi, dengan banyaknya alat musik yang tertuang di Relief Candi Borobudur. Agaknya Borobudur adalah Pusat musik di masa lampau.  Dari sini kita dapat melihat bahwa keberagaman itu terbentuk bukan tanpa dasar.

Bukan hanya dasar Agama yang tertuang dalam kitab sucinya. Tetapi juga dalam aspek seni musik, yang ditandai dengan ragam alat musik yang tidak hanya dari berbagai propinsi di Indonesia, melainkan dari luar negeri juga, India misalnya. Itulah mengapa kampanya Wonderful Indonesia selalu digaungkan.


Dari sudut pandang itulah, peradaban yang di dalamnya tertuang sebuah keberagaman dan menjadi nilai estetik, perlu untuk dikembangkan pada masa yang serba cepat ini dan defisit filter ini. Mengapa? Karena kesadaran akan sebuah keberagaman itu terkadang terputus oleh egoisme kebenaran sepihak.


Yang mana, seharusnya dari ragam alat musik saja, kita bisa belajar tentang sebuah keindahan akan kebersamaan. Jika agama menyatakan bahwa Tuhan adalah Maha Indah dan menyukai keindahan, sudah barang tentu keragaman adalah pancaran akan keindahan-Nya -- yang perlu disyukuri dan dijaga.

Sumber Gambar: Kompasiana
Sumber Gambar: Kompasiana

Jika sejarawan M. Dwi Wicaksono mengatakan bahwa terdapat gambaran tentang "Mahakarmawibhangga" dalam relief Candi Borobudur. Di mana mengisahkan tentang naskah hukum sebab -- akibat. Jika melakukan kebaikan (subakarma) akan menghasilkan kebaikan pula. Pun sebaliknya, perbuatan jahat (asubakarma) akan menuia kejahatan pula. Maka, perpaduan musik dengan ragam alat musik yang ada di dalam relief Candi Borobudur itu adalah sebuah keindahan. Jika memakai pendekatan hukum sebab -- akibat, maka keindahan akan melahirkan kedamaian dan kebahagiaan.


Sehingga, keberagaman yang saling mengisi satu sama lain, perbedaan yang saling menghormati satu dengan lainnya, akan meniscayakan keindahan. 

Dengan demikian, untuk meraih kedamaian dan kebahagiaan dalam kehidupan sosial, salah satu interpretasi dari ragam relief alat musik di Candi Borobudur adalah kebersamaan dan saling mengisi satu sama lain. 

Tentu tak terbayangkan bagaimana indahnya perpaduan ragam alat musik itu dulu, ketika semua saling dipetik dan ditabuh sehingga menghasilkan sebuah gerak estetik.

Hal ini menjadikan saya, sebagai bagian dari generasi millenial, menyadari bahwa keragaman itu tidak hanya pada aspek sosial saja, atau agama saja, melainkan pada aspek alat musik pun demikian. Dan ketika semua dipadukan gerak estetik itu akan lahir menumbuhkan kedamaian dan kebahagiaan. Begitulah peradaban. []

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun