Kehidupan ini memberikan ragam cerita dan kondisi bagi setiap manusia. Ketika menjalaninya, akan berjumpa dengan pancaroba. Pun akan berjumpa dengan cinta ceria dan Bahagia tiada tara.Â
Dua kondisi yang saling bergantian ini pada dasarnya adalah bentuk kasih sayang Tuhan agar kita membuka mata dan hati kita.Â
Dalam hal ini, yang perlu kita renungi adalah bagaimana peran Tuhan, kasih sayangNya kepada manusia dan mahluk seluruh alam. lebih-lebih kepastian itu diwujudkan dari firmanNya; "Bahwa Kami Memuliakan anak cucu Adam."
Sejalan dengan itu, benar jika tiada nikmat yang seharusnya didustakan. Segala nikmat yang kita miliki, dari bisa bernafas, makan, minum dan diberi kelengkapan anggota badan. Lebih-lebih diberi kemuliaan di dunia.Â
Hal ini tidak sama sekali lari dari peran Tuhan. Manusia hanya mengejawantahkan apa yang menjadi pemberianNya. Sederhananya manusia terikat oleh Tuhan.
Tidak jarang, manusia mengingat Tuhan Ketika dalam kondisi terpuruk. Kondisi di bawah menjadikan manusia merasa perlu menyapa Tuhan. Sayapun demikian.Â
Kondisi terpuruk menjadikan manusia kehilangan kesadarannya. Dalam artian merasa sempit aksesnya, merasa dijauhi oleh sanak dan teman-temanya, bahkan cenderung merasa sendiri dan tanpa ada yang menemani, padahal ada yang ingin disapa dan kita bersandar PadaNya. Mengapa demikian? Disini berlaku bahwa Tuhan Maha Cemburu.
Dalam salah satu hadist Qudsi; Tuhan mewahyukan kepada pada Nabinya; bahwa Aku menurunkan kepada hamba-hambaKu pancaroba, kesulitan dan ragam bala', sehingga Aku menunggu mereka mengadu kepadaKu.
Saat itu Aku mengatakan kepada mereka, maka bagaimana aku mengasihimu sekalian dari sesuatu yang sesungguhnya Aku benar-benar mengasihimu.?" Dengan kata lain, apapun yang diberikan oleh Tuhan kepada kita adalah bentuk dari kasih dan sayangNya.
Permenungan menjadi titik balik manusia menemui dan menyapa Tuhan. Jika dikatakan dengan mengingatNya maka hati akan tenang, agaknya Langkah ini adalah upaya untuk menjaga diri agar manusia yang sudah ketempatan lupa menjadi benar-benar lupa.
Menyadari bahwa segala pekerjaan bergantung kepadaNya
Dikatakan bahwa, jika manusia kemudian terbuka pintu pengetahuannya, maka jelas itu adalah Tuhan yang menggerakkannya. Ragam stimulus yang kemudian direspon oleh akal budi manusia.Â
Walaupun tidak sedikit yang membanggakan pengetahuan dan kejeniusannya. Pengaruh dan kewibawaannya. Sehingga yang tadinya manusia menjadi fitrah dari rasa lupa, menjadi benar-benar lupa.Â
Oleh karenanya, menyadari bahwa segala pekerjaan itu terpaut atas kuasaNya, agaknya akan menjaga hati kita untuk selalu mengingatNya.
Lupa adalah sebuah kewajaran, setiap manusia memiliki kondisi tersebut. Namun manusia diberi potensi untuk menghindari kondisi tersebut, agar tidak berimbas kepada kehidupannya.Â
Di satu sisi manusia berakar dari suku kata unnasun yang memiliki arti fleksible. Artinya dalam diri manusia memiliki potensi untuk mensiasati diri agar tidak terbengkalai dan terjerumus pada lobang yang sama.
Di atas dikatakan bahwa Tuhan menunggu manusia mengadukan kepadaNya atas kondisi yang menimpanya, artinya Tuhan benar-benar memberikan kasih dan sayangNya tanpa berharap apapun dari manusia. Dengan kata lain, Tuhan Menyintai manusia dengan ragam prinsip dan kesadaran yang beragam.
Jika dalam kancah perpolitikan sudah barang biasa kompetisi senggol sana, senggol sini, dan tentu hal itu akan mengenyampingkan posisi Tuhan dalam kesadarannya. Jika Tuhan mencintai kebersamaan, maka berbanding berbalik denga napa yang sering dijumpai dalam kontestasi politik, khususnya di negara kita ini.
Bukan berarti aspek yang lain tidak demikian, dalam dunia sosial, manusia dituntut untuk menyiapkan dirinya agar lebih waspada dalam menghadapi segala situasi dan kondisi, perkara masih menggunakan nilai-nilai ketuhanan, persoalan ini dikembalikan kepada personal masing-masing.
Bersikap Open Mind dalam keberagaman
Tidak sedikit dari kita cenderung menutup diri atas orang lain, dalam berbagai hal. Anggapan kebenaran yang dimiliki terkadang mengurung keterbukaan yang seharusnya dilakukan oleh setiap manusia kepada manusia yang lain.
Karena keberagaman adalah anugerah dari Tuhan. Artinya dengan bersikap terbuka atas ragam perbedaan, menjadi piranti bagi kita untuk mengingat Tuhan. Paling tidak mengejawantahkan nilai-nilai ketuhanan.
Dengan bersikap terbuka, kadang justru membuat kedamaian dan ketenangan di dalam hati. Sehingga tidak memberi batas terhadap diri untuk memandang orang lain dengan pembiaran. Ibnu Atho'ilah al iskandari dalam bukunya menegaskan bahwa dengan ketebukaan justru membuka diri dan meneguhkan keberpihakannya. Sehingga mengantarkan kondisi batin yang lebih tenang dan berjalan dengan semangat ketauhidan.
Untuk melupakan Tuhan, dalam kondisi tertentu agaknya sangat mudah. Sehingga baru teringat dalam kondisi di mana manusia sedang terpuruk dan terjatuh. Namun, bukan berarti yang demikian itu tidak baik, karena dengan mengingatNya maka selangkah lebih maju untuk menyadari bahwa manusia terpaut oleh Tuhannya.Â
Dalam kondisi inilah kemudian manusia perlu bersyukur, karena masih diberi kesempatan ingat kepada Tuhan. Salah satu caranya adalah dengan bersikap open mind. Semoga kita semua selalu dalam naungan kasih dan cinta Tuhan. []
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H