Artinya terdapat pesan sejarah yang mewakili sebuah kejadian di masa lampau. Pesan itu tervisualisasikan dalam ragam relief. Sehingga dari sana, kita dapat melihat keragaman itu menjadi  bukti atas perjalanan kebudayaan yang turun temurun, sehingga perlu adanya konservasi dan interpretasi yang memberi manfaat dan pengertian atas kehidupan di zaman ultra -- modernisme ini.
Nah..., ternyata upaya konservasi dan interpretasi relief alat musik yang ada di dinding Candi Borobudur itu digagas oleh musisi-musisi kenamaan seperti Mbak Trie Utami dan Dewa Bujana, begitu juga dibarengi oleh teman-teman Jaringan Kampung, salah satunya adalah Mas Redy Eko Prasetyo. Dari hasil risetnya itulah kemudian dibuatlah alat musik seperti gerabah dan sampe/sape, atau lebih tepatnya Dawai Karmawibhangga. Lalu dibawakan pada acara Sound of Borobudur.Â
Dari sini, semangat kepedulian terhadap peradaban jawa kuno, khususnya tentang musik yang digali dari relief Candi Borobudur menjadi nilai tersendiri dalam menjaga warisan leluhur, nguri-nguri budaya. Tentu perlu kita dukung dan contoh.
Peradaban itu adalah KeberagamanÂ
Jika Dewa Bujana mengatakan bahwa "Jangan-jangan Borobudur adalah Art Centre seluruh dunia" Hal ini bisa saja terjadi, dengan banyaknya alat musik yang tertuang di Relief Candi Borobudur. Agaknya Borobudur adalah Pusat musik di masa lampau.  Dari sini kita dapat melihat bahwa keberagaman itu terbentuk bukan tanpa dasar.
Bukan hanya dasar Agama yang tertuang dalam kitab sucinya. Tetapi juga dalam aspek seni musik, yang ditandai dengan ragam alat musik yang tidak hanya dari berbagai propinsi di Indonesia, melainkan dari luar negeri juga, India misalnya. Itulah mengapa kampanya Wonderful Indonesia selalu digaungkan.
Dari sudut pandang itulah, peradaban yang di dalamnya tertuang sebuah keberagaman dan menjadi nilai estetik, perlu untuk dikembangkan pada masa yang serba cepat ini dan defisit filter ini. Mengapa? Karena kesadaran akan sebuah keberagaman itu terkadang terputus oleh egoisme kebenaran sepihak.
Yang mana, seharusnya dari ragam alat musik saja, kita bisa belajar tentang sebuah keindahan akan kebersamaan. Jika agama menyatakan bahwa Tuhan adalah Maha Indah dan menyukai keindahan, sudah barang tentu keragaman adalah pancaran akan keindahan-Nya -- yang perlu disyukuri dan dijaga.
Jika sejarawan M. Dwi Wicaksono mengatakan bahwa terdapat gambaran tentang "Mahakarmawibhangga" dalam relief Candi Borobudur. Di mana mengisahkan tentang naskah hukum sebab -- akibat. Jika melakukan kebaikan (subakarma) akan menghasilkan kebaikan pula. Pun sebaliknya, perbuatan jahat (asubakarma) akan menuia kejahatan pula. Maka, perpaduan musik dengan ragam alat musik yang ada di dalam relief Candi Borobudur itu adalah sebuah keindahan. Jika memakai pendekatan hukum sebab -- akibat, maka keindahan akan melahirkan kedamaian dan kebahagiaan.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!